Sebelum Perundingan AS dan Rusia Digelar, Ukraina Tolak Serahkan Wilayahnya ke Rusia

Sebelum Perundingan AS dan Rusia Digelar, Ukraina Tolak Serahkan Wilayahnya ke Rusia



loading…

Ukraina tolak serahkan wilayahnya ke Rusia. Foto/X/

MOSKOW – Presiden Volodymyr Zelensky mengesampingkan kemungkinan Ukraina menyerahkan wilayahnya kepada Rusia. Dia menuntut negaranya untuk ikut serta dalam negosiasi dalam komentar yang disampaikan sebelum perundingan yang direncanakan antara para pemimpin Rusia dan Amerika Serikat.

Dalam sebuah video yang dibagikan di media sosial pada hari Sabtu, Zelensky mengatakan Ukraina siap untuk “keputusan nyata” yang dapat membawa “perdamaian yang bermartabat” tetapi menekankan bahwa tidak boleh ada pelanggaran konstitusi terkait masalah teritorial.

“Ukraina tidak akan menyerahkan tanah mereka kepada penjajah,” katanya, memperingatkan bahwa “keputusan tanpa Ukraina” tidak akan membawa perdamaian.

“Mereka tidak akan mencapai apa pun. Ini adalah keputusan yang lahir mati. Keputusan yang tidak bisa dilaksanakan. Dan kita semua membutuhkan perdamaian yang nyata dan sejati. Perdamaian yang akan dihormati rakyat,” tambah Zelensky, yang negaranya telah berjuang melawan invasi Rusia skala penuh sejak Februari 2022, dilansir Al Jazeera.

Komentarnya muncul beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan kesepakatan damai akan melibatkan “beberapa pertukaran wilayah” saat ia mengumumkan pertemuan pada hari Jumat dengan mitranya dari Rusia, Vladimir Putin, di negara bagian Alaska, AS, untuk membahas perang di Ukraina.

Puluhan ribu orang telah tewas sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, yang juga memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka.

Tiga putaran negosiasi antara Rusia dan Ukraina tahun ini gagal membuahkan hasil, dan masih belum jelas apakah pertemuan puncak akan membawa perdamaian lebih dekat.

Trump Jegal Negara-negara Pembeli Minyak Rusia, Risiko Perang Makin Besar?

Trump Jegal Negara-negara Pembeli Minyak Rusia, Risiko Perang Makin Besar?



loading…

AS mengancam akan mengenakan tarif tinggi bagi negara-negara pengimpor minyak dari Rusia. FOTO/VCO

WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menggunakan ancaman tarif sebagai instrumen kebijakan luar negeri, kali ini menargetkan negara-negara pembeli minyak Rusia. Langkah tersebut dilakukan untuk menekan Moskow agar segera menyetujui perdamaian di Ukraina.

Pemerintah AS telah mengambil langkah awal pada Rabu (7/8) dengan menggandakan tarif atas barang-barang dari India, dari 25 persen menjadi 50 persen. India diketahui menjadi salah satu pembeli utama minyak Rusia setelah sanksi Barat diberlakukan pasca invasi ke Ukraina.

Meski belum ada kesepakatan yang diteken dengan China, importir minyak Rusia terbesar, Gedung Putih menyatakan Trump kemungkinan akan mengumumkan sanksi tambahan terhadap negara-negara lain yang masih membeli minyak Rusia.

Ini bukan kali pertama Trump menggunakan tarif untuk mendorong agenda politik di luar perdagangan. Sebelumnya, ia pernah mengancam Brasil, Denmark, hingga Kanada terkait isu-isu seperti Greenland, fentanyl, dan mantan Presiden Jair Bolsonaro.

Kebijakan tarif sekunder ini diperkirakan akan memberikan tekanan ekonomi signifikan bagi Rusia, mengingat penjualan minyak merupakan salah satu sumber utama pembiayaan perang Presiden Vladimir Putin. Namun, kebijakan tersebut juga menyimpan risiko politik bagi Trump menjelang pemilu sela tahun depan.

