Kontributor iNews Media Group, Manik Priyo Prabowo (38), menjadi korban pembacokan oleh dua orang tak dikenal (OTK) di kawasan Grobogan, Jawa Tengah. Foto/Ist
GROBOGAN – Kontributor iNews Media Group, Manik Priyo Prabowo (38), menjadi korban pembacokan oleh dua orang tak dikenal (OTK) di kawasan Grobogan, Jawa Tengah. Peristiwa itu terjadi pada Jumat (15/8/2025) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, saat Manik baru meninggalkan sebuah kedai di Desa Tanggungharjo.
Atas kejadian kekerasan terhadap wartawan tersebut, Polsek Tanggungharjo bersama Sat Reskrim Polres Grobogan langsung melakukan penyelidikan. Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Agung Joko Haryono, memastikan pihaknya serius menangani kasus ini. Polisi juga sudah meminta keterangan langsung dari korban.
Baca juga: Aksi Solidaritas Jurnalis Kalimantan Selatan untuk Juwita
“Kami sedang mendalami kasus tersebut. Tim juga sudah memeriksa lokasi kejadian,” ujarnya.
Korban mengaku dipepet dua pria berboncengan sepeda motor matic. Tanpa basa-basi, salah satu pelaku langsung membacok kepalanya dua kali, lalu menendangnya hingga terjatuh dari sepeda motor.
Renungan Suci dan Ziarah Nasional akan digelar di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, malam ini. Foto/SindoNews
JAKARTA – Renungan Suci dan Ziarah Nasional akan digelar di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, malam ini. Kegiatan tersebut dalam rangka perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.
“Renungan Suci dan Ziarah Nasional dalam rangka HUT ke-80 Kemerdekaan RI,” tulis TMC Polda Metro Jaya dalam akun Instagramnya @tmcpoldametro.
Adapun dalam keterangannya, kegiatan tersebut akan dimulai sejak pukul 21.00 sampai dengan selesai. Oleh karena itu, Ditlantas Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat yang berencana melewati jalan di sekitar TMP Kalibata untuk mencari jalur alternatif lain guna mengantisipasi kepadatan lalu lintas di sekitar lokasi.
Baca juga: Sejarah TMP Kalibata, Tempat Peristirahatan Terakhir Para Pahlawan dan Tokoh Nasional
“Diimbau kepada pengguna jalan di sekitar TMP Kalibata agar menggunakan jalur alternatif dan ikuti arahan serta petunjuk petugas di lapangan demi kelancaran arus lalu lintas bersama,” bunyi keterangan tertulis.
Wali Kota Washington DC, Muriel Bowser, mengkritik keputusan Presiden Donald Trump ambil alih kepolisian dan pengerahan Garda Nasional. (Media Sosial X)
WALI Kota Washington DC, Muriel Bowser, mengkritik keputusan Presiden Donald Trump yang menempatkan Kepolisian DC di bawah kendali federal dan mengerahkan Garda Nasional. Ia menyebut langkah itu “mengusik dan belum pernah terjadi sebelumnya,” namun mencoba menjaga nada diplomatis dalam konferensi pers.
Bowser dan Kepala Polisi DC, Pamela Smith, disebut tidak mengetahui rencana ini sebelum diumumkan Trump. Menurut Bowser, pandangan Trump kemungkinan dipengaruhi pengalamannya pada masa pandemi covid-19 ketika tingkat kejahatan melonjak, meski kini data menunjukkan tren menurun.
Sekitar 800 personel militer akan diaktifkan, dengan 100–200 di antaranya bertugas mendukung kepolisian setiap saat, terutama di bidang administrasi, logistik, dan patroli. Seorang pejabat Angkatan Darat memastikan pasukan tidak akan membawa senapan secara terbuka, dan semua aparat federal akan mengenakan seragam atau tanda pengenal jelas.
Baca juga : Trump Kerahkan Garda Nasional dan Ambil Alih Kepolisian Washington DC
Respons terhadap langkah ini terbelah. Ketua Serikat Polisi DC, Greggory Pemberton, mendukung keputusan Trump dengan alasan perlunya tindakan terhadap kriminalitas. Sebaliknya, Asosiasi Wali Kota Partai Demokrat menyebutnya sebagai “pertunjukan politik.”
