Terbit Regulasi Baru, Ini Syarat Ikut Seleksi Pimpinan dan Anggota Baznas

Terbit Regulasi Baru, Ini Syarat Ikut Seleksi Pimpinan dan Anggota Baznas



loading…

Terbit Regulasi Baru, Ini Syarat Ikut Seleksi Pimpinan dan Anggota Baznas/Kemenag

Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 10 Tahun 2025 tentang pembentukan tim dan tata cara seleksi calon anggota Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dari pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menjelaskan, regulasi ini bertujuan memastikan proses rekrutmen berjalan transparan, akuntabel, dan menghasilkan pengurus profesional.

“Calon anggota dari unsur ulama diusulkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) atau organisasi kemasyarakatan Islam. Tenaga profesional diusulkan oleh asosiasi profesi atau perguruan tinggi keagamaan Islam, sedangkan tokoh masyarakat Islam diusulkan oleh ormas Islam,” ujarnya di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Baznas pusat terdiri atas 11 anggota, delapan di antaranya dari unsur masyarakat dan tiga dari unsur pemerintah. Unsur pemerintah berasal dari Kemenag, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan. Sementara Baznas provinsi dan kabupaten/kota masing-masing terdiri atas 5 pimpinan. Menurut Abu, ketentuan ini menjaga keseimbangan peran negara dan partisipasi masyarakat.

Baca Juga: Zikir dan Doa Setelah Salat Tahajud Beserta Urutannya

Syarat calon anggota antara lain berusia minimal 40 tahun, berpendidikan sarjana (kecuali di tingkat kabupaten/kota, minimal tamat SMA sederajat), beragama Islam, sehat jasmani dan rohani, tidak menjadi anggota partai politik, memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat, serta bersedia bekerja penuh waktu. “Pendaftar juga harus bersedia melepaskan jabatan di pemerintahan atau BUMN/BUMD jika terpilih, dan memiliki visi, misi, serta program kerja yang jelas,” tegas Abu.

Tim seleksi anggota BAZNAS pusat berjumlah sembilan orang, terdiri atas lima orang dari Kemenag, satu orang dari Kementerian PANRB, dan tiga orang dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, atau tenaga profesional. Tim ini dibentuk dan ditetapkan langsung oleh Menteri Agama.

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Waryono Abdul Ghafur, menyampaikan, mekanisme seleksi di daerah mengikuti prosedur BAZNAS pusat. Hasil seleksi tersebut, lanjutnya, diserahkan kepada kepala daerah berupa sepuluh nama calon pimpinan yang dilengkapi dengan nilai seleksi dan riwayat hidup.

“Mekanisme seleksi di daerah mengacu pada prosedur BAZNAS pusat. Hasil seleksi diserahkan kepada kepala daerah dalam bentuk sepuluh nama calon pimpinan lengkap dengan nilai seleksi dan riwayat hidup,” jelas Waryono.

Baca Juga: 4 Amalan Sebelum Tidur Sesuai Sunnah Rasulullah SAW, Ada Apa?

Tahapan seleksi meliputi pengumuman pendaftaran, pendaftaran tertulis, seleksi administrasi, seleksi kompetensi, pengumuman hasil, dan penyampaian hasil kepada Menteri Agama di tingkat pusat, gubernur di tingkat provinsi, serta bupati atau wali kota di tingkat kabupaten/kota. Seleksi kompetensi mencakup tes pengetahuan dasar, penulisan makalah, dan wawancara. Materinya meliputi fikih zakat, kebijakan pengelolaan zakat, wawasan kebangsaan, serta moderasi beragama.

Pada level provinsi, gubernur membentuk tim seleksi beranggotakan lima orang, terdiri atas dua orang dari pemerintah daerah, dua orang dari Kanwil Kemenag provinsi, dan satu orang dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, atau tenaga profesional. Di tingkat kabupaten/kota, bupati atau wali kota membentuk tim seleksi beranggotakan tiga orang, meliputi satu orang dari pemerintah daerah, satu dari Kankemenag setempat, dan satu dari unsur tokoh agama, tokoh masyarakat, atau tenaga profesional.

Ia menegaskan, PMA 10/2025 menjadi panduan teknis seragam di seluruh Indonesia. “Dengan demikian, proses seleksi BAZNAS di semua tingkatan dapat berjalan efektif, terukur, dan mendukung optimalisasi pengelolaan zakat nasional,” tandasnya.

