PRESIDEN Palestina Mahmoud Abbas pada Senin (18/8) menandatangani dekret yang membentuk komite penyusun konstitusi sementara sebagai langkah awal transisi dari Otoritas Palestina menuju status negara penuh. Langkah ini dilakukan menjelang pemilihan umum serta persiapan konferensi perdamaian internasional yang dijadwalkan pada September mendatang.
Menurut laporan kantor berita Wafa, dekret tersebut menetapkan komite sebagai rujukan hukum dalam menyusun konstitusi sementara yang sejalan dengan Deklarasi Kemerdekaan 1988, hukum internasional, resolusi PBB, konvensi hak asasi manusia, dan berbagai perjanjian yang berlaku.
Abbas menunjuk 17 anggota komite yang dipimpin penasihat hukum Palestina Mohammad al-Haj Qassem. Para anggota terdiri dari pakar politik, hukum, dan sosial dengan penekanan pada keterlibatan masyarakat sipil serta representasi gender.
Baca juga : Netanyahu Dukung Israel Raya Mencakup Palestina hingga Saudi
Subkomite teknis juga akan dibentuk untuk menangani bidang tertentu. Suatu platform daring disiapkan guna menampung masukan publik.
“Konstitusi sementara ini akan menjadi fondasi bagi sistem pemerintahan demokratis yang berbasis pada supremasi hukum, pemisahan kekuasaan, perlindungan hak dan kebebasan publik, serta peralihan kekuasaan secara damai,” tulis Wafa seperti dikutip dari Anadolu, Selasa (19/8).
Dekret ini disampaikan di tengah upaya internasional menghentikan pertempuran di Jalur Gaza yang masih digempur oleh serangan Israel sejak 2023. Majelis Umum PBB dijadwalkan bersidang pada September, dengan sejumlah negara termasuk Prancis, Inggris, Australia, dan Kanada yang menyatakan rencana mengakui Palestina sebagai negara.
Prancis bersama 14 negara Barat lain sebelumnya menyerukan pengakuan Palestina sekaligus mendesak tercapainya gencatan senjata di Gaza.
Hingga kini, Otoritas Palestina masih menggunakan Hukum Dasar atau Basic Law sebagai kerangka hukum. Pasal 115 dalam aturan tersebut memungkinkan penerapannya tetap berlangsung selama masa transisi hingga konstitusi baru disahkan. (I-2)
Rudzani Maphwanya, merupakan panglima militer Afrika Selatan yang mendukung Iran dan Palestina. Foto/X/@joy_zelda
PRETORIA – Panglima militer Afrika Selatan , Jenderal Rudzani Maphwanya, menghadapi reaksi keras di negara asalnya menyusul bocornya dugaan komentar yang ia buat selama kunjungan resmi ke Iran. Itu dapat semakin memperumit hubungan antara Afrika Selatan dan Amerika Serikat yang sudah bergejolak.
Komentar tersebut, yang tampaknya menyiratkan bahwa Iran dan Afrika Selatan memiliki tujuan militer yang sama, muncul di saat Pretoria sedang berupaya memperbaiki hubungan yang tegang dengan Presiden AS Donald Trump untuk menstabilkan perdagangan.
Pekan lalu, tarif perdagangan sebesar 30 persen untuk barang-barang Afrika Selatan yang masuk ke AS mulai berlaku, yang membuat para pemilik bisnis di negara tersebut khawatir. Hal ini terjadi meskipun Presiden Cyril Ramaphosa telah berupaya menenangkan Trump, termasuk dengan memimpin delegasi ke Gedung Putih pada bulan Mei.
Siapa Jenderal Rudzani Maphwanya? Panglima Militer Afrika Selatan yang Mendukung Iran dan Palestina
1. Mempererat Hubungan Afrika Selatan dan Iran
Dalam pertemuan dengan mitranya dari Iran, Mayor Jenderal Seyyed Abdolrahim Mousavi di Teheran pada hari Selasa, Maphwanya dilaporkan menyatakan bahwa kedua negara memiliki hubungan dekat, menurut kantor berita pemerintah Iran, Press TV dan Tehran Times.
“Panglima Maphwanya, mengingat dukungan historis Iran terhadap perjuangan anti-apartheid Afrika Selatan, menyatakan bahwa hubungan ini telah menjalin ikatan yang langgeng antara kedua negara,” demikian bunyi artikel Press TV.
