Trump Jegal Negara-negara Pembeli Minyak Rusia, Risiko Perang Makin Besar?

Trump Jegal Negara-negara Pembeli Minyak Rusia, Risiko Perang Makin Besar?



loading…

AS mengancam akan mengenakan tarif tinggi bagi negara-negara pengimpor minyak dari Rusia. FOTO/VCO

WASHINGTON – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menggunakan ancaman tarif sebagai instrumen kebijakan luar negeri, kali ini menargetkan negara-negara pembeli minyak Rusia. Langkah tersebut dilakukan untuk menekan Moskow agar segera menyetujui perdamaian di Ukraina.

Pemerintah AS telah mengambil langkah awal pada Rabu (7/8) dengan menggandakan tarif atas barang-barang dari India, dari 25 persen menjadi 50 persen. India diketahui menjadi salah satu pembeli utama minyak Rusia setelah sanksi Barat diberlakukan pasca invasi ke Ukraina.

Meski belum ada kesepakatan yang diteken dengan China, importir minyak Rusia terbesar, Gedung Putih menyatakan Trump kemungkinan akan mengumumkan sanksi tambahan terhadap negara-negara lain yang masih membeli minyak Rusia.

Ini bukan kali pertama Trump menggunakan tarif untuk mendorong agenda politik di luar perdagangan. Sebelumnya, ia pernah mengancam Brasil, Denmark, hingga Kanada terkait isu-isu seperti Greenland, fentanyl, dan mantan Presiden Jair Bolsonaro.

Kebijakan tarif sekunder ini diperkirakan akan memberikan tekanan ekonomi signifikan bagi Rusia, mengingat penjualan minyak merupakan salah satu sumber utama pembiayaan perang Presiden Vladimir Putin. Namun, kebijakan tersebut juga menyimpan risiko politik bagi Trump menjelang pemilu sela tahun depan.

Pemerintah Mesti Siapkan Mitigasi Risiko Gagal Bayar Pinjaman Kopdes

Pemerintah Mesti Siapkan Mitigasi Risiko Gagal Bayar Pinjaman Kopdes


Pemerintah Mesti Siapkan Mitigasi Risiko Gagal Bayar Pinjaman Kopdes
Ilustrasi: Pramuniaga melayani pembeli di Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Kotabumi, Kecamatan Purwakarta, Kota Cilegon, Banten.(ANTARA/Angga Budhiyanto)

PENELITI Center of Reform on Economic (CoRe) Indonesia Eliza Mardian menegaskan, pemerintah perlu menyiapkan mitigasi risiko gagal bayar Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang mengajukan plafon pinjaman ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

“Jadi kalau kopdes gagal bayar, enggak bisa bayar cicilan karena barang tidak ada, uangnya juga tidak ada akibat tata kelola yang buruk, ini harus ada mekanisme mitigasi untuk membayar cicilan ke Himbara agar tidak menambah NPL,” ucap Eliza saat dihubungi, Selasa (5/8).

Ia mengingatkan, apabila kopdes tidak dikelola dengan baik, hal tersebut akan berdampak terhadap dana desa yang menjadi opsi jaminan apabila kopdes mengalami gagal bayar.

“Ini salah satu strategi agar lebih bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan. Karena selama ini kalau uang dari pemerintah sering dipandang seperti bagi-bagi, sehingga pengelolaannnya kurang baik dan tidak berkelanjutan. Jadi makanya mindset-nya diubah, bahwa yang dipinjam ini harus bisa dipertanggungjawbkan,” beber Eliza.

Karena itu, ia mengingatkan agar perangkat desa dan masyarakat desa mesti bekerja sama untuk bisa menyukseskan Kopdes Merah Putih agar tidak mengalami gagal bayar.

“Penting sekali memilih SDM pengelola koperasi yang paham dan memiliki skill mumpuni untuk bisa mengembangkan sebuah bisnis. Jangan sampai SDM pengelola koperasi tidak tahu bagaimana model bisnis canvas itu dan bagaimana membuat business plan yang realistis dan profitable. Karena jika koperasi dikelola bukan orang yang passionate di bisnis dan hanya sekadar menjalankan tugas, yang terjadi adalah koperasi akan stuck, sulit berkembang,” ujarnya.

