Telkom Gerakkan 50 Karyawan sebagai Relawan untuk Pelestarian Lamun di Pulau Pari

Telkom Gerakkan 50 Karyawan sebagai Relawan untuk Pelestarian Lamun di Pulau Pari



loading…

Kegiatan Employee Volunteering pada program CONNECT-IN: Langkah Konservasi Telkom untuk Indonesia Lestari yang dilaksanakan pada 9-10 Agustus 2025 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom) kembali menunjukkan komitmennya dalam pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat melalui pelaksanaan Employee Volunteering program CONNECT-IN: Langkah Konservasi Telkom untuk Indonesia Lestari. Program ini dilaksanakan pada 9-10 Agustus 2025 di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, dan melibatkan 50 karyawan Telkom dari berbagai unit kerja. Program ini merupakan bagian dari rangkaian Telkom Employee Voluntrip Day yang bertujuan mewujudkan kontribusi nyata perusahaan terhadap pelestarian lingkungan pesisir dan peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal melalui kegiatan konservasi dan edukasi.

Pulau Pari dipilih sebagai lokasi karena menjadi representasi tantangan lingkungan yang nyata, seperti penurunan luas ekosistem lamun secara signifikan dan meningkatnya volume sampah laut. Menurut studi yang dilakukan oleh MAPID, menunjukkan bahwa sejak tahun 1994 hingga 2014, luas padang lamun menyusut dari 239,56 hektar menjadi 122,93 hektar. Bahkan pada 2024, hanya tersisa 2.357 km2 , jauh menurun dari 3.782km2 pada 2020. Di sisi lain, bobot sampah laut yang mendarat di Pulau Pari bisa mencapai hingga 1 ton per hari, menyebabkan keruhnya perairan dan kerusakan ekosistem laut.

Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh relawan dalam program ini meliputi Konservasi Lamun, EduShare, Telkom Nutricare, STEAM for Kids, Green Earth Movement, dan Waste Management. Kegiatan yang dirancang untuk memberikan dampak sosial dan ekologis yang nyata bagi masyarakat Pulau Pari. Edukasi yang dibawakan dengan pendekatan langsung dan aplikatif ini bertujuan untuk menanamkan kesadaran menjaga lingkungan sejak dini.

Melihat kegiatan ini, Ketua Telkom Connect Damar Satrio Yudanto mengatakan, “Dari kegiatan ini, saya benar-benar merasakan energi kolaboratif dari teman-teman relawan yang tidak hanya hadir, tapi juga terlibat. Penanaman lamun yang kami lakukan dapat membawa pemahaman baru bagi kami semua, bahwa lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Juga memberikan semangat kepada anak-anak Pulau Pari dengan antusias belajar, aktif berdiskusi, dan itu jadi pengingat bahwa edukasi dan konservasi bisa berjalan beriringan.”

Kegiatan ini tidak hanya menjadi momen kolaboratif antar relawan, tetapi juga menjadi ruang reflektif bagi para peserta untuk memahami bahwa kontribusi terhadap lingkungan bisa dimulai dari tindakan sederhana namun berdampak. Seperti berinteraksi dengan masyarakat setempat, terutama anak-anak, membuka perspektif baru mengenai pentingnya edukasi dan keberlanjutan. Antusiasme warga dan siswa yang terlibat menunjukkan bahwa upaya kecil yang konsisten mampu menumbuhkan kesadaran kolektif terhadap pentingnya menjaga lingkungan.

10 Pusaran Gelap Tertangkap Foto Satelit di Atas Pulau Vulkanik di Samudra Hindia

10 Pusaran Gelap Tertangkap Foto Satelit di Atas Pulau Vulkanik di Samudra Hindia


10 Pusaran Gelap Tertangkap Foto Satelit di Atas Pulau Vulkanik di Samudra Hindia
Foto satelit menampilkan pemandangan 10 “pusaran gelap” yang berputar di atas sebuah pulau vulkanik tak berpenghuni di Samudra Hindia.(NASA)

SEBUAH foto satelit menampilkan pemandangan menakjubkan berupa 10 “pusaran gelap” yang berputar di atas sebuah pulau vulkanik tak berpenghuni di Samudra Hindia. Fenomena ini dikenal sebagai von Kármán vortices, namun bentuknya kali ini terlihat jauh lebih tegas dan terdistorsi dibandingkan contoh biasanya.