Menurut Tehran Times, beliau melanjutkan dengan mengatakan: “Republik Afrika Selatan dan Republik Islam Iran memiliki tujuan bersama. Kami selalu berdiri berdampingan dengan rakyat dunia yang tertindas dan tak berdaya.”
Maphwanya juga dilaporkan mengutuk “pengeboman warga sipil yang sedang mengantre makanan” oleh Israel dan “agresi yang sedang berlangsung di Tepi Barat yang diduduki”, lapor Tehran Times.
Kunjungannya, menurut publikasi tersebut, mengutip Maphwanya, “membawa pesan politik”, dan datang “di saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaan tulus kami kepada rakyat Iran yang cinta damai”.
2. Mengutuk Rezim Zionis yang Membantai Rakyat Gaza
Di sisi lain, Jenderal Mousavi memuji kasus genosida Afrika Selatan terhadap “rezim Zionis” di Mahkamah Internasional, dan mengatakan bahwa upaya tersebut sejalan dengan kebijakan Iran, menurut Press TV.
Ia juga mengecam tindakan militer dan ekonomi AS dan Israel terhadap Iran sebagai “pelanggaran hukum dan norma internasional”. Ia menambahkan bahwa tentara Iran siap memberikan “respons yang lebih tegas jika terjadi agresi baru”, lapor Press TV.
3. Memicu Ketegangan dengan Presiden Afrika Selatan
Kantor Presiden Cyril Ramaphosa pada hari Kamis mengklarifikasi bahwa presiden tidak mengetahui kunjungan Jenderal Maphwanya ke Iran, meskipun kunjungan tersebut biasanya disetujui oleh Kementerian Pertahanan, bukan kantor presiden.
Polisi London tangkap 474 demonstran pembela kelompok Aksi Palestina. Inggris melarang kelompok itu dan menetapkannya sebagai organisasi teroris. Foto/PA Media via BBC
LONDON – Polisi Metropolitan London, Inggris, telah menangkap 474 demonstran pembela Palestina. Ratusan pengunjuk rasa itu ditangkap di luar gedung Parlemen ketika memprotes larangan kelompok Palestine Action (Aksi Palestina) pada hari Sabtu.
Ratusan demonstran berkumpul untuk mendukung kelompok aksi tersebut, yang telah dilarang sebagai organisasi teroris bulan lalu.
Banyak dari mereka membentangkan plakat bertuliskan “Saya menentang genosida. Saya mendukung Aksi Palestina” di Lapangan Parlemen.
Kepolisian Metropolitan mulai menangkap para aktivis tak lama setelah pukul 12.35 siang.
Baca Juga: Ini Sikap Resmi Indonesia atas Rencana Israel Caplok Gaza
Pada pukul 21.00, Kepolisian Metropolitan, yang didukung oleh petugas yang didatangkan dari seluruh negeri, mengonfirmasi setidaknya 466 penangkapan atas dugaan dukungan terhadap organisasi terlarang. Namun laporan BBC menyebutkan total 474 demonstran yang telah ditangkap.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer. Foto/Simon Dawson/No 10 Downing Street
LONDON – Pemerintah Inggris merilis detail baru mengenai rencananya mengakui negara Palestina pada sidang Majelis Umum PBB bulan September. Dalam nota kesepahaman yang baru diterbitkan dengan Otoritas Palestina, pemerintah menyatakan Inggris berkomitmen pada “solusi dua negara berdasarkan garis 1967” dan “tidak mengakui Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur, sebagai bagian dari Israel.”
“Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Gaza, harus dipersatukan kembali di bawah otoritasnya sendiri,” ungkap pernyataan Inggris dalam memorandum tersebut.
Dalam pernyataan penting dukungan Inggris terhadap Otoritas Palestina, dokumen tersebut menegaskan, “Otoritas Palestina harus memiliki peran sentral dalam fase selanjutnya di Gaza terkait tata kelola, keamanan, dan pemulihan dini.”
Para pejabat Inggris sebelumnya telah menuntut agar Hamas melucuti senjata dan mengakhiri kekuasaannya di Gaza. Langkah ini membuka jurang pemisah yang belum pernah terjadi sebelumnya antara kebijakan Inggris dan Israel serta terjadi setelah Inggris menjatuhkan sanksi kepada dua menteri Israel.
Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dijatuhi sanksi atas “hasutan berulang mereka untuk melakukan kekerasan terhadap komunitas Palestina” pada bulan Juni.
Pada 23 Juli, parlemen Israel mengesahkan mosi tidak mengikat yang menyerukan pemerintah Israel untuk mencaplok Tepi Barat yang diduduki.
LONDON – Perdana Menteri Inggris Keir Starmer bersiap mengakui negara Palestina paling cepat pada bulan September. Dengan pengecualian jika Israel memenuhi persyaratan utama, termasuk mencapai gencatan senjata dan berkomitmen pada proses perdamaian jangka panjang.
Pengumuman perdana menteri pada hari Selasa menandai perubahan signifikan dalam posisi Inggris yang telah lama berlaku, yaitu mengakui Palestina sebagai bagian dari proses perdamaian pada titik dampak maksimum.
Downing Street mengatakan Starmer akan memutuskan sejauh mana Israel dan Hamas telah memenuhi persyaratannya sebelum ia membuat keputusan di hadapan Majelis Umum PBB pada bulan September.
4 Alasan Inggris Akan Akui Palestina sebagai Negara
1. Mewujudkan Solusi 2 Negara
Melansir Guardian, pengakuan ini merupakan langkah simbolis, tetapi akan membuat marah pemerintah Israel, yang berargumen bahwa hal itu akan mendorong Hamas dan memberi penghargaan kepada terorisme.
Pada dasarnya, ini merupakan pengakuan formal dan politis atas penentuan nasib sendiri Palestina – tanpa perlu terlibat dalam hal-hal praktis yang pelik seperti lokasi perbatasan atau ibu kotanya.
Pengakuan ini juga memungkinkan terjalinnya hubungan diplomatik penuh yang akan menghasilkan penempatan duta besar Palestina (alih-alih kepala misi) di London dan penempatan duta besar Inggris di Palestina. Para pendukung mengatakan bahwa ini adalah cara untuk memulai proses politik menuju solusi dua negara pada akhirnya.
Dari 193 negara anggota PBB, sekitar 140 negara telah mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Negara-negara tersebut termasuk Tiongkok, India, dan Rusia, serta mayoritas negara Eropa seperti Siprus, Irlandia, Norwegia, Spanyol, dan Swedia. Namun hingga hari Kamis, ketika Prancis mengumumkan niatnya untuk mengakui Palestina, belum ada satu pun negara G7 yang berkomitmen.
Baca Juga: Gempa Guncang Rusia, Ramalan New Baba Vanga Terbukti, Kiamat Sudah Dekat?
2. Tekanan Domestik yang Kuat di Inggris
Dua faktor internasional utama dan tekanan domestik yang besar berperan dalam penentuan waktu pengumuman Starmer.
WASHINGTON – Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Tammy Bruce ditanya terkait pembunuhan aktivis Palestina Awdah Hathaleen, yang diduga dilakukan seorang pemukim Israel yang sebelumnya dijatuhi sanksi oleh pemerintah AS. Bruce berkelit dari pertanyaan wartawan.
Dalam jumpa pers pada hari Selasa, juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce menolak ketika ditanya apakah tersangka dalam kematian Hathaleen, Yinon Levi, akan dimintai pertanggungjawaban.
“Israel sedang melakukan investigasi terkait situasi seperti ini,” ujar Bruce. “Saya tidak tahu hasil akhirnya, saya juga tidak akan berkomentar atau berspekulasi tentang apa yang seharusnya terjadi.”
Perdebatan sengit antara Bruce dan wartawan terjadi satu hari setelah beredar video yang menunjukkan Levi menembaki Hathaleen di desa Umm al-Kheir di Tepi Barat yang diduduki.
Aktivis Palestina berusia 31 tahun itu kemudian meninggal dunia akibat luka tembak di dadanya.
Levi adalah salah satu dari beberapa pemukim Israel di Tepi Barat yang sebelumnya dikenai sanksi di bawah pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden karena melakukan kekerasan terhadap warga Palestina.
Namun, Presiden Donald Trump mencabut sanksi tersebut melalui perintah eksekutif tak lama setelah menjabat untuