India klaim tembak jatuh 6 pesawat Pakistan selama pertempuran bulan Mei, dengan sebagian besar pesawat ditembak jatuh oleh sistem rudal S-400 Rusia. Foto/IANS via NDTV
NEW DELHI – India mengeklaim telah menembak jatuh enam pesawat Pakistan selama pertempuran bulan Mei lalu. Klaim ini disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Amar Preet Singh, dengan memuji kecanggihan sistem rudal S-400 buatan Rusia yang berperan besar dalam misi tersebut.
Menurut Singh, enam pesawat yang dijatuhkan terdiri dari lima jet tempur dan satu pesawat militer besar. Pernyataan tersebut merupakan yang pertama kali muncul dari pihak India sejak konflik mematikan dengan negara tetangganya pecah dan berakhir dengan gencatan senjata.
Singh membuat pengumuman tersebut pada hari Sabtu, beberapa minggu setelah militer India mengakui bahwa sejumlah jet tempurnya sendiri yang tidak disebutkan jumlahnya juga ditembak jatuh oleh Pakistan selama pertempuran terberat mereka dalam beberapa dekade. Pertempuran tersebut melibatkan pesawat tempur dan rudal jelajah dan menewaskan puluhan orang.
Baca Juga: Terungkap, Ini Penyebab Jet Tempur Rafale India Bisa Ditembak Jatuh J-10C Pakistan
“Kami telah mengonfirmasi setidaknya lima jet tempur ‘terbunuh’ dan satu pesawat besar,” kata Singh dalam sebuah kuliah militer di kota Bengaluru di selatan, menambahkan bahwa pesawat besar itu, yang kemungkinan merupakan pesawat pengintai, ditembak jatuh pada jarak 300 km (186 mil).
Dia menambahkan bahwa sistem pertahanan rudal S-400 India buatan Rusia telah menembak jatuh sebagian besar pesawat Pakistan.
“Ini sebenarnya adalah penembakan darat-ke-udara terbesar yang pernah tercatat yang bisa kita bicarakan. Sistem pertahanan udara kita telah melakukan pekerjaan yang luar biasa,” katanya, seperti dikutip Reuters, Minggu (10/8/2025).
Indonesia kerahkan sistem rudal KHAN ke Kalimantan Timur. Ini terjadi ketika sengketa wilayah Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat. Foto/Facebook/ASEAN Defense Studies
JAKARTA – Indonesia telah mengerahkan sistem rudal balistik taktis KHAN di Kalimantan Timur. Momen ini terjadi ketika sengketa wilayah Ambalat dengan Malaysia kembali mencuat.
Foto-foto sistem rudal KHAN, yang diproduksi oleh produsen Turki, Roketsan, telah dipublikasikan di halaman Facebook Sahabat Keris sejak Jumat pekan lalu.
Foto-foto itu dilaporkan diambil dari fasilitas Raipur A milik TNI Angkatan Darat di Kalimantan Timur.
Rudal balistik adalah rudal berpeluncur roket yang dapat membawa hulu ledak nuklir atau pun konvensional.
Rudal KHAN sepanjang 7,1 meter memiliki diameter 610 mm dan jangkauan hingga 280 km, menurut situs web Roketsan. Beratnya 2.500 kg dan dipersenjatai dengan hulu ledak berdaya ledak tinggi 470 kg.
“Rudal ini memiliki akurasi probabilitas kesalahan melingkar di bawah 10 m, memberikan daya tembak yang akurat dan efektif terhadap target strategis di medan perang,” kata pihak Roketsan.
Target potensialnya termasuk sistem artileri dan pertahanan udara, lokasi radar, dan fasilitas logistik.
Tangkapan layar titik gempa di pantai timur Rusia, Rabu (30/7/2025).(Dok USGS)
WILAYAH Kamchatka, Rusia, diguncang gempa besar pada Rabu (30/7). Gempa tersebut berada di zona seismic gap, wilayah yang pernah mengalami gempa besar secara historis, namun dalam kurun waktu lama tidak menunjukkan aktivitas signifikan.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB dan pakar kegempaan dari ITB, Prof. Irwan Meilano kemarin menjelaskan bahwa di wilayah bagian utara Kamchatka tersebut pernah mengalami gempa dengan magnitudo 9 pada 1950-an, dan bagian selatan magnitudo 8,1 pada 1960–1970-an. Namun demikian, Kamchatka dalam 80–100 tahun terakhir belum pernah mengalami gempa di atas magnitudo 8.
“Saya pernah melakukan studi langsung ke wilayah tersebut, bahwa Kamchatka dari segi tektonik mirip dengan kawasan pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, dan utara Halmahera di Indonesia. Artinya, potensi terjadinya gempa besar sangat mungkin terjadi,” ungkap Irwan.
Baca juga : Peringatan Tsunami di Pasifik akibat Gempa Rusia Berangsur Dicabut
Menurut Irwan, gempa utama yang terjadi tersebut diawali oleh gempa awal (foreshock) dengan magnitudo 7 yang terjadi lebih dari seminggu sebelumnya. Status foreshock baru dapat dipastikan jika kemudian diikuti oleh gempa utama.
“Setelah gempa utama, kita umumnya akan menghadapi gempa-gempa susulan (aftershock). Dalam beberapa kasus, gempa susulan justru bisa lebih besar, seperti yang terjadi di Lombok tahun 2018,” jelasnya.
Namun kata Irwan, jika mengikuti pola umum gempa susulan di Kamchatka diperkirakan akan memiliki magnitudo yang lebih kecil. Adapun Kamchatka merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah sehingga diharapkan dampak kerusakan tidak signifikan. Meski demikian, potensi tsunami tetap menjadi perhatian.
Baca juga : Pemerintah Jepang belum Akhiri Peringatan Tsunami imbas Gempa Rusia
Potensi Dampak ke Indonesia dan Asia Timur
“Dengan magnitudo mencapai 8,7, gempa ini berpotensi memicu guncangan kuat, khususnya di kawasan sekitar. Saya memperkirakan bahwa di bagian utara Hokkaido, Jepang, intensitas guncangan bisa mencapai skala 8 hingga 9 dalam skala intensitas gempa,” paparnya.
Irwan menambahkan, hal yang lebih dikhawatirkan adalah ancaman tsunami yang bisa menjalar jauh dari pusat gempa. Ia kini terus memantau informasi dan menjalin komunikasi dengan kolega di Jepang.
Di pantai utara Tohoku, ketinggian tsunami sudah mencapai 60 cm, sementara di bagian selatan sekitar 40-50 cm. Berdasarkan kecepatan rambat gelombang tsunami, Irwan memperkirakan bahwa jika tsunami menjalar hingga ke wilayah Indonesia, gelombang tersebut bisa tiba dalam waktu 8-10 jam setelah gempa terjadi.
Jepang Jadi Contoh Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini
Menanggapi respons Jepang terhadap peristiwa ini, Irwan menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang telah dikembangkan negara tersebut. Jepang memberikan contoh baik dalam pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami, yang tidak hanya berbasis pada model perhitungan, tetapi juga pada pengamatan langsung.
“Jepang memiliki sensor berdasarkan pressure yang bisa mendeteksi tsunami sebelum sampai ke garis pantai. Di pantai pun mereka memiliki sensor tambahan, misalnya berbasiskan pada pengamatan pasut, dan itu memberikan warning jauh lebih akurat bagi masyarakat di sekitar pesisir,” paparnya.
Irwan berharap sistem peringatan dini gempa dan tsunami di Jepang dapat menjadi model bagi Indonesia dalam memperkuat mitigasi bencana, khususnya di kawasan rawan gempa dan tsunami. (AN/E-4)
EDITORIAL Media Indonesia pada Rabu (16/7) lalu menggambarkan kenyataan pahit mengenai dugaan beras oplosan di Indonesia. Editorial tersebut mengingatkan dugaan skandal beras oplosan tidak boleh dianggap sebagai insiden sesaat sehingga mesti segera diakhiri.
Praktik oplosan dan manipulasi pangan tak hanya terjadi di Indonesia, tak hanya pada beras, dan tak hanya soal untung-rugi. Dunia pernah dan sedang berhadapan dengan skandal serupa, yang memukul tidak hanya industri pangan, tapi juga kesehatan publik dan keberlanjutan sistem pangan itu sendiri.
Pada 2013, Eropa diguncang skandal daging kuda (horse meat scandal) yang mana produk olahan seperti lasagna, burger, dan produk serupa yang diklaim sebagai daging sapi ternyata mengandung daging kuda. Jejaring perusahaan multinasional terlibat dalam skandal ini.
Baca juga : Food Station Didesak Transparan soal Beras Oplosan
Tiongkok mengalami insiden lebih tragis. Pada 2008, pemerintah membongkar skandal pencampuran susu formula bayi dengan melamin untuk memalsukan kadar protein. Akibatnya, puluhan ribu bayi mengalami gagal ginjal, bahkan enam meninggal dunia. Industri susu domestik runtuh.
Di Indonesia, praktik mengoplos atau memanipulasi pangan tidak hanya terjadi di distributor besar, tetapi juga diduga sudah di tingkat produsen hulu hingga pedagang kecil. Misalnya, ayam broiler disuntik air untuk menambah berat atau susu sapi dicampur bahan lain untuk menambah volume.
Benang merah dari beberapa kondisi tersebut memperlihatkan bahwa aksi mengoplos dan memanipulasi pangan tidak mengenal negara dan level distribusi. Negara maju atau negara berkembang juga rawan dengan aksi ini. Pedagang kecil atau industri juga rentan jadi pelaku.
Lantas, apa yang mendasari perilaku tersebut? Apa pun komoditasnya, daging, susu, hingga beras, terdapat pola yang hampir serupa, yakni mengejar margin keuntungan dari penambahan kuantitas (berat atau volume) atau kualitas (grade atau mutu).
Dari margin keuntungan yang didapat, banyak hal dikorbankan di sini. Mulai risiko kontaminasi, harga pasar yang rusak, hingga kepercayaan publik yang menurun. Petani dan pelaku usaha yang jujur akan terpukul. Konsumen juga dirugikan dengan kualitas pangan yang tak transparan.