5 Fakta Perjanjian Rudal Nuklir yang Ditinggalkan Rusia, Salah Satunya Perang Dingin Akan Pecah Lagi

5 Fakta Perjanjian Rudal Nuklir yang Ditinggalkan Rusia, Salah Satunya Perang Dingin Akan Pecah Lagi



loading…

Perjanjian rudal nuklir yang ditinggalkan Rusia akan memicu perang dingin. Foto/X/@rkmtimes

WASHINGTONRusia mengumumkan berhenti mematuhi perjanjian rudal nuklir yang telah berusia puluhan tahun dengan Amerika Serikat. Itu menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya perlombaan senjata ala Perang Dingin.

Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF), yang ditandatangani pada tahun 1987, telah memberlakukan moratorium pengerahan rudal jarak pendek dan menengah antara kekuatan militer terkemuka dunia.

Presiden AS Donald Trump menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2019, selama masa jabatan pertamanya. Rusia tetap menjadi bagian dari perjanjian tersebut hingga hari Senin. Rusia telah berjanji untuk tidak mengerahkan senjata semacam itu selama Washington tidak melakukannya – meskipun AS telah berulang kali menuduh Moskow melanggar pakta tersebut.

Langkah Rusia ini diambil beberapa hari setelah Trump memerintahkan penempatan ulang dua kapal selam nuklir sebagai tanggapan atas apa yang disebutnya “komentar mengancam” yang dilontarkan oleh mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia.

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintahan Trump telah meningkatkan tekanan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mengakhiri perang di Ukraina. Ia juga menargetkan India dengan tarif dan ancaman karena membeli minyak Rusia.

Sementara itu, utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dijadwalkan mengunjungi Moskow minggu ini sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia.

Jadi, mengapa Kremlin menarik diri dari perjanjian tersebut, dan apakah hal itu akan memengaruhi perjanjian pertahanan antara dua negara adidaya tersebut?

5 Fakta Perjanjian Rudal Nuklir yang Ditinggalkan Rusia, Salah Satunya Perang Dingin Akan Pecah Lagi

1. Perjanjian dari Zaman Uni Soviet

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev pada tahun 1987, yang mengakhiri kebuntuan perlombaan senjata Perang Dingin. Perjanjian ini melarang kepemilikan, produksi, atau uji coba rudal balistik dan jelajah yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan 500 hingga 5.500 km (311 hingga 3.418 mil).

Melansir Al Jazeera, lebih dari 2.600 rudal dari kedua belah pihak dihancurkan sebagai bagian dari perjanjian yang mencakup hulu ledak nuklir dan konvensional. Perjanjian ini tidak mencakup senjata yang diluncurkan dari udara atau laut.

2. Adanya Pergerakan Rudal AS di Berbagai Wilayah

Kementerian Luar Negeri Rusia pada hari Senin menyebut pergerakan platform rudal AS di Eropa, Filipina, dan Australia sebagai ancaman langsung terhadap keamanan Moskow.

“Karena situasi berkembang menuju pengerahan rudal jarak menengah dan pendek berbasis darat buatan AS di Eropa dan kawasan Asia-Pasifik, Kementerian Luar Negeri Rusia mencatat bahwa persyaratan untuk mempertahankan moratorium sepihak atas pengerahan senjata serupa telah hilang,” kata kementerian tersebut dalam pernyataannya.

Kementerian mengatakan bahwa Moskow akan mengakhiri moratorium untuk menjaga keseimbangan strategis dan melawan ancaman baru.

Medvedev, mantan presiden, mengatakan keputusan Rusia tersebut merupakan hasil dari “kebijakan anti-Rusia” negara-negara NATO.

“Ini adalah kenyataan baru yang harus diperhitungkan oleh semua lawan kita. Nantikan langkah-langkah selanjutnya,” tulisnya di X pada hari Senin.

Medvedev juga terlibat dalam perdebatan sengit di media sosial dengan Trump pekan lalu setelah presiden AS tersebut mengultimatum Rusia untuk mengakhiri perang dalam 10 hari.