Penyalahgunaan Kekuasaan
Wali Kota Los Angeles, Karen Bass, juga mengecam kebijakan tersebut, menyebutnya sebagai “penyalahgunaan kekuasaan presiden.” Menurutnya, rasa aman warga harus dijawab dengan kebijakan yang tepat, bukan pengerahan militer.
“Jika data menunjukkan kejahatan menurun, mengapa mengerahkan tentara hanya karena orang merasa takut? Itu bukan caranya,” kata Bass kepada CNN, seraya menilai langkah itu lebih mirip “stunt politik” dibanding solusi nyata. (CNN/Z-2)
Polisi London tangkap 474 demonstran pembela kelompok Aksi Palestina. Inggris melarang kelompok itu dan menetapkannya sebagai organisasi teroris. Foto/PA Media via BBC
LONDON – Polisi Metropolitan London, Inggris, telah menangkap 474 demonstran pembela Palestina. Ratusan pengunjuk rasa itu ditangkap di luar gedung Parlemen ketika memprotes larangan kelompok Palestine Action (Aksi Palestina) pada hari Sabtu.
Ratusan demonstran berkumpul untuk mendukung kelompok aksi tersebut, yang telah dilarang sebagai organisasi teroris bulan lalu.
Banyak dari mereka membentangkan plakat bertuliskan “Saya menentang genosida. Saya mendukung Aksi Palestina” di Lapangan Parlemen.
Kepolisian Metropolitan mulai menangkap para aktivis tak lama setelah pukul 12.35 siang.
Baca Juga: Ini Sikap Resmi Indonesia atas Rencana Israel Caplok Gaza
Pada pukul 21.00, Kepolisian Metropolitan, yang didukung oleh petugas yang didatangkan dari seluruh negeri, mengonfirmasi setidaknya 466 penangkapan atas dugaan dukungan terhadap organisasi terlarang. Namun laporan BBC menyebutkan total 474 demonstran yang telah ditangkap.
Kakorbinmas Baharkam Polri Irjen Pol Edy Murbowo menerbitkan buku tentang polisi. Foto/SindoNews
JAKARTA – Polri meluncurkan dua buku bertema Polisi Baik. Buku yang disusun Kakorbinmas Baharkam Polri Irjen Pol Edy Murbowo itu untuk menjawab keresahan publik tentang institusi Polri tanpa memandang sisi positifnya.
“Saya agak terusik manakala kebaikan-kebaikan yang dilakukan anggota Polri itu ketutup oleh berita-berita yang negatif. Ini masalah viralistas, kebaikan-kebaikan yang dilakukan anggota kita itu nyata, itu real, dilakukan oleh mereka,” ujarnya, di Museum Mabes Polri, Rabu (6/8/2025).
Menurut Edy, buku tersebut disusun berdasarkan keresahan atas kritik negatif dari masyarakat terhadap institusi Bhayangkara tanpa memandang sisi positifnya selama ini. Bahkan, masyarakat dapat dengan mudah melabeli Polri secara negatif tanpa pandang bulu meski nyatanya banyak anggota Polri yang melakukan kebaikan di masyarakat, tapi tidak terpublikasi.
Baca juga: Jabat Karomulmed Polri, Kombes Pol Ade Ary Naik Pangkat Jadi Brigjen Pol
Dia menerangkan, sejatinya terdapat ratusan anggota Polri baik yang sudah melebihi tugas dan tanggung jawabnya, contohnya anggota Bhabinkamtibmas yang dekat dengan masyarakat. Mereka selalu bekerja dengan keikhlasan.
KEPALA Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, membantah kabar yang menyebutkan adanya upaya untuk menggeledah rumah Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Ardiansyah, sebagaimana beredar di media sosial.
“Itu mungkin ranahnya ke Kapuspenkum ya. Sudah dijawab, tidak ada. Maka dalam hal ini juga Polri sama, (tidak ada upaya penggeledahan),” ujar Trunoyudo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (5/8).
Ia mengatakan, seluruh perkembangan informasi terkait penjagaan ketat rumah Febrie oleh personel TNI itu sudah diklarifikasi ke sejumlah lembaga yang terkait.
Baca juga : Jampidsus: Penguntitan oleh Densus Urusan Kelembagaan bukan Pribadi
“Perkembangan segala informasi tentu kita sama-sama klarifikasi dari berbagai kelembagaan,” ucapnya.
Ia menambahkan, Polri sebagai lembaga penegak hukum akan berkolaborasi dengan lembaga lainnya guna menghadirkan rasa keadilan.