Konteks keberlanjutan juga mengingatkan kita pada dimensi lingkungan dan kesehatan yang sering terabaikan. Aksi mengoplos atau memanipulasi pangan tentu akan mengabaikan standar lingkungan, kesehatan, hingga hak-hak hewan ternak.
Dengan kata lain, dampak dari pangan oplosan dan manipulatif bukan hanya soal siapa memakan apa, melainkan juga soal bagaimana dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan. Tentu akan ada kerugian ekologi dan ekonomi di balik hal tersebut.
RESPONS KOLEKTIF
Lantas, bagaimana seharusnya kita merespons? Pengawasan dan tindakan hukum yang ketat memang mutlak diperlukan, tetapi yang lebih mendasar ialah membangun ekosistem pangan yang adil dan transparan.
Pertama, pembenahan harus dimulai dari sisi hulu, petani kecil harus diperkuat posisinya agar mereka tidak terdorong memanipulasi produk demi mengejar keuntungan tipis. Dukungan kepada petani dapat berupa pemberlakukan harga jual yang layak dan akses pembiayaan.
Kedua, dari sisi distribusi, sistem pelacakan dan sertifikasi produk harus diperkuat. Banyak negara telah menggunakan teknologi, seperti QR code atau blockchain untuk memastikan jejak asal-usul pangan dapat dilacak hingga ke tangan konsumen. Tentu layak untuk diterapkan secara luas di Indonesia.
Ketiga, dari sisi hilir, literasi konsumen memegang peran penting. Konsumen berhak mengetahui kualitas produk yang mereka beli, bukan hanya harga, melainkan juga dari mutu. Edukasi tentang hak-hak konsumen dan identifikasi produk bermasalah, bisa menjadi alat pemberdayaan yang efektif.
Yang tak kalah penting ialah memandang isu ini dalam kerangka sistem pangan dan keberlanjutan. Praktik pangan oplosan dan manipulatif di hilir dapat mematikan motivasi petani dalam memproduksi beras berkualitas dan peternak untuk memproduksi daging yang sehat dan ramah lingkungan.
Petani dan peternak yang berupaya menerapkan praktik berkelanjutan justru sering kalah saing dengan produk murah yang manipulatif. Di sisi lain, konsumen yang mestinya menjadi mitra dalam rantai pangan justru dirugikan dan kehilangan akses pada informasi pangan yang transparan
Keberlanjutan pangan bukan hanya soal meningkatkan produksi, melainkan juga soal menciptakan keadilan di sepanjang rantai nilai, dari petani hingga konsumen, dari lahan hingga meja makan. Praktik mengoplos pangan bukan sekadar soal etika dagang, melainkan juga cerminan rapuhnya sistem pangan kita.
Yang juga penting ialah membangun narasi bahwa keberlanjutan pangan ialah tanggung jawab kolektif. Konsumen bisa memilih lebih bijak, produsen perlu lebih bertanggung jawab, regulator perlu mendorong praktik yang adil, hingga akademisi dan peneliti menghadirkan inovasi berbasis bukti.
Membenahi masalah ini artinya memperkuat semua lini, dari petani hingga peternak, dari pasar hingga piring rakyat. Hanya dengan begitu kita bisa memastikan bahwa pangan yang sampai ke masyarakat tidak hanya mengenyangkan, tapi juga menyehatkan dan bermartabat.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memastikan, soal stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal II 2025 di tengah ketidakpastian global yang cukup tinggi. Foto/Dok
“Dari hasil pertemuan berkala KSSK yang ketiga tahun 2025 pada tanggal 25 Juli 2025, Jumat lalu, KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur BI, Ketua OJK, dan Ketua LPS menyampaikan stabilitas sistem keuangan pada triwulan II 2025 tetap terjaga,” tegas Sri Mulyani dalam paparan hasil Rapat KSSK, Senin (28/7/2025).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa kondisi global masih dibayangi oleh dinamika negosiasi tarif Amerika Serikat serta meningkatnya ketegangan geopolitik dan militer. Situasi ini disikapi dengan penuh kewaspadaan oleh para anggota KSSK.
“Kami dari KSSK terus memperkuat sinergi dan koordinasi antar lembaga,” lanjutnya.
Menkeu menambahkan bahwa KSSK akan terus menjaga koordinasi dan sinergi antarlembaga untuk memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, sembari tetap mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Baca Juga: Dunia Kacau Balau, Sri Mulyani Pede Ekonomi Indonesia Tumbuh 5%
...
►
Necessary cookies enable essential site features like secure log-ins and consent preference adjustments. They do not store personal data.
None
►
Functional cookies support features like content sharing on social media, collecting feedback, and enabling third-party tools.
None
►
Analytical cookies track visitor interactions, providing insights on metrics like visitor count, bounce rate, and traffic sources.
None
►
Advertisement cookies deliver personalized ads based on your previous visits and analyze the effectiveness of ad campaigns.
None
►
Unclassified cookies are cookies that we are in the process of classifying, together with the providers of individual cookies.