Saling Serang antara Trump dan Pejabat Rusia Picu Ketegangan Baru


Saling Serang antara Trump dan Pejabat Rusia Picu Ketegangan Baru
Presiden AS Donald Trump.(Anadolu)

KETEGANGAN antara Amerika Serikat dan Rusia kembali meningkat dipicu oleh saling serang antara Presiden AS Donald Trump dan Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, di media sosial. 

Perselisihan yang semula hanya berupa perang kata-kata itu berubah menjadi konfrontasi serius setelah Trump memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir sebagai respons atas pernyataan Medvedev yang dianggap provokatif.

Selama beberapa hari terakhir, kedua tokoh tersebut terlibat adu sindiran tajam secara daring. Ketegangan personal antara pemimpin politik dari kedua negara kini menambah kompleksitas krisis geopolitik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda.

Medvedev mengecam ancaman Trump terkait sanksi baru terhadap Rusia serta menyindir kondisi ekonomi yang disebut Trump sebagai mati di Rusia dan India.

Dalam salah satu unggahannya di platform X, Medvedev menulis Trump kerap memainkan jurus ultimatum dan memperingatkan Rusia sebagai kekuatan besar yang tidak bisa dianggap enteng.

Trump merespons dengan menyebut Medvedev sebagai mantan presiden gagal Rusia yang merasa dirinya masih menjabat.

“Dia sebaiknya jaga ucapannya. Dia sedang memasuki wilayah yang sangat berbahaya,” kata Trump.

Medvedev bahkan menyebut sistem Dead Hand dalam unggahan di Telegram. Yang diucapkannya ialah sebuah sistem peluncuran otomatis senjata nuklir era Perang Dingin.

Hal itu ditanggapi sebagai ancaman terselubung. Merespons hal tersebut, Trump menuturkan dalam wawancaranya dengan Newsmax soal referensi Medvedev terhadap senjata nuklir membuatnya bertindak cepat.

“Ketika kamu menyebut kata nuklir, mata saya langsung terbuka dan saya berpikir, kita harus berhati-hati, karena ini adalah ancaman paling mematikan,” ujar Trump. 

Ia pun mengaku telah menginstruksikan penempatan dua kapal selam nuklir lebih dekat ke Rusia meski tanpa menjelaskan apakah kapal tersebut membawa senjata nuklir atau hanya berteknologi nuklir.

Washington dikenal menjaga kapal selam bersenjata nuklir sebagai bagian dari sistem pertahanan strategis nuclear triad, yang mencakup peluncuran dari darat, laut, dan udara. (AFP/I-1)

Rudal Rusia Tewaskan 16 Warga Ukraina, Zelensky Desak Sekutu Gulingkan Rezim Putin

Rudal Rusia Tewaskan 16 Warga Ukraina, Zelensky Desak Sekutu Gulingkan Rezim Putin



loading…

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky desak sekutu Barat-nya wujudkan perubahan rezim di Rusia setelah serangan rudal dan drone Moskow tewaskan 16 warga Ukraina. Foto/ZelenskyyUa

KYIV – Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendesak sekutu Barat-nya untuk mewujudkan penggulingan rezim Presiden Vladimir Putin di Rusia. Desakan ini disampaikan beberapa jam setelah serangan pesawat tak berawak dan rudal Rusia di Kyiv menewaskan 16 orang, termasuk seorang anak laki-laki berusia enam tahun.

Serangan Rusia pada Rabu malam hingga Kamis dini hari tersebut menghancurkan sebagian blok apartemen sembilan lantai di pinggiran barat Kyiv menjadi puing-puing dan melukai sedikitnya 150 orang di ibu kota.

Sementara itu, militer Rusia mengeklaim telah merebut Chasiv Yar, sebuah kota di lereng bukit yang strategis dan penting di Ukraina timur, tempat kedua belah pihak telah bertempur sengit selama berbulan-bulan.

