Program Saatnya Difabel Setara Kembali Hadir di Tangsel, Sandiaga: Buka Lapangan Kerja

Program Saatnya Difabel Setara Kembali Hadir di Tangsel, Sandiaga: Buka Lapangan Kerja



loading…

Program Saatnya Difabel Setara kembali digelar untuk mendorong pemberdayaan difabel melalui pelatihan keterampilan digital. Foto: Ist

TANGERANG SELATAN – Program Saatnya Difabel Setara kembali digelar untuk mendorong pemberdayaan difabel melalui pelatihan keterampilan digital. Kegiatan yang merupakan hasil kolaborasi Yayasan Indonesia Setara (YIS), ABK UMKM, dan Refo Digital Creative ini diselenggarakan di ABK UMKM, Jalan Jombang Raya, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), belum lama ini.

Sebanyak 30 peserta difabel mengikuti pelatihan konten kreatif yang mencakup keterampilan videografi, copywriting, voiceover, dan desain grafis. Pelatihan ini bertujuan memperkuat kesiapan peserta memasuki dunia kerja digital maupun membangun usaha mandiri berbasis keterampilan.

Baca juga: Sandiaga Uno Ciptakan Kesetaraan Kerja Difabel lewat Digital Marketing

“Pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan digital para difabel agar mereka tidak hanya siap kerja, tetapi juga bisa menciptakan peluang usaha sendiri,” ujar Founder Yayasan Indonesia Setara (YIS) Sandiaga Uno, Senin (28/7/2025).

YIS dibangun atas dasar nilai-nilai kesetaraan dan inklusi. Sejak dia tak lagi berada di lingkaran pemerintahan, dia lebih leluasa berkolaborasi dalam mendorong kemandirian ekonomi lewat gerakan kewirausahaan.

Menurut dia, semua orang, termasuk penyandang disabilitas berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan kontribusi sosial.

“YIS hadir untuk mewujudkan mimpi bahwa setiap orang, tanpa kecuali memiliki hak dan potensi yang sama. Melalui pelatihan ini, kami berharap peserta dapat membawa semangat kesetaraan itu dalam diri masing-masing,” kata Sandiaga.

Setara Institute Kecam Perusakan Rumah Doa Kristen di Padang

Setara Institute Kecam Perusakan Rumah Doa Kristen di Padang


Setara Institute Kecam Perusakan Rumah Doa Kristen di Padang
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan(Antara)

PELANGGARaN atas kebebasan berkeyakinan dan beragama tidak dapat dibenarkan lantaran merupakan tindakan inkonstitusional. Penegakkan hukum dan perlindungan hak individu untuk memilih keyakinan harus diwujudkan dalam konteks ini. 

Karenanya, Setara Institute mengecam pelanggaran kebebasan berkeyakinan dan beragama, intoleransi, dan kekerasan terhadap kelompok minoritas, utamanya dalam insiden pembubaran kegiatan dan perusakan rumah doa umat Kristen yang dinaungi Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang. 

“Tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dan nyata-nyata merupakan tindak kriminal yang melanggar hukum dan konstitusi,” kata Direktur Eksekutif Setara Insitute Halili Hasan melalui keterangannya, Senin (28/7).

Setara Institute turut mendesak agar aparatur negara, khususnya pemerintah daerah setempat untuk tidak permisif dan meremehkan persoalan intoleransi dan kekerasan tersebut sebagai tindakan yang dipicu kesalahpahaman.

Sebaliknya, pemerintah daerah setempat, khususnya Padang dan umumnya Sumatra Barat, diharapkan untuk mengatasi persoalan intoleransi dan pelanggaraan KBB tersebut dari akar persoalan yang memicu, terutama konservatisme keagamaan, rendahnya literasi keagamaan, segregasi sosial, regulasi diskriminatif serta normalisasi intoleransi keagamaan, pada aras struktural dan kultural.

Dalam konteks yang sama, kata Halili, aparat penegak hukum juga mesti segera melakukan proses penegakan hukum atas tindakan kriminal yang dilakukan oleh kelompok intoleran. Penegakan hukum diharapkan akan memberikan efek jera bagi pelaku dan mewujudkan keadilan bagi korban.

“Sebaliknya, ketiadaan penegakan hukum merupakan ‘undangan’ bagi berulangnya kejahatan terhadap kelompok minoritas dan kelompok rentan,” tuturnya. 

Kemudian Setara Institute turut mendesak pemerintah pusat untuk bertindak atas terjadinya intoleransi dan pelanggaran kebebasan berkeyakinan dan beragama yang kian marak. Setelah lebih dari enam bulan pemerintahan Prabowo Subianto, kasus-kasus intoleransi semakin marak.

Sejauh ini, imbuh Halili, pemerintah pusat lebih banyak diam. Presiden, menteri agama, nenteri dalam negeri, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, dan kementerian/lembaga terkait tidak menunjukkan kepedulian dan keberpihakan pada korban. 

“Diamnya pemerintah dapat dibaca oleh kelompok intoleran sebagai ‘angin segar’ yang mendorong mereka untuk mengekspresikan intoleransi dan konservatisme keagamaan, bahkan dengan penggunaan kekerasan,” jelasnya. 

“Dalam konteks itu, intoleransi akan mengalami penjalaran dan merusak kohesi sosial, modal sosial, serta stabilitas sosial dalam tata kebinekaan Indonesia,” pungkas Halili. 

Diketahui, peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan kembali terjadi. Peribadatan jemaat Kristen Protestan di sebuah rumah doa di Padang Sarai, Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang pada Minggu (27/7) sore dibubarkan oleh sekelompok orang.

Dari video yang beredar pascaperistiwa, sejumlah pria melakukan perusakan dan intimidasi kepada jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugrah Padang yang mengikuti peribadatan di rumah doa tersebut. (P-4)