Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada Sritex. Foto: Danandaya Aria Putra
JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) TBK Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada Sritex. Dia berperan merekayasa pengajuan kredit kepada bank.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Nurcahyo Jungkung mengatakan, Iwan sempat menandatangani surat permohonan pencairan kredit dengan bukti palsu. “Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada tahun 2020 dengan melampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif,” ujar Nurcahyo dalam konferensi pers, Rabu (13/8/2025).
Baca juga: Mantan Dirut PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto Ditetapkan Tersangka Pemberian Kredit
IKL juga menandatangani surat permohonan kredit modal kerja dan investasi atas nama PT Sritex TBK kepada Bank Jateng pada tahun 2019. Permohonan itu ternyata telah dikondisikan oleh IKL.
“Yang sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja atau KMK dan investasi bisa diputus oleh Direktur Utama Bank Jateng,” katanya.
Dia juga menandatangani akta perjanjian kredit dengan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) pada tahun 2020. Namun, penggunaannya tidak sesuai perjanjian dalam kesepakatan tersebut.
Adapun kerugian keuangan negara dari pemberian kredit ini ditaksir mencapai Rp1.088.650.808.028 yang kini masih dalam proses penghitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Seorang Oknum Satpol PP Kabupaten Bangka yang menjabat sebagai Kepala Bagian ditetapkan Kejaksaan Negeri Bangka sebagai tersangka dugaan Pungli penerimaan Honorer.
Usai di tetapkan tersangka ASN berinisial D ini langsung di tahan Kejaksaan Negei Bangka di Lapas Buiit Semut.
Kasi Intel Kejari Bangka, Oslan menjelaskan kronologi kejadian dugaan suap ini terjadi pada sekira bulan Juli tahun 2023 lalu.
Baca juga : Gubernur Babel belum Ikut Anies Terapkan PSBB
“Sekira pukul 19.30 WIB, saksi Korban menemui inisial D selaku Kabid Damkar pada Dinas Satpol PP Kabupaten Bangka menuju rumah D Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka,” kata Oslan Rabu (13/8).
Sesampainya disana, korban masuk ke dalam rumah D lalu membicarakan terkait penerimaan pegawai honor di Dinas Satpol PP Kabupaten Bangka tersebut.
Kemudian D menyampaikan agar Korban menyiapkan uang sejumlah Rp50 juta. Korban lalu bernegoisasi dengan D yang pada akhirnya terjadi kesepakatan di nominal Rp45 juta.
Baca juga : Babel Gelontorkan Bantuan Stimulan untuk 90 Ribu Warga Miskin
Beberapa hari kemudian, korban mendatangi rumah D dengan membawa uang sejumlah Rp30 juta yang mana uang tersebut dimasukkan ke dalam kantung plastik warna hitam dan disimpan di dalam tas milik Korban.
“Setelah sampai di rumah D, saat berada di depan teras kemudian Korban menyerahkan sejumlah uang yang disimpan di dalam kantung plastik warna hitam tersebut langsung kepada D,” ungkapnya.
Setelah menyerahkan uang tersebut, lalu Korban meninggalkan rumah D. Kemudian di bulan Agustus 2023, Korban mendatangi lagi rumah D untuk memberikan kekurangan uang untuk penerimaannya sebagai pegawai honor di Dinas Satpol PP Kabupaten Bangka yang masih kurang sejumlah Rp15 juta.
“Sesampainya di rumah D, saat berada didepan teras lalu korban menyerahkan uang tersebut langsung kepada D,” sambungnya.
Terhadap yang bersangkutan sudah dilakukan penahanan sejak Senin (11/8) kemarin di Lapas Bukit Semut Sungailiat sampai dengan 20 hari kedepan.”Ada 13 saksi yang kami periksa,”ucapnya. (H-1)
Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyesalkan ada perwira yang terlibat sebagai pelaku kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Foto: Sindonews TV
JAKARTA – Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyesalkan ada perwira yang terlibat sebagai pelaku kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Menurut dia, seharusnya sebagai komandan bertugas mengawasi anak buahnya.
