Studi Pelatihan Musik Tidak Tingkatkan Pemrosesan Suara di Otak

Studi Pelatihan Musik Tidak Tingkatkan Pemrosesan Suara di Otak


Studi: Pelatihan Musik Tidak Tingkatkan Pemrosesan Suara di Otak
Ilustrasi(freepik)

SELAMA beberapa dekade, para orang tua, guru, dan ilmuwan meyakini bahwa mempelajari alat musik dapat meningkatkan kemampuan otak dalam memproses bunyi. Yakni dengan cara melatih tangga nada, seseorang tidak hanya menciptakan musik, tetapi juga melatih pendengaran agar lebih jernih dan cepat, bahkan di lingkungan yang bising. Keyakinan ini mendorong munculnya berbagai program sekolah, perkemahan musik, dan banyak diskusi tentang manfaat musik bagi otak.

Baru-baru ini, sebuah penelitian besar dari Universitas Michigan dan mitra lainnya meneliti teori ini lebih mendalam. Hasilnya mungkin mengejutkan bagi para pendukung lama les musik sebagai cara meningkatkan kemampuan otak. Para peneliti tidak menemukan bukti bahwa latihan musik meningkatkan pemrosesan suara di tahap awal otak. 

Tidak ada peningkatan dari pelatihan musik

Tim peneliti ini menerapkan metode yang telah didaftarkan sebelumnya, menggunakan sampel besar lebih dari 260 partisipan, dan mereplikasi eksperimen sebelumnya dengan ketat. Mereka menguji dua klaim populer bahwa musisi lebih baik memproses ucapan di latar belakang bising dan bahwa musisi lebih akurat melacak perubahan nada dalam ucapan.

Hasilnya menunjukkan bahwa kedua klaim tersebut tidak terbukti, bahkan setelah mempertimbangkan lamanya pelatihan atau usia saat pelatihan dimulai. 

“Dengan menggunakan ukuran sampel yang empat kali lebih besar dari penelitian awal, kami tidak menemukan hubungan antara pelatihan musik dan pemrosesan suara pada tahap awal sistem pendengaran,” ujar Kelly Whiteford, penulis utama penelitian tersebut.

Meskipun penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa musisi tampak memiliki respons yang lebih kuat dalam melacak frekuensi suara. Studi terbaru yang menggunakan metode Electroencephalography (EEG) dengan jumlah sampel besar mengungkap bahwa musisi tidak menunjukkan keunggulan dalam mengodekan frekuensi atau mengikuti nada, baik di lingkungan bising maupun tenang. Sementara, usia memang memengaruhi kemampuan ini, pelatihan musik tidak mampu memperlambat penurunan tersebut. 

Penelitian ini menyoroti pertanyaan apakah keunggulan beberapa musisi berasal dari latihan atau kemampuan bawaan. Sampai terjawab, penulis menyarankan hati-hati menilai musik sebagai alat peningkat otak.Musik tetap memiliki nilai budaya dan sosial yang tinggi, tetapi dampaknya terhadap pemrosesan awal suara di otak ternyata tidak sebesar yang selama ini dipercaya. (earth/Z-2)

Agnez Mo Akhirnya Buka Suara usai MA Kabulkan Kasasinya

Agnez Mo Akhirnya Buka Suara usai MA Kabulkan Kasasinya


loading…

Agnez Mo akhirnya memberi respons usai MA mengabulkan kasasi sengketa lagu Bilang Saja melawan Ari Bias. Ia membagikan ucapan selamat dari rekan sesama musisi. Foto/Instagram @agnezmo

JAKARTA Agnez Mo akhirnya memberi respons usai Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi sengketa lagu Bilang Saja melawan Ari Bias . Lewat Instagram, ia membagikan ucapan selamat dari rekan sesama musisi.

Putusan tersebut membebaskan Agnez Mo dari kewajiban membayar denda Rp1,5 miliar yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Respons Agnez Mo di Instagram

Reaksi Agnez Mo terungkap melalui unggahan di Instagram Story miliknya. Ia membagikan ulang postingan penyanyi Sammy Simorangkir, yang memuat pemberitaan media online terkait putusan MA yang memenangkan kasasinya.

Dalam unggahan tersebut, Sammy, yang merupakan mantan vokalis Kerispatih itu menyertakan ucapan selamat khusus untuk pelantun Matahariku tersebut.

Baca Juga: Agnez Mo Menang Kasasi Hak Cipta Lagu Bilang Saja, Begini Respons Ari Bias

Foto/Instagram @agnezmo

“Selamat @agnezmo yeay,” tulis Sammy, seperti terlihat pada tangkapan layar Instagram @agnezmo, Jumat (15/8/2025).