Baca Juga: Perwira AU Ukraina Malah Jadi Mata-mata Rusia, Bocorkan Lokasi Jet Tempur F-16

Moskow telah meningkatkan serangan udara mematikannya di Ukraina dalam beberapa bulan terakhir, menolak tekanan Amerika Serikat untuk mengakhiri invasi yang telah berlangsung hampir tiga setengah tahun sementara pasukannya terus bergerak maju di medan perang.

Berbicara secara virtual di sebuah konferensi yang menandai 50 tahun penandatanganan Perjanjian Helsinki era Perang Dingin, Zelensky mengatakan dia yakin Rusia dapat “didorong” untuk menghentikan perang.

“Tetapi jika dunia tidak ingin mengubah rezim di Rusia, itu berarti bahkan setelah perang berakhir, Moskow akan tetap berusaha mengganggu stabilitas negara-negara tetangga,” ujarnya.

Dari Rabu malam hingga Kamis dini hari, Rusia menembakkan lebih dari 300 pesawat nirawak dan delapan rudal jelajah ke Ukraina, dengan Kyiv sebagai target utama, kata Angkatan Udara Ukraina.

Satu rudal merobek sebuah bangunan hunian sembilan lantai di bagian barat ibu kota, merobek fasadnya, kata pihak berwenang.

Para jurnalis AFP di lokasi kejadian melihat tim penyelamat menyisir gundukan beton pecah yang berasap, dan barang-barang milik warga berserakan di antara puing-puing.

Perang Kata-kata, Medvedev Peringatkan Trump Ngerinya Serangan Nuklir Kiamat Rusia

Perang Kata-kata, Medvedev Peringatkan Trump Ngerinya Serangan Nuklir Kiamat Rusia



loading…

Perang kata-kata, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev peringatkan Presiden AS Donald Trump tentang bahayanya serangan nuklir kiamat Rusia. Foto/Military

MOSKOW – Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev terlibat perang kata-kata dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump seiring memanasnya perseteruan kedua negara. Anak buah Presiden Vladimir Putin itu memperingatkan pemimpin Amerika bahwa Moskow memiliki kemampuan “serangan nuklir kiamat” sebagai pilihan terakhir.

Peringatan itu disampaikan setelah Trump meminta Medvedev untuk “berhati-hati dengan ucapannya”.

Trump, dalam sebuah unggahan di Truth Social miliknya pada Kamis dini hari, mengkritik tajam Medvedev, yang merupakan mantan presiden Rusia, setelah Medvedev mengatakan bahwa ancaman Trump untuk menjatuhkan hukuman tarif kepada Rusia dan para pembeli minyaknya adalah “permainan ultimatum” dan selangkah lebih dekat menuju perang antara Rusia dan Amerika Serikat.

Baca Juga: AS Kerahkan Bom Nuklir B61-12 ke Inggris usai Trump Ultimatum Putin

“Beri tahu Medvedev, mantan Presiden Rusia yang gagal, yang merasa dirinya masih Presiden, untuk berhati-hati dengan ucapannya. Dia memasuki wilayah yang sangat berbahaya!,” tulis Trump, dalam peringatan keduanya kepada anak buah Putin dalam beberapa pekan terakhir.

Pada 29 Juli, Trump mengatakan Rusia memiliki “10 hari dari hari ini” untuk menyetujui gencatan senjata di Ukraina atau akan dikenakan tarif, bersama dengan para pembeli minyaknya.

Pakar Kegempaan ITB Soroti Potensi Tsunami dan Sistem Peringatan Dini pada Gempa Rusia

Pakar Kegempaan ITB Soroti Potensi Tsunami dan Sistem Peringatan Dini pada Gempa Rusia


Pakar Kegempaan ITB Soroti Potensi Tsunami dan Sistem Peringatan Dini pada Gempa Rusia
Tangkapan layar titik gempa di pantai timur Rusia, Rabu (30/7/2025).(Dok USGS)

WILAYAH Kamchatka, Rusia, diguncang gempa besar pada Rabu (30/7). Gempa tersebut berada di zona seismic gap, wilayah yang pernah mengalami gempa besar secara historis, namun dalam kurun waktu lama tidak menunjukkan aktivitas signifikan.

