Jaksa Agung Tegaskan Kedaulatan dengan Penegakan Hukum Beradab dalam Upacara Hari Kemerdekaan Indonesia

Jaksa Agung Tegaskan Kedaulatan dengan Penegakan Hukum Beradab dalam Upacara Hari Kemerdekaan Indonesia


Jaksa Agung Tegaskan Kedaulatan dengan Penegakan Hukum Beradab dalam Upacara Hari Kemerdekaan Indonesia
Ilustrasi(Dok Kejagung)

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menggelar upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia, hari ini, 17 Agustus 2025. Upacara dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) Wakil Jaksa Agung Asep N Mulyana.

Asep membacakan amanat yang ditulis langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin. Jaksa Agung menegaskan kemerdekaan sejati harus dibarengi dengan penegakan hukum yang beradab.

“80 tahun yang lalu, bangsa ini memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kemerdekaan bukanlah akhir, melainkan awal dari tanggung jawab besar, menjaga kedaulatan melalui penegakan hukum yang beradab,” kata Burhanuddin dibacakan Asep di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Minggu, 17 Agustus 2025.

Kejagung harus menjadi garda terdepan dalam memastikan hukum dilaksanakan atas adab yang berlaku. Dengan begitu, kedaulatan hukum di Indonesia bakal terjaga.

Burhanuddin juga mengingatkan bahwa Kejagung merupakan instansi yang memiliki keeratan dengan proklamasi kemerdekaan. Sebab, instansi itu dilahirkan pada 2 September 1945.

Jaksa Agung menegaskan bahwa Kejagung merupakan simbol bahwa kemerdekaan bukan hanya ilusi. Hukum harus terus dijaga agar makna kemerdekaan tidak hilang.

Burhanuddin juga mengingatkan bawahannya untuk terus menjaga taring dalam penegakan hukum. Kasus besar, seperti korupsi, tidak boleh diberikan ruang ampun sedikitpun.

“Tidak ada ruang bagi pengkhianat hukum di tubuh Kejaksaan. Junjung tinggi integritas, karena begitu integritasnya runtuh, seluruh kepercayaan akan roboh,” tegas Burhanuddin melalui Asep.

Burhanuddin mengingatkan semua jaksa di Indonesia untuk menjaga integritas. Sebab, kata Jaksa Agung, para penuntut umum bukan hanya bekerja, tapi menjadi pelindung rakyat.

“Kita adalah benteng terakhir keadilan, pelindung hak rakyat, dan penjaga martabat bangsa. Mari kita ukir sejarah dengan tinta emas integritas, keadilan, dan keberanian,” tegas Burhanuddin dalam amanatnya. (H-2)

Pakar Hukum Kriminalisasi Tom Lembong Tanda Penegakan Hukum Alami Kemerosotan

Pakar Hukum Kriminalisasi Tom Lembong Tanda Penegakan Hukum Alami Kemerosotan


Pakar Hukum: Kriminalisasi Tom Lembong Tanda Penegakan Hukum Alami Kemerosotan
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong(MI/Usman Iskandar)

PAKAR Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), M. Endriyo Susila mengatakan penegakan hukum di Indonesia khususnya pemberantasan korupsi, sedang mengalami kemerosotan.

Ia menyebut institusi penegak hukum seolah mengalami pembusukan dari dalam karena sistem hukum sering diperalat oleh aktor politik serta menjadi komoditas bagi oknum penegak hukum.

“Jika kondisi seperti ini terus berlangsung, penegakan hukum terhadap figur publik atau pejabat publik bukan hanya tidak efektif, tapi bisa juga salah sasaran,” kata Endriyo dalam keterangannya pada Minggu (27/7).

Endriyo juga menyoroti implikasi putusan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta terhadap mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, dalam kasus korupsi impor gula. 

Secara pribadi, ia pun menyatakan tidak setuju dengan putusan tersebut. Menurutnya, putusan tersebut telah mengoyak rasa keadilan publik sebab Tom dijerat hukuman meski tidak menikmati uang hasil korupsi.

“Putusan pemidanaan terhadap Tom Lembong ini sangat mengejutkan. Meminjam istilah dari dunia kedokteran, prognosis kasus ini seharusnya berujung pada putusan bebas murni (vrijspraak), namun kenyataannya ketokan palu hakim justru untuk mengesahkan hukuman 4,5 tahun penjara untuk Tom,” imbuhnya. 

Endriyo menjelaskan bahwa kasus ini bisa terus bergulir melalui berbagai upaya hukum salah satunya banding. Namun, jika putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), karir Tom Lembong hanya akan terhenti sementara. 

“Statusnya sebagai mantan napi itu tidak akan terlalu menjadi kendala karena publik lebih melihat status mantan napi itu bukan karena kejahatan yang dilakukan Tom pada masa lalu, tetapi lebih sebagai hasil kriminalisasi,” ucapnya.

Menurut Endriyo, putusan semacam ini semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa hukum bisa dibeli. Selain itu, peluang banding menurutnya akan tergantung pada mindset majelis hakim yang memeriksa perkara di tingkat banding.

“Jika cara memahami kasusnya sama seperti majelis hakim pada pemeriksaan tingkat pertama, hasilnya lebih kurang sama. Namun jika majelis hakim tingkat banding melihat dengan cara yang berbeda, hasil akhirnya bisa berbeda,” pungkasnya. (Dev/M-3)