Peruri Own Voice Saat Suara Karyawan Menjadi Wajah Perubahan

Peruri Own Voice Saat Suara Karyawan Menjadi Wajah Perubahan


Peruri Own Voice: Saat Suara Karyawan Menjadi Wajah Perubahan
Peruri Own Voice(MI/HO)

SUASANA hangat dan penuh inspirasi menyelimuti Ruang Wahyu Hagono, Kantor Peruri Karawang saat ratusan karyawan berkumpul dalam sebuah acara yang berbeda dari biasanya. 

Bukan rapat, bukan pelatihan teknis. Hari itu, Peruri menggelar Peruri Own Voice (POV) Playbook Series, sebuah program komunikasi yang bertujuan menjadikan suara karyawan sebagai kekuatan utama dalam membangun citra perusahaan.

Program yang baru pertama kali diluncurkan ini mengusung tema “Inspire Change from The Inside Out”. 

Dalam sambutan pembukaannya, Direktur Utama Peruri, Dwina Septiani Wijaya, menyampaikan pesan yang menggugah: bahwa bekerja di Peruri bukan sekadar menjalankan kewajiban atau mencari nafkah, tetapi sebuah bentuk tanggung jawab yang lebih besar terhadap keluarga, masyarakat, dan negara.

“Setiap insan Peruri membawa harapan bagi orang-orang terdekatnya. Kebanggaan menjadi bagian dari Peruri harus tumbuh dari kesadaran bahwa pekerjaan kita hari ini adalah warisan nilai dan kontribusi yang akan dirasakan manfaatnya oleh banyak orang,” ujarnya.

Peruri Own Voice (POV) memiliki visi besar untuk menjadikan karyawan sebagai penggerak utama perubahan. Lewat konten-konten yang dibuat sendiri oleh karyawan, baik dalam bentuk video, tulisan maupun gambar, POV mendorong lahirnya narasi -narasi orisinal yang mencerminkan budaya, nilai, dan arah strategis perusahaan. Konsep ini dikenal sebagai Employee-Generated Content (EGC).

Menariknya, POV Playbook Series turut menghadirkan dua narasumber inspiratif dengan tema personal branding dan storytelling. Vena Annisa, seorang pakar komunikasi, membuka sesi dengan membahas pentingnya membangun personal branding secara otentik. 

Menurutnya, personal branding bukan soal pencitraan, tapi soal nilai yang bisa kita berikan kepada orang lain.

“Personal branding adalah proses atau tindakan strategis untuk membangun dan mengelola persepsi orang lain tentang siapa anda, apa nilai-nilai anda, dan apa yang membuat anda unik,” katanya penuh penekanan.

Sesi selanjutnya dilengkapi dengan penampilan spesial dari Raditya Dika, komedian, penulis, dan filmmaker yang dikenal luas lewat karya -karyanya yang menyentuh dan jenaka. 

Dengan gayanya yang khas, Radit membagikan pengalaman kreatifnya dalam menciptakan cerita. Menurutnya, semua karyanya mulai dari novel hingga film berakar dari satu hal: kegelisahan pribadi.

“Menulis adalah fondasi dari semua bentuk bercerita. Dari tulisan bisa lahir novel, cerpen, lagu, bahkan film. Bahan bakunya adalah kegelisahan. Kalau kalian bingung mau mulai dari mana, mulai dari apa yang bikin kalian resah,” tutur Radit, yang juga memberikan sesi tanya jawab dan membagikan ide-ide konten yang bisa digarap karyawan.

POV merupakan gerakan (movement) untuk mengajak karyawan terlibat aktif dalam membangun reputasi perusahaan dari dalam. 

Sebab, suara karyawan yang tulus dan apa adanya dapat lebih dipercaya publik. Inilah bentuk nyata dari employee advocacy, saat karyawan menjadi wajah dan juru bicara yang paling autentik bagi perusahaan tempat mereka bekerja.

POV hadir sebagai ruang berbagi, ruang tumbuh, dan ruang inspirasi. Melalui program ini, Peruri berharap dapat membangun loyalitas yang lebih kuat dari para insan perusahaan, memperkuat employer branding, serta memperluas jangkauan komunikasi internal yang inklusif dan dinamis.

Program ini terbuka bagi seluruh karyawan aktif, baik organik, PKWT, maupun peserta magang. Ke depannya, POV akan terus digulirkan dalam berbagai bentuk, mulai dari pembuatan konten, aktivasi kampanye internal, hingga pelatihan dan kolaborasi antar-divisi. Semuanya demi satu tujuan: menjadikan PERURI tidak hanya unggul dalam produk dan layanan, tetapi juga dalam nilai, cerita, dan semangat orang -orang di dalamnya.

Karena di era sekarang, suara paling kuat bukan datang dari luar melainkan dari dalam. Dan hari ini, Peruri telah memilih untuk mendengarkan, merangkul, dan membesarkan suara itu. (Z-1)