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITB dan pakar kegempaan dari ITB, Prof. Irwan Meilano kemarin menjelaskan bahwa di wilayah bagian utara Kamchatka tersebut pernah mengalami gempa dengan magnitudo 9 pada 1950-an, dan bagian selatan magnitudo 8,1 pada 1960–1970-an. Namun demikian, Kamchatka dalam 80–100 tahun terakhir belum pernah mengalami gempa di atas magnitudo 8.

“Saya pernah melakukan studi langsung ke wilayah tersebut, bahwa Kamchatka dari segi tektonik mirip dengan kawasan pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, dan utara Halmahera di Indonesia. Artinya, potensi terjadinya gempa besar sangat mungkin terjadi,” ungkap Irwan.

Menurut Irwan, gempa utama yang terjadi tersebut diawali oleh gempa awal (foreshock) dengan magnitudo 7 yang terjadi lebih dari seminggu sebelumnya. Status foreshock baru dapat dipastikan jika kemudian diikuti oleh gempa utama.

“Setelah gempa utama, kita umumnya akan menghadapi gempa-gempa susulan (aftershock). Dalam beberapa kasus, gempa susulan justru bisa lebih besar, seperti yang terjadi di Lombok tahun 2018,” jelasnya.

Namun kata Irwan, jika mengikuti pola umum gempa susulan di Kamchatka diperkirakan akan memiliki magnitudo yang lebih kecil. Adapun Kamchatka merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk yang rendah sehingga diharapkan dampak kerusakan tidak signifikan. Meski demikian, potensi tsunami tetap menjadi perhatian.

Potensi Dampak ke Indonesia dan Asia Timur

“Dengan magnitudo mencapai 8,7, gempa ini berpotensi memicu guncangan kuat, khususnya di kawasan sekitar. Saya memperkirakan bahwa di bagian utara Hokkaido, Jepang, intensitas guncangan bisa mencapai skala 8 hingga 9 dalam skala intensitas gempa,” paparnya.

Irwan menambahkan, hal yang lebih dikhawatirkan adalah ancaman tsunami yang bisa menjalar jauh dari pusat gempa. Ia kini terus memantau informasi dan menjalin komunikasi dengan kolega di Jepang. 

Di pantai utara Tohoku, ketinggian tsunami sudah mencapai 60 cm, sementara di bagian selatan sekitar 40-50 cm. Berdasarkan kecepatan rambat gelombang tsunami, Irwan memperkirakan bahwa jika tsunami menjalar hingga ke wilayah Indonesia, gelombang tersebut bisa tiba dalam waktu 8-10 jam setelah gempa terjadi.

Jepang Jadi Contoh Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini

Menanggapi respons Jepang terhadap peristiwa ini, Irwan menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang telah dikembangkan negara tersebut. Jepang memberikan contoh baik dalam pengembangan sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami, yang tidak hanya berbasis pada model perhitungan, tetapi juga pada pengamatan langsung.

“Jepang memiliki sensor berdasarkan pressure yang bisa mendeteksi tsunami sebelum sampai ke garis pantai. Di pantai pun mereka memiliki sensor tambahan, misalnya berbasiskan pada pengamatan pasut, dan itu memberikan warning jauh lebih akurat bagi masyarakat di sekitar pesisir,” paparnya.

Irwan berharap sistem peringatan dini gempa dan tsunami di Jepang dapat menjadi model bagi Indonesia dalam memperkuat mitigasi bencana, khususnya di kawasan rawan gempa dan tsunami. (AN/E-4)

AS Akan Kenakan Tarif 25 Persen untuk India Akibat Perdagangan dengan Rusia

AS Akan Kenakan Tarif 25 Persen untuk India Akibat Perdagangan dengan Rusia


AS Akan Kenakan Tarif 25 Persen untuk India Akibat Perdagangan dengan Rusia
Presiden Donald Trump memberlakukan tarif sebesar 25% pada barang impor dari India, karena melakukan perdagangan dengan Rusia.(AFP)

PRESIDEN Donald Trump mengumumkan Amerika Serikat akan memberlakukan tarif sebesar 25% pada barang impor dari India, dengan alasan tarif tinggi yang diterapkan India serta pembelian minyak dan peralatan militer dari Rusia. Kebijakan ini, yang juga mencakup denda tambahan yang belum ditentukan, akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025, kecuali jika kesepakatan perdagangan baru tercapai.