Pusaran tersebut muncul di sekitar Pulau Heard. Pulau yang berada di wilayah teritori Australia yang terletak sekitar 1.500 kilometer di utara Antartika. Pulau yang tertutup awan ini memiliki luas sekitar 368 kilometer persegi, dengan puncak tertinggi berupa Gunung Mawson, gunung berapi aktif setinggi 2.700 meter yang menjadi pusat pembentukan pusaran.

Menurut NASA Earth Observatory, rata-rata diameter pusaran mencapai 13 kilometer, dan sedikit mengecil seiring bergerak menjauh dari pulau. Awalnya, deretan pusaran bergerak ke arah timur laut, sebelum kemudian melengkung hampir 90 derajat di tengah jalurnya. Perubahan arah ini kemungkinan dipicu oleh hembusan angin barat yang sangat kencang yang kerap melintas di wilayah ini dengan kecepatan lebih dari 80 km/jam.

Fenomena von Kármán vortices terjadi ketika angin kencang bertemu dengan halangan seperti gunung atau pulau, sehingga mengganggu aliran udara dan menciptakan barisan pusaran berputar secara bergantian. Biasanya, pusaran ini membentuk jejak awan tipis yang memanjang lurus, seperti yang pernah terlihat di lepas pantai Atlantik Afrika pada 2015 atau di atas Pulau Guadalupe, Meksiko, pada 2012.

Namun kali ini, alih-alih jejak awan tipis, terbentuklah deretan lubang pekat di tengah awan. Para ilmuwan menduga hal ini disebabkan lapisan awan yang sangat tebal, sehingga hanya bagian inti pusaran yang mampu menembusnya.

Pulau Heard sendiri jarang menghasilkan von Kármán vortices karena puncaknya relatif kecil dibandingkan lokasi lain yang sering mengalami fenomena serupa. Meski begitu, formasi pusaran awan yang lebih “tradisional” juga pernah terekam di kawasan ini, seperti pada November 2015. (Space/Z-2)

60 Spesies Baru Ditemukan di Bawah Laut Pulau Paskah

60 Spesies Baru Ditemukan di Bawah Laut Pulau Paskah



loading…

60 Spesies Baru Ditemukan di Bawah Laut. FOTO/ IFL SCIENCE

LIMAPegunungan bawah laut di lepas pantai Pulau Paskah ditemukan menjadi rumah bagi makhluk-makhluk yang belum diketahui oleh sains.

BACA JUGA – Spesies Baru Tupai Pemakan Daging Ditemukan

Sulit untuk memahami bahwa 80 persen lautan Bumi belum pernah dipetakan, dieksplorasi, atau bahkan dilihat oleh manusia.

Namun, para ilmuwan terus-menerus menemukan bentuk kehidupan baru di bawah gelombang.

Kini terungkap bahwa pegunungan bawah laut di lepas pantai Pulau Paskah (Rapa Nui) adalah rumah bagi beragam spesies yang “menakjubkan”, puluhan di antaranya benar-benar baru bagi ilmu pengetahuan.

Para peneliti di Schmidt Ocean Institute melakukan perjalanan ke gunung laut Salas y Gómez Ridge, di lepas pantai Chili , tempat mereka menemukan 160 spesies yang belum pernah terlihat di wilayah tersebut sebelumnya, termasuk sedikitnya 50 spesies yang bahkan tidak diketahui keberadaannya.

Saat menyisir Ridge, area terpencil dan belum dieksplorasi yang membentang dari lepas pantai Chili hingga Rapa Nui, mereka menemukan karang laut dalam, spons kaca, bulu babi, cumi-cumi, ikan, moluska, kepiting, bintang laut, lobster jongkok, dan spesies lain yang belum pernah diamati sebelumnya.

“Kami telah menemukan antara 50 dan 60 spesies yang berpotensi baru pada pandangan pertama, jumlah yang kemungkinan akan bertambah karena kami memiliki banyak sampel untuk dikerjakan di laboratorium,” Ariadna Mechó, dari Barcelona Supercomputing Center, yang merupakan bagian dari ekspedisi tersebut, mengumumkan pada konferensi kelautan UNESCO minggu lalu.