Selain dari sisi SDM, Eliza juga menekankan perlunya transparansi penggunaan dana serta pemilihan strategi bisnis untuk mencegah konflik kepentingan dan tindak korupsi. 

“Jadi anggota mesti bisa mengakses informasi terkait pengembangan koperasi tersebut. Dalam hal pendanaan, sebetulnya sebelum pinjam ke Himbara yang menjaminkan dana desa, sebaikya koperasi tersebut menggunakan dana dari anggota sembari berlatih untuk mengelola bisnisnya. Ketika nanti sudah relatif stabil dan bisa ekspansi lini bisnis, kopdes mulai bisa ambil pinjaman,” pungkasnya. (Fal/E-1)

6 Bahaya Menggunakan Game Bajakan Jangan Abaikan Risiko Ini


6 Bahaya Menggunakan Game Bajakan: Jangan Abaikan Risiko Ini!
Bahaya menggunakan game bajakan(Freepik)

Game bajakan adalah salinan tidak resmi dari permainan yang disebarkan tanpa izin dari pengembang atau penerbitnya. Biasanya, game jenis ini didistribusikan melalui situs ilegal, torrent, atau forum-forum gelap di internet.

Meskipun tampak seperti solusi hemat biaya, menggunakan game bajakan adalah tindakan ilegal yang bisa menimbulkan berbagai konsekuensi serius, baik dari segi keamanan maupun hukum.

1. Game Bajakan Bisa Membawa Malware Berbahaya

Salah satu bahaya terbesar dari game bajakan adalah potensi infeksi malware seperti:

  • Trojan
  • Ransomware
  • Spyware
  • Keylogger

Game yang telah dimodifikasi oleh pihak tidak bertanggung jawab sering disusupi program jahat. Akibatnya, komputer atau laptop kamu bisa dikendalikan dari jarak jauh, dikunci datanya, atau digunakan untuk mining kripto tanpa sepengetahuanmu.

2. Data Pribadi Bisa Dicuri

Game bajakan sering meminta akses tidak wajar, seperti:

  • Izin ke kamera dan mikrofon
  • Akses ke file sistem
  • Permintaan login palsu

Jika kamu tidak waspada, data pribadi seperti password, nomor rekening, bahkan identitas digital bisa dicuri dan disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggung jawab.

3. Risiko Hukum: Melanggar Hak Cipta

Tahukah kamu bahwa menggunakan dan menyebarkan game bajakan melanggar undang-undang hak cipta?

  • Di Indonesia, tindakan ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda besar. Selain itu, jika kamu bermain online menggunakan game bajakan, akunmu bisa terkena banned permanen oleh penyedia platform.

4. Tidak Bisa Update & Akses Fitur Online

Game bajakan tidak mendapatkan:

  • Pembaruan resmi dari developer
  • Perbaikan bug
  • Dukungan teknis
  • Fitur multiplayer atau online

Hal ini membuat pengalaman bermain jadi tidak maksimal, bahkan seringkali membuat game crash atau tidak bisa dimainkan sama sekali.

5. Kualitas Buruk & Potensi Kerusakan Sistem

Karena berasal dari sumber tidak resmi, game bajakan sering mengalami:

  • Bug yang parah
  • Lag dan performa buruk
  • Kompatibilitas rendah dengan sistem operasi terbaru
  • Potensi merusak file sistem Windows

Kamu bisa kehilangan data penting, bahkan harus menginstal ulang sistem jika terjadi kerusakan parah.

6. Merugikan Developer dan Industri Game

Setiap kali seseorang memainkan game bajakan, itu berarti pengembang kehilangan pemasukan.

Hal ini sangat berdampak bagi developer indie yang mengandalkan hasil penjualan untuk mengembangkan game baru. Jika praktik ini terus berlanjut, akan semakin sedikit game berkualitas yang dibuat.

Alternatif Legal untuk Menikmati Game Berkualitas

Daripada mengambil risiko, kamu bisa menikmati game secara legal dengan cara:

  • Membeli game saat promo di Steam, Epic Games Store, atau GOG
  • Mengunduh game gratis resmi seperti Fortnite, Valorant, atau Warframe
  • Menjelajahi koleksi Humble Bundle atau itch.io yang menawarkan game murah berkualitas

Menggunakan game bajakan memang terlihat menguntungkan secara finansial, tapi risikonya sangat besar:

  • Komputer bisa terinfeksi malware
  • Data pribadi rentan dicuri
  • Bisa terjerat hukum
  • Tidak bisa menikmati fitur online
  • Merugikan developer

Mulai sekarang, bijaklah dalam memilih sumber game. Dukung developer dan mainkan game secara legal agar industri kreatif tetap tumbuh dan kamu pun bermain dengan aman dan nyaman. (Z-10)

Sumber: 

  • https://boredgiant.com/2025/03/25/perils-of-pirated-software-and-games
  • https://ggtalks.com/the-harmful-effects-of-video-game-piracy
  • https://www.epicgames.com

Anggap Risiko Rokok Elektrik Lebih Rendah, Peneliti BRIN Kritik Regulasi Rokok

Anggap Risiko Rokok Elektrik Lebih Rendah, Peneliti BRIN Kritik Regulasi Rokok


Anggap Risiko Rokok Elektrik Lebih Rendah, Peneliti BRIN Kritik Regulasi Rokok
Ilustrasi(Dok Freepik)

PENELITI Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Prasetya, menekankan perlunya regulasi berbasis risiko dalam mengatur produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product/HTP).

Menurut Bambang, hasil kajian BRIN menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki profil risiko kesehatan yang berbeda dari rokok konvensional.

“Rokok konvensional dibakar dan menghasilkan tar serta senyawa kimia. Sementara produk alternatif tidak melalui pembakaran, sehingga kadar tarnya sangat rendah atau hampir nol,” jelasnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Rabu (30/7).

Bambang menjelaskan bahwa produk-produk ini pada dasarnya mengandung nikotin, yang secara kimiawi serupa dengan kafein pada kopi atau teh.

“Nikotin bukan satu-satunya sumber bahaya. Justru zat berbahaya banyak muncul dari proses pembakaran tembakau konvensional,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, kajian BRIN dilakukan melalui literature review serta uji laboratorium terhadap sampel produk yang beredar di Indonesia. Penelitian ini melibatkan laboratorium independen untuk memastikan hasilnya objektif dan kredibel. Beberapa hasilnya kini sedang dalam proses publikasi di jurnal ilmiah bereputasi.

Selain aspek kesehatan, Bambang juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek ekonomi. Industri hasil tembakau, menurutnya, menyumbang lebih dari Rp300 triliun per tahun dalam bentuk cukai dan pajak, serta menyerap jutaan tenaga kerja, terutama di sektor pertanian dan manufaktur.

Terkait regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah dibahas di Jakarta, termasuk larangan merokok di tempat hiburan, Bambang berharap ada perlakuan yang adil.

“Produk yang tidak menghasilkan tar seharusnya tidak disamakan dengan yang menghasilkan tar dalam penerapan larangan maupun tarif cukai. Regulasi sebaiknya berbasis risiko, bukan disamaratakan,” ujarnya.

Jumlah perokok yang tinggi di Indonesia masih menjadi persoalan serius yang belum berhasil ditangani pemerintah. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 70 juta perokok aktif, dan angkanya terus bertambah. Upaya seperti pembatasan penjualan rokok, peringatan pada kemasan, serta kenaikan tarif cukai belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam menekan jumlah perokok aktif.

Pemerintah, sambung dia, perlu mempertimbangkan pendekatan kebijakan yang lebih inovatif untuk mengatasi dampak buruk dari tingginya konsumsi rokok. Dalam konteks ini, hasil riset terbaru dari BRIN bisa menjadi opsi solusi, yakni dengan mendorong perokok beralih ke produk alternatif yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah. (E-4)