Sawit Warch Nilai Pemerintah Belum Transparan soal Pengambilalihan Kawasan Hutan

Sawit Warch Nilai Pemerintah Belum Transparan soal Pengambilalihan Kawasan Hutan


Sawit Warch Nilai Pemerintah Belum Transparan soal Pengambilalihan Kawasan Hutan
Ilustrasi(Dok Gakum KLH Sumatra)

PRESIDEN Prabowo Subianto mengungkapkan adanya potensi pelanggaran hukum meliputi 5 juta hektare lahan sawit, termasuk di kawasan hutan lindung. Pemerintah telah mengambil alih kembali 3,1 juta hektare lahan sawit yang terbukti menyalahi aturan. 

Hal ini disampaikan Presiden dalam pidato kenegaraan melalui Sidang Tahunan MPR pada Jumat (15/8) lalu. Merespons hal ini, Direktur Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan, di balik capaian penguasaan kembali kawasan hutan yang diklaim pemerintah, ternyata masih menyisakan banyak pertanyaan. 

“Misalnya bagaimanakah skenario penguasaan kawasan hutan ini akan berujung? Bagaimana agenda pemulihan aset dapat berjalan? Sudah sejauh mana penagihan denda administratif diterapkan bagi pelaku pelanggaran? Atau seberapa besar kerugian negara atas tindakan ilegal ini dan lainnya,” ungkap Surambo, Senin (18/8).

Pihaknya menilai pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) sejauh ini hanya berfokus pada melakukan penguasaan kembali kawasan hutan. Padahal jika merujuk pada Peraturan Presiden  Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, urusan penagihan denda administratif, dan pemulihan aset juga menjadi tugas yang dimandatkan. Namun, pihaknya menilai belum ada transparansi terkait capaian penerapan denda administratif serta pemulihan yang dilakukan pemerintah.

  

“Fakta lapangan menunjukkan, bahwa kurangnya dialog dan sosialisasi proses-proses penertiban kawasan hutan meresahkan bagi kelompok masyarakat sekitar yang mempunyai pemukiman dan lahan perkebunan di kawasan hutan. Persoalan tata kelola hutan dan perkebunan dari perijinan, pengawasan pemerintah, dan proses-proses penetapan kawasan hutan menjadi persoalan yang tak berujung,” ujar Surambo.

Buruh Sawit Kehilangan Pekerjaan

Sementara dari sudut pandang buruh sawit, bahwa pemasangan plang pada lokasi kebun milik perusahaan tempat mereka bekerja memunculkan kekhawatiran. 

Buruh khawatir akan kehilangan pekerjaan, karena lahan tempat mereka bekerja telah sepenuhnya dikuasai oleh negara. Terlebih mereka tidak mendapatkan kejelasan dari pihak manajemen perusahaan perihal ini. 

Kedua contoh di atas merupakan cerminan dampak dari sebuah kebijakan yang tidak memerhatikan masyarakat kecil, hidup masyarakat di bawah bayang-bayang ketakutan dan ketidakpastian.

Uji Materi

Sawit Watch ditegaskan Surambo, memiliki perhatian atas kondisi masyarakat yang berada di dalam maupun di sekitar kawasan hutan. “Untuk itu akhir tahun 2024 lalu kami mengajukan Permohonan Uji Materi dan Tafsir di Mahkamah Konstitusi atas Pasal 12 A, Pasal 17A dan Pasal 110 B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UUP3H),” jelasnya.

“Kami melihat ada yang hal kurang terang benderang atas norma dalam pasal-pasal tersebut. Perrmohonan ini kami lakukan sebagai usaha untuk memperjelas dan memberikan keadilan konstitusional bagi kelompok rentan seperti. Skenario bermuaranya sawit dalam kawasan hutan dapat berujung pada progtam seperti Perhutanan Sosial, Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Kemitraan Konservasi,” terang Surambo

Pemerintah dalam hal ini Satgas PKH hendaknya juga memikirkan soal bagaimana pemulihan aset (lahan) milik negara di kawasan hutan dapat dilakukan. Bagaimana teknis implementasinya. Penting untuk mengusahakan lahan-lahan yang dulunya adalah hutan untuk dikembalikan lagi fungsinya menjadi hutan.

Dalam hal penagihan denda administratif, pemerintah juga harus lebih terbuka dan transparan atas perkembangan penagihan denda ini dilakukan, agar peran publik dalam mengawasi dapat berjalan. (DY/E-4)

Harta Kekayaan Naik Rp10 Miliar, Pramono Anung Komitmen Wujudkan Pemerintahan Bersih dan Transparan

Harta Kekayaan Naik Rp10 Miliar, Pramono Anung Komitmen Wujudkan Pemerintahan Bersih dan Transparan



loading…

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Foto/Dok SindoNews

JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan komitmennya dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih melalui penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang berintegritas. Hal ini disampaikan sebagai bentuk respons atas publikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara ( LHKPN ) yang telah ia serahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 10 April 2025.

Dalam laporan tersebut, total kekayaan Gubernur Pramono tahun 2024 tercatat sebesar Rp114.518.499.429 atau naik sekitar Rp10 miliar dibandingkan harta tahun 2023, saat ia masih menjabat sebagai Sekretaris Kabinet ( Seskab ). Kenaikan kekayaan ini berasal dari peningkatan nilai surat berharga, kas dan setara kas, serta harta bergerak lainnya.

“LHKPN bukan sekadar formalitas administratif, tetapi salah satu instrumen penting untuk membangun kepercayaan publik. Transparansi ini memungkinkan masyarakat ikut serta mengawasi dan memastikan integritas pejabat publik, termasuk saya sebagai Gubernur,” kata Pramono dalam keterangannya, dikutip Selasa (29/7/2025).

Baca Juga: Resmi Maju Pilkada Jakarta, Harta Kekayaan Pramono Anung Capai Rp104 Miliar

Menurut Pramono, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, diperlukan komitmen kuat dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah, serta penerapan prinsip-prinsip good governance secara konsisten dan menyeluruh.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di bawah kepemimpinannya, lanjut Pramono, akan terus memperkuat sistem pengawasan internal, membuka akses informasi publik seluas-luasnya, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan.

“Saya percaya, kepercayaan rakyat hanya bisa dibangun dengan keteladanan dan keterbukaan. Kita harus bekerja jujur, melayani dengan hati, dan tidak alergi terhadap pengawasan,” tegasnya.