“Mari kita sama-sama wujudkan bagaimana dalam ranah khususnya antara penegak hukum, APH, ini selalu berkolaborasi dalam langkah-langkah penegakan hukum ataupun langkah-langkah yang memberikan rasa keadilan,” jelasnya.
Baca juga : Keppres Zaman Megawati Ini Mandatkan Polri Bukan TNI Amankan Objek Vital Nasional
Pernyataan serupa disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ary Syam Indradi. Namun Ade Ary belum menjelaskan secara rinci terkait informasi itu, ia hanya membantah informasi penggeledahan di rumah Febrie Adriansyah
“Tidak benar,” kata Ade Ary.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, juga membantah adanya laporan mengenai penggeledahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa pengamanan di rumah pribadi Jampidsus Febrie Ardiansyah memang sudah berlangsung cukup lama.
Pengamanan tersebut, lanjut Anang, merupakan bagian dari kerja sama antara Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, yang tertuang dalam nota kesepahaman (MoU) serta diatur dalam Peraturan Presiden.
“Kalau pengamanan kita kan sudah ada MoU dengan TNI, Panglima TNI dengan Jaksa Agung. Terus kita ada Perpres juga,” ucap Anang.
Ia menambahkan, pengamanan di rumah Febrie dilakukan karena sejumlah kasus mega korupsi yang ditanganinya memiliki risiko tinggi terhadap keselamatannya. Hingga kini, Febrie tetap menjalankan aktivitas seperti biasa di kantor.
“Kebetulan kan Pak Febrie ini kan Jaksa Agung Muda Tindak Pidsus yang nangani perakara-perkada korupsi. Ya kan tau lah, penanganan dari dahulu sudah ada,” tutur Anang.
Sebagai informasi, media sosial diramaikan dengan adanya pemberitaan dari salah satu media yang menyebut bahwa ada upaya penggeledahan rumah Jampidsus Febrie Adriansyah pada Kamis (31/7) oleh kepolisian.
Namun, upaya tersebut gagal lantaran ada banyaknya personel TNI yang berjaga. (Ant/P-4)
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pihak kepolisian untuk meninjau kembali kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan jika nantinya ditemukan bukti baru.
“Kepada kepolisian, dalam hal ini Polda Metro Jaya, agar tetap membuka ruang untuk melakukan peninjauan kembali jika di kemudian hari muncul bukti atau fakta baru terkait peristiwa meninggalnya ADP,” kata Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dikutip Antara, Rabu (30/7).
Anis menjelaskan, Komnas HAM telah melakukan serangkaian langkah investigatif, mulai dari meninjau lokasi penemuan jenazah, meminta keterangan dari saksi, keluarga, dan rekan korban, hingga memeriksa hasil penyelidikan polisi dan laporan medis rumah sakit.
Baca juga : Kasus Kematian Diplomat, Sejak 2013 Arya Daru Sering Konsultasi ke Organisasi Samaritans, Apa Itu?
Berdasarkan temuan tersebut, Komnas HAM menyimpulkan belum ada bukti yang menunjukkan keterlibatan pihak lain dalam kematian Arya Daru.
Meski demikian, Komnas HAM menyoroti serius penyebaran foto dan video jenazah, rekaman tempat kejadian perkara, serta potongan CCTV yang beredar luas di media sosial dan media massa tanpa seizin keluarga.
“Penyebaran informasi visual yang bersifat sensitif tersebut tidak hanya telah memperdalam kesedihan dan trauma keluarga, tetapi juga berpotensi melanggar hak atas martabat manusia,” kata Anis.
Baca juga : Polisi: Pintu dan Jendela Jadi Satu-satunya Akses Masuk, Kamar Arya Daru Dikunci Tiga Lapis dari Dalam
Komnas HAM menegaskan bahwa jenazah harus diperlakukan secara bermartabat. Narasi negatif dan penyebaran informasi tanpa persetujuan keluarga dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap martabat korban.
Selain itu, Komnas HAM mengimbau Kementerian Luar Negeri serta instansi pemerintah dan swasta untuk lebih memperhatikan kesehatan mental di lingkungan kerja sebagai bagian dari pemenuhan hak atas kesehatan.