(aww)

Celios Industri Pinjaman Daring Butuh Regulasi yang Prudent

Celios Industri Pinjaman Daring Butuh Regulasi yang Prudent


Celios: Industri Pinjaman Daring Butuh Regulasi yang Prudent
Industri pindar masih menghadapi tantangan serius akibat maraknya pindar ilegal, praktik joki, dan komunitas gagal bayar yang berpotensi mengganggu keberlanjutan ekosistem pindar.(Dok. Celios)

DALAM beberapa tahun terakhir, industri pinjaman daring (pindar) tumbuh pesat dan memberikan kontribusi signifikan bagi sektor keuangan nasional melalui penerapan regulasi yang inklusif. Dalam menjaga momentum perkembangan ekosistem industri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini meregulasi pindar dengan mengatur ketentuan terkait dengan manfaat ekonomi yang diperoleh lender dan borrower.

Meskipun demikian, industri pindar masih menghadapi tantangan serius akibat maraknya pindar ilegal, praktik joki, dan komunitas gagal bayar yang berpotensi mengganggu keberlanjutan ekosistem pindar.

Platform pindar sendiri beroperasi sebagai two-sided market yang menghubungkan borrower dan lender dengan kebutuhan berbeda. 

“Agar sistem ini berjalan optimal, diperlukan keseimbangan insentif antara kedua pihak. Suku bunga yang terjangkau dapat menarik peminjam karena menawarkan cicilan yang terukur, namun bunga juga harus proporsional untuk mencerminkan risiko kredit agar lender memperoleh imbal hasil yang layak,” papar Rani Septyarini, Peneliti Ekonomi Digital Celios.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan keberlanjutan operasional platform dan kepastian bagi lender saat menetapkan suku bunga. “Jika

bunga terlalu rendah, bukan hanya keuntungan lender yang tergerus, tetapi juga kelangsungan platform terancam, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan likuiditas dan terbatasnya akses kredit bagi masyarakat.” 

Rani mengingatkan bahwa dalam situasi seperti itu, konsumen berisiko kembali terjebak pada praktik predatory lending seperti pindar ilegal. Oleh karena itu, penentuan bunga harus dilakukan secara hati-hati, cukup terjangkau untuk melindungi peminjam, namun tetap menarik bagi lender, dan memungkinkan platform menjaga keberlanjutan ekosistem P2P lending.

Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Celios, menambahkan, pinjaman daring memberikan manfaat besar bagi borrower, terutama dalam memperluas akses keuangan bagi kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau oleh sistem perbankan formal.

“Banyak pelaku UMKM dan masyarakat umum kesulitan mendapatkan pembiayaan karena prosedur perbankan yang rumit dan kebutuhan agunan. Pindar hadir dengan proses yang cepat, tanpa perlu jaminan, dan berbasis aplikasi, sehingga lebih mudah dijangkau,” jelasnya. 

Huda juga menekankan bahwa tren masyarakat yang sebelumnya mengandalkan pinjaman dari kerabat kini mulai beralih ke platform digital karena kemudahan dan fleksibilitasnya.

Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa bagi lender, terutama investor individu maupun institusi, pindar menjadi instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan instrumen konvensional seperti deposito atau surat berharga negara.

“Tingkat pengembalian investasi di platform pindar bisa mencapai 15%–20% per tahun, jauh lebih menarik dibandingkan rata-rata suku bunga deposito. Tidak heran jika jumlah rekening lender terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujarnya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa imbal hasil yang tinggi diikuti oleh risiko gagal bayar yang besar, sehingga regulasi dan transparansi tetap menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan investor terhadap industri ini.

Dyah Ayu, Peneliti Ekonomi Celios, menambahkan, regulasi yang lebih hati-hati dalam menetapkan suku bunga akan menjaga keberlanjutan sektor P2P lending, sambil tetap memperhatikan keseimbangan antara perlindungan bagi konsumen dan daya tarik bagi investor. 

“Diharapkan ada penetapan suku bunga berbasiskan risiko yang adil bagi lender dan borrower, serta memastikan kepastian dan transparansi suku bunga bagi platform melalui evaluasi berkala,” ujarnya.

Dyah mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah komprehensif yang menjamin keberlanjutan ekosistem pindar dengan memitigasi risiko di sisi lender dan platform. Misalnya, melalui penguatan Pokja Pinjaman Daring dalam pemberantasan pindar ilegal, menangani isu gagal bayar (galbay) dengan membuat pedoman, serta mencegah fraud dari kehadiran komunitas maupun joki galbay. 

“Dengan demikian, industri pindar dapat tumbuh sehat, lender percaya, platform berinovasi, dan borrower terhindar dari praktik

pinjaman yang merugikan,” tambahnya.

Selain itu, di balik potensi besar yang ditawarkan oleh pinjaman daring, perlu adanya perhatian khusus terhadap literasi keuangan di masyarakat. “Peningkatan literasi keuangan menjadi kunci agar konsumen dapat membuat keputusan finansial yang lebih baik dan mengurangi risiko terjebak dalam utang yang berlebihan,” ujar Dyah. 