“Seorang perwira berpangkat Letnan Dua, lulusan Akademi Militer. Masih muda sekali, mungkin umur sekitar 24-25 tahun dan sebagainya, tetapi ikut terlibat. Ini yang saya sesalkan,” ujar Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Baca juga: Terungkap, Penganiayaan terhadap Prada Lucky Ternyata Tak Hanya Dilakukan Sehari
“Karena apa? Komandan itu justru ada di tengah-tengah prajurit untuk mengawasi, mengendalikan, dan memberikan arahan,” tambahnya.
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, sebagai komandan peleton seharusnya mengawasi anak buahnya di barak, bukan justru terlibat dalam kejahatan.
Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengatakan keterlibatan perwira TNI dalam kematian Prada Lucy karena mengizinkan tindak kekerasan. Foto/SindoNews
JAKARTA – TNI AD telah menetapkan 20 prajurit atas kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo yang diduga dianiaya oleh para seniornya. Dari puluhan tersangka ada satu yang merupakan perwira.
Namun terkait perwira tersebut, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana belum bisa menyebutkan lebih lanjut. Dia menyampaikan ada pasal yang dikenakan terhadap tersangka karena membiarkan bawahannya melakukan dugaan kekerasan.
“Tadi kan pasal yang saya sampaikan tadi, sudah ada ya. Jadi ada pasal 132. Itu artinya militer yang dengan sengaja mengizinkan seorang bawahan atau militer yang lainnya untuk melakukan tindak kekerasan itu juga akan dikenai sanksi pidana,” kata Wahyu, Senin (11/8/2025).
“Karena setiap unit itu kan tentu ada struktur di kita. Ada Komandan Regu, ada Komandan Pleton, ada Komandan Kompi dan setiap prajurit itu punya atasan. Sehingga kalau tadi disampaikan apakah ada leveling itu, tentu harus ada yang bertanggung jawab terhadap kejadian di dalam unitnya,” sambungnya.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menjelaskan pihaknya akan mencari tahu peran 20 prajurit yang dijadikan tersangka atas kasus penganiayaan Prada Lucky Chepril Saputra Namo.
“Dari yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini nanti akan bisa diketahui perannya masing-masing apa. Sehingga nanti bisa diterapkan pasal untuk orang per orang,” kata Wahyu saat ditemui di Mabes AD, Jakarta Pusat, Senin.
Wahyu menjelaskan, saat ini 20 tersangka sedang diperiksa oleh Polisi Militer Angkatan Darat (POM AD). Dari hasil pemeriksaan itu, nanti para tersangka akan dikenakan pasal sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan.
Baca juga : Kasus Prada Lucky Fenomena Gunung Es Kekerasan di Militer
Salah satu pasal yang mungkin akan menjerat para tersangka yakni Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan secara bersama sama. “Ada Pasal 351, yang berkaitan dengan penganiayaan, ada juga Pasal 354, yang sengaja melukai orang lain berakibat pada kematian,” kata Wahyu.
“Ada juga Pasal 131, yang seorang militer yang dalam dinas dengan sengaja memukul rekan atau bawahan, itu ada sanksinya,” tambah Wahyu.
Wahyu memastikan proses hukum yang akan dijalani tersangka terbuka untuk dipantau masyarakat. Pihaknya juga memastikan agar proses hukum berjalan sesuai undang-undang peradilan militer yang berlaku.
Baca juga : Kasus Prada Lucky Selesaikan di Peradilan Sipil agar tidak Ada Impunitas
Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto mengatakan 20 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus penganiayaan yang mengakibatkan Prada Lucky Saputra Namo meninggal dunia.
“Sudah 20 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan,” katanya kepada wartawan di Kupang, Senin.
Hal ini disampaikannya saat berkunjung ke rumah orang tua Prada Lucky Namo di asrama tentara Kuanino, Kota Kupang
Dia mengatakan dari 20 orang tersangka tersebut, salah satunya adalah seorang perwira yang diduga terlibat penganiayaan, sehingga Prada Lucky meninggal dunia.
Saat ini, ujar dia, proses pemeriksaan masih terus berlanjut, dimana tidak hanya melibatkan Detasemen Polisi Militer (Denpom) tetapi juga dari Kodam Udayana untuk mengungkap kasus tersebut.
Sebagai seorang pimpinan TNI di wilayah Kodam IX/Udayana, Pangdam Udayana mengaku kehilangan prajurit muda.
Dia juga menyesalkan kejadian tersebut, dia mengaku akan menindak tegas sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku.
“Kejadian ini, saya sesalkan dan saya sebagai Pangdam IX/Udayana sekaligus atasan langsung, di satuan ini atas peristiwa ini saya akan laksanakan tugas sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku,” tambah dia.
Dia juga mengatakan perkembangan kasus akan juga segera disampaikan kepada pimpinan langsung di Mabes TNI, karena sudah diperintah untuk menangani kasus tersebut hingga tuntas.
Pewarta ANTARA di rumah orang tua Prada Lucky, melaporkan saat Pangdam tiba di rumah itu langsung memeluk ayah dari almarhum Prada Lucky Saputra Namo, kemudian menghadap ke ibunda Prada Lucky dan langsung disambut dengan tangisan.
Sepriana Paulina Mirpey selaku ibunda almarhum Prada Lucky sambil bersujud memohon kepada Pangdam IX/Udayana agar para pelakunya dihukum sesuai perbuatan mereka.
“Tolong jangan ada fitnah lagi bapa, saya seorang ibu. Saya rela kalau anak saya mati di medan perang, tetapi ini di oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab,” tambah dia.(Ant/P-1)
Empat prajurit TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Foto/SindoNews
JAKARTA – Empat prajurit TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Para tersangka juga telah dilakukan penahanan oleh Sub Detasemen Polisi Militer (Subdenpom) di Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Oleh penyidik Pomdam IX/Udayana sudah ditetapkan 4 orang tersangka dan dilaksanakan penahanan di Subdenpom IX/1-1 di Ende,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen Wahyu Yudhayana, Minggu (10/8/2025).
Sekadar informasi, Prada Lucky meninggal dunia di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, pada Rabu, 6 Agustus 2025. Almarhum tewas diduga akibat dianiaya oleh seniornya.
Baca juga: Polisi Militer Periksa Terduga Pelaku Penganiyaan Prada Lucky hingga Tewas
Adapun empat tersangka tersebut berinisial, Pratu AA; Pratu EDA; Pratu PNBS; Pratu ARR. Mereka akan menjalani pemeriksaan untuk menentukan pasal sesuai yang tersangka lakukan.
Selain empat tersangka di atas, penyidik Pomdam Udayana juga melakukan pemeriksaan terhadap 16 prajurit. Dia menegaskan bahwa dari pemeriksaan belasan prajurit tersebut tak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.
KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Aziz sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur. Foto: Dok Sindonews
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Aziz sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur.
Dikutip dari situs resmi LHKPN KPK, Sabtu (9/8/2025), Abdul Aziz tercatat melaporkan harta kekayaannya terakhir pada 25 Maret 2025 sebagai laporan periodik 2024. Dalam laporan tersebut, Abdul Aziz tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp7,9 miliar.
Baca juga: KPK Ungkap Konstruksi Perkara Bupati Koltim Abdul Aziz Jadi Tersangka Dugaan Suap Proyek RSUD
Adapun rincian harta kekayaan Abdul Aziz sebagai berikut:
– 14 aset berupa tanah dan bangunan yang berada di Kendari, Mamuju, dan Kolaka Timur, dengan nilai total Rp6.410.000.000.