Dalam unggahan di Truth Social, Trump menyebut India sebagai mitra, namun mengkritik tarifnya yang termasuk “tertinggi di dunia” dan kebijakan perdagangannya yang dianggap tidak adil. Ia juga mengecam hubungan ekonomi India dengan Rusia, menyatakan pembelian tersebut melemahkan upaya global untuk menekan Rusia terkait konflik di Ukraina.

India, mitra dagang utama AS dengan nilai perdagangan bilateral mencapai US$190 miliar pada 2024, sedang bernegosiasi dengan AS untuk menghindari tarif ini. AS mencatat defisit perdagangan sebesar US$45 miliar dengan India tahun lalu, yang menjadi perhatian Trump. Ia berulang kali menyebut India sebagai “raja tarif” dan mendorong akses pasar yang lebih baik untuk barang-barang Amerika.

Menteri Perdagangan India, Piyush Goyal, menyatakan optimisme untuk mencapai kesepakatan, menekankan komitmen India pada perjanjian yang “adil, seimbang, dan saling menguntungkan.” Sektor pertanian dan produk susu tetap menjadi hambatan utama, dengan India memprioritaskan perlindungan petani dan ketahanan pangan, sementara AS mengincar akses lebih besar ke pasar pertanian India yang luas.

Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, mencatat meskipun diskusi dengan India berlangsung konstruktif, kebijakan proteksionis India yang sudah lama diterapkan menjadi tantangan. Kedua negara menargetkan peningkatan perdagangan bilateral hingga US$500 miliar, tetapi isu-isu yang belum terselesaikan dapat memicu ketegangan perdagangan jika tidak ada kesepakatan hingga batas waktu.

Pemerintah India menyatakan sedang mengevaluasi dampak pernyataan Trump dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional, terutama bagi petani, pengusaha, dan usaha kecil. (BBC/Z-2)

2 Negara yang Terdampak Gempa Rusia, Salah Satunya Musuh Bebuyutan

2 Negara yang Terdampak Gempa Rusia, Salah Satunya Musuh Bebuyutan



loading…

Setidaknya dua negara terdampak gempa Rusia. Foto/X/@CeciTruman

MOSKOW – Gelombang tsunami menghantam sebagian wilayah Rusia , Jepang, dan Hawaii di Amerika Serikat setelah gempa bumi dahsyat di lepas pantai Rusia. Bahkan peringatan tsunami dikeluarkan untuk puluhan negara lain, termasuk Filipina dan Ekuador.

Gelombang yang berpotensi berbahaya diperkirakan akan terjadi di beberapa wilayah AS, sebagian besar wilayah pesisir Amerika Latin, dan sejumlah negara kepulauan di Asia dan Pasifik pada Rabu malam.

Gelombang setinggi 4 meter telah melanda wilayah Kamchatka Timur Jauh Rusia, kata Sergei Lebedev, menteri regional untuk situasi darurat, menyusul gempa berkekuatan 8,8 skala Richter, salah satu yang terbesar yang pernah tercatat.

Ketinggian gelombang tsunami di kota Severo-Kurilsk di Pasifik Rusia melebihi tiga meter (9,8 kaki), dan yang paling kuat mencapai lima meter (16,4 kaki), kantor berita Rusia RIA Novosti melaporkan pada hari Rabu, mengutip layanan darurat. Severo-Kurilsk, sebuah kota pelabuhan di wilayah Sakhalin di Kepulauan Kuril utara, terendam banjir, memaksa 2.000 penduduknya dievakuasi, kata Kementerian Darurat dan Bantuan Bencana Rusia.

Video yang diunggah di media sosial Rusia menunjukkan bangunan-bangunan di kota itu terendam air, sementara pihak berwenang mengumumkan keadaan darurat di seluruh Distrik Kuril Utara. Wali Kota Distrik, Alexander Ovsyannikov, mengatakan sudah cukup waktu untuk mengevakuasi semua orang di pulau-pulau terdampak. “Semua orang berada di zona aman tsunami,” ujarnya dalam rapat tanggap darurat.

2 Negara yang Terdampak Gempa Rusia, Salah Satunya Musuh Bebuyutan

1. Amerika Serikat

Pusat Peringatan Tsunami AS menyatakan gelombang setinggi 3 meter (9,8 kaki) dapat menghantam Ekuador dan Rusia, sementara gelombang setinggi 1 hingga 3 meter (3,3-9,8 kaki) mungkin terjadi di Hawaii, Chili, Peru, Kosta Rika, Jepang, dan beberapa pulau di Pasifik.

“Ini adalah zona subduksi yang berpotensi menimbulkan tsunami besar,” ujar Nathan Bangs, seorang profesor riset di Institut Geofisika Universitas Texas, kepada Al Jazeera. “Hal ini serupa dengan kondisi lain yang telah menghasilkan tsunami besar dalam beberapa tahun terakhir setelah gempa bumi, seperti Sumatra pada tahun 2004 dan Tohoku pada tahun 2011.”

Badan Meteorologi Nasional AS mengeluarkan “peringatan” tsunami untuk negara bagian Hawaii, Kepulauan Aleut Alaska, dan sebagian California, serta peringatan tsunami tingkat rendah untuk sebagian Washington dan Oregon, dengan gelombang diperkirakan tiba mulai sore hari pada hari Rabu.

Peringatan tsunami yang lebih ringan diberlakukan untuk seluruh Pantai Barat AS.

Departemen Manajemen Darurat Honolulu di Hawaii mendesak evakuasi penduduk dari beberapa wilayah pesisir.

Rusia Sendirian Melawan Seluruh Barat, Bagaimana Kondisi Ekonominya?

Rusia Sendirian Melawan Seluruh Barat, Bagaimana Kondisi Ekonominya?



loading…

Rusia saat ini sedang berjuang melawan Barat sendirian untuk pertama kalinya dalam sejarah dan harus mengandalkan kekuatannya sendiri. Foto/Dok

JAKARTARusia saat ini sedang berjuang melawan Barat sendirian untuk pertama kalinya dalam sejarah dan harus mengandalkan kekuatannya sendiri. Pernyataan ini dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov di forum bertajuk ‘Territory of Meanings’.

Saat ini Lavrov menyoroti lanskap geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dihadapi Rusia setelah eskalasi konflik Ukraina pada tahun 2022, yang menyebabkan ketegangan dengan Barat.

”Tugas utama adalah mengalahkan musuh. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Rusia berjuang sendirian melawan seluruh Barat. Dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II, kami memiliki sekutu. Sekarang kami tidak memiliki sekutu di medan perang. Jadi kami harus mengandalkan diri kami sendiri dan tidak mengizinkan adanya kelemahan,” katanya.

Baca Juga: Cadangan Internasional Rusia Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Masa Rp11.137 Triliun

Negara ini tidak memiliki pilihan lain selain mengandalkan dirinya sendiri, kata menteri luar negeri. Ditekankan juga oleh Lavrov bahwa Rusia tidak akan mundur dari tuntutan keamanan yang menyebabkan konflik Ukraina.

“Kami bersikeras pada apa yang merupakan tuntutan sah kami… tidak ada penarikan Ukraina ke dalam NATO, tidak ada perluasan NATO sama sekali. Itu sudah meluas hingga ke perbatasan kami, bertentangan dengan semua janji dan dokumen yang telah diadopsi,” katanya.

Ia juga menambahkan bahwa penyelesaian konflik juga harus mengakui realitas teritorial baru di lapangan. Lavrov juga menyamakan perilaku Barat dengan perilaku pengganggu anak-anak.