ADP ditemukan tewas dengan kondisi kepala terlilit lakban di rumah Kost Guest House Gondia kamar 105, Jalan Gondangdia Kecil Nomor 22, Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7) sekitJenazah Arya Daru ditemukan pada Selasa (8/7) sekitar pukul 08.10 WIB di kamar 105 Kost Guest House Gondia, Jalan Gondangdia Kecil, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, dengan kondisi kepala terlilit lakban.
Polda Metro Jaya telah merilis hasil penyelidikan pada 29 Juli, dan menyimpulkan tidak ada keterlibatan pihak lain dalam kematian Arya Daru. Kesimpulan tersebut didasarkan pada penyelidikan menyeluruh yang melibatkan berbagai ahli.
Hasil toksikologi menunjukkan tidak ada zat berbahaya di tubuh korban. Sementara itu, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri menyatakan tidak ditemukan DNA atau sidik jari lain selain milik korban di lokasi kejadian.
Dari pihak medis, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menyatakan penyebab kematian adalah gangguan pertukaran oksigen di saluran napas atas yang mengakibatkan mati lemas.
Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) juga menyebut bahwa Arya Daru sempat mengakses layanan kesehatan mental secara daring pada 2013 dan 2021. Ia diduga mengalami tekanan psikologis. (P-4)
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah. Foto/Arif Julianto
JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepolisian atau Polda Metro Jaya agar tetap membuka ruang untuk melakukan peninjauan kembali terkait kasus kematian diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan (ADP). Diketahui, ADP ditemukan tewas terlilit lakban di kamar kos kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025).
Kasus ini telah menyita perhatian publik. Ketua Komnas HAM Anis Hidayah melaporkan hasil pemantauan terhadap kasus kematian ADP. Anis menjelaskan pemantauan ini dilakukan lantaran memandang penting untuk memastikan bahwa penanganan peristiwa meninggalnya ADP oleh aparat penegak hukum berlangsung secara profesional, akuntabel, transparan, serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia dan due process of law sebagaimana Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Pasal 18 dan 38 UU Nomor 39 Tahun 1999, dan Minnesota Protocol on the Investigation of Potentially Unlawful Death (2016).
“Sebagai upaya tindak lanjut, Komnas HAM melalui tugas dan kewenangan dalam Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM telah melakukan langkah-langkah,” kata Anis dalam keterangannya, Rabu (30/7/2025).
Baca juga: Kemlu Sebut Arya Daru Dikenal sebagai Sosok Senior yang Mengayomi
Pertama, melakukan tinjauan lokasi tempat kejadian sebanyak 2 kali yakni pada 11 Juli 2025 dan 22 Juli 2025. Kedua, meminta keterangan kepada 12 orang saksi yang terdiri dari saksi di lokasi kejadian, istri ADP dan keluarga, rekan ADP, serta jajaran di Kemlu.
Keluarga berharap pihak Polda Metro Jaya terus melanjutkan penyelidikan dalam kasus tewasnya Diplomat Muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan Foto/Ist
BANTUL – Keluarga berharap pihak Polda Metro Jaya terus melanjutkan penyelidikan dalam kasus tewasnya Diplomat Muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan. Permintaan ini disampaikan menyusul hasil konferensi pers Polda Metro Jaya pada Selasa (29/7/2025).
Kakak Ipar Arya Daru Pangayunan, Meta Bagus mengatakan, berdasarkan konferensi pers Polda Metro Jaya menegaskan bahwa penyelidikan dalam kasus ini belum sepenuhnya tuntas.
Baca juga: Beda dengan Polisi, Keluarga Yakin Diplomat Arya Daru Tewas Bukan karena Bunuh Diri
“Yang saya ingat tadi disampaikan oleh Direskrimum juga menyampaikan bahwa ini belum tuntas, ya. Nah berarti kan masih ada hal-hal yang perlu didalami lagi oleh beliau-beliau para penyidik. Nah, itu nanti kita tunggu bersama bagaimana hasil terbarunya,” kata Meta saat ditemui di Banguntapan, Bantul, Selasa (29/7/2025).
Dengan dilanjutkannya penyelidikan ini, pihak keluarga berharap dapat mengungkap kebenaran dalam peristiwa ini. Ia meyakini bahwa dapat menemukan keadilan untuk mendiang adiknya.
“Jadi pada waktunya nanti, kita percaya kebenaran akan terungkap dengan terang, dan membawa keadilan dan ketenangan bagi Daru juga bagi yang ditinggalkan,” tuturnya.