KPK menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Aziz sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kolaka Timur. Foto: Nur Khabibi
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Aziz sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kolaka Timur. Selain Abdul Aziz, 4 orang lain yang ditangkap juga menjadi tersangka.
Mereka yakni PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH); PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim, Ageng Dermanto (AGD); serta dua pihak swasta Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR).
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Koltim Abdul Aziz Tersangka Dugaan Suap Proyek RSUD
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pada Desember 2024 diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan lima konsultan perencana untuk membahas Basic Design RSUD yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kemenkes kemudian membagi pekerjaan pembuatan Basic Design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukan langsung di masing-masing daerah. Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan oleh Nugroho Budiharto selaku pihak swasta dari PT Patroon Arsindo.
Januari 2025 terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Kolaka Timur.
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Aziz sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek RSUD saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari. Foto: Nur Khabibi
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Aziz sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kolaka Timur. Dia menjadi tersangka setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Kamis (7/8/2025).
Selain Abdul Aziz, 4 orang lain yang ditangkap juga menjadi tersangka. Mereka yakni PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH); PPK proyek pembangunan RSUD di Koltim, Ageng Dermanto (AGD); serta dua pihak swasta Deddy Karnady (DK) dan Arif Rahman (AR).
Baca juga: Terjaring OTT, Bupati Koltim Abdul Aziz Tiba di Gedung KPK
“KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. Kemudian KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka,” ujar Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
Operasi senyap ini dilakukan di Jakarta, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan serta mengamankan total 12 orang. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka.
Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita.(MI/SUSANTO)
MANTAN Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, menyampaikan pembelaannya dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8), Mbak Ita menyebut bahwa seluruh camat yang menjabat di Kota Semarang pada tahun 2023 seharusnya ikut diproses hukum dalam perkara yang sama.
“Camat-camat ini juga memeras, seharusnya juga diproses,” kata Ita dikutip Antara, Rabu (6/8).
Menurut Mbak Ita, para camat di 16 kecamatan telah diperintahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengembalikan dana sebesar Rp13 miliar ke kas daerah. Pengembalian itu terkait temuan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek penunjukan langsung yang dikerjakan oleh para rekanan dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) Semarang.
Baca juga : KPK Rampungkan Berkas Perkara Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita
“Tiap camat rata-rata mengembalikan Rp800 juta,” kata dia dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi itu.
Meskipun dana yang diminta BPK telah dikembalikan seluruhnya, Mbak Ita mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang dijadikan tersangka, sedangkan tidak ada satu pun aparatur sipil negara (ASN) lain yang ikut diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Apa yang jadi pertimbangan, mengapa ASN tidak ada satupun yang diproses KPK,” kata dia.
Baca juga : Perkara Mbak Ita Segera Disidangkan
Ia berharap KPK tidak tebang pilih dalam menangani perkara yang sedang menjeratnya. Atas pembelaan tersebut, jaksa penuntut umum akan memberikan tanggapan pada sidang selanjutnya.
Diketahui, Mbak Ita sebelumnya dituntut enam tahun penjara oleh jaksa dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Jaksa juga menuntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun setelah masa pidana berakhir.
Menurut jaksa, terdakwa bersama suaminya, Alwin Basri, terbukti bersalah melanggar pasal kombinasi yang didakwakan.
Alwin Basri sendiri dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta yang jika tidak dibayarkan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.
Pada dakwaan pertama, kata dia, mantan orang nomor satu di Kota Semarang bersama Alwin Basri dinilai terbukti menerima suap dari Ketua Gapensi Kota Semarang Martono dan Direktur PT Deka Sari Perkasa Rachmat P. Jangkar, masing-masing Rp2 miliar dan Rp1,75 miliar.
Total dugaan suap dan gratifikasi yang diterima Mbak Ita disebut mencapai Rp1,88 miliar. (Ant/P-4)