Ia menekankan pentingnya edukasi yang berkelanjutan mengenai hak dan kewajiban dalam berpinjam, yang akan membantu mengurangi potensi penyalahgunaan layanan pinjaman daring oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (E-1)

Ferry Paulus Tanggapi Desakan Bukti FIFA, Ungkap 3 Kategori Regulasi Suporter Tandang Ditolak

Ferry Paulus Tanggapi Desakan Bukti FIFA, Ungkap 3 Kategori Regulasi Suporter Tandang Ditolak



loading…

Publik sepak bola Indonesia masih bertanya-tanya mengenai nasib regulasi larangan suporter tandang yang kembali diterapkan di Super League 2025-2026 / Foto: FIFA

Publik sepak bola Indonesia masih bertanya-tanya mengenai nasib regulasi larangan suporter tandang yang kembali diterapkan di Super League 2025-2026. Menanggapi desakan publik yang menuntut bukti tertulis dari FIFA terkait penolakan regulasi tersebut, Direktur Utama I.League, Ferry Paulus, memberikan penjelasan terperinci.

Menurut Ferry Paulus, penolakan FIFA bersifat implisit dan berdasar pada catatan minor yang terjadi di akhir musim lalu. “Sebenarnya secara implisit kan sudah jelas. Pada waktu pasca Kanjuruhan, FIFA hadir, kemudian memberikan beberapa guidance untuk melakukan perbaikan-perbaikan,” ujar Ferry, kemarin.

“Kalau melihat beberapa kasus di penghujung pertandingan di musim lalu, itu yang menjadi catatan penting.”

Baca Juga: Sassuolo, Jay Idzes, dan Dukungan Fans Indonesia

Ferry Paulus mengungkapkan, sebelumnya I.League sempat optimistis bahwa larangan suporter tandang bisa dicabut. Mereka bahkan telah menyusun draf regulasi yang membagi kategori rivalitas suporter. Namun, catatan buruk di akhir musim 2024-2025 membuat rencana tersebut urung terlaksana.

Anggap Risiko Rokok Elektrik Lebih Rendah, Peneliti BRIN Kritik Regulasi Rokok

Anggap Risiko Rokok Elektrik Lebih Rendah, Peneliti BRIN Kritik Regulasi Rokok


Anggap Risiko Rokok Elektrik Lebih Rendah, Peneliti BRIN Kritik Regulasi Rokok
Ilustrasi(Dok Freepik)

PENELITI Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Prasetya, menekankan perlunya regulasi berbasis risiko dalam mengatur produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik (vape) dan produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product/HTP).

Menurut Bambang, hasil kajian BRIN menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki profil risiko kesehatan yang berbeda dari rokok konvensional.

“Rokok konvensional dibakar dan menghasilkan tar serta senyawa kimia. Sementara produk alternatif tidak melalui pembakaran, sehingga kadar tarnya sangat rendah atau hampir nol,” jelasnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Rabu (30/7).

Bambang menjelaskan bahwa produk-produk ini pada dasarnya mengandung nikotin, yang secara kimiawi serupa dengan kafein pada kopi atau teh.

“Nikotin bukan satu-satunya sumber bahaya. Justru zat berbahaya banyak muncul dari proses pembakaran tembakau konvensional,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, kajian BRIN dilakukan melalui literature review serta uji laboratorium terhadap sampel produk yang beredar di Indonesia. Penelitian ini melibatkan laboratorium independen untuk memastikan hasilnya objektif dan kredibel. Beberapa hasilnya kini sedang dalam proses publikasi di jurnal ilmiah bereputasi.

Selain aspek kesehatan, Bambang juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek ekonomi. Industri hasil tembakau, menurutnya, menyumbang lebih dari Rp300 triliun per tahun dalam bentuk cukai dan pajak, serta menyerap jutaan tenaga kerja, terutama di sektor pertanian dan manufaktur.

Terkait regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah dibahas di Jakarta, termasuk larangan merokok di tempat hiburan, Bambang berharap ada perlakuan yang adil.

“Produk yang tidak menghasilkan tar seharusnya tidak disamakan dengan yang menghasilkan tar dalam penerapan larangan maupun tarif cukai. Regulasi sebaiknya berbasis risiko, bukan disamaratakan,” ujarnya.

Jumlah perokok yang tinggi di Indonesia masih menjadi persoalan serius yang belum berhasil ditangani pemerintah. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 70 juta perokok aktif, dan angkanya terus bertambah. Upaya seperti pembatasan penjualan rokok, peringatan pada kemasan, serta kenaikan tarif cukai belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam menekan jumlah perokok aktif.

Pemerintah, sambung dia, perlu mempertimbangkan pendekatan kebijakan yang lebih inovatif untuk mengatasi dampak buruk dari tingginya konsumsi rokok. Dalam konteks ini, hasil riset terbaru dari BRIN bisa menjadi opsi solusi, yakni dengan mendorong perokok beralih ke produk alternatif yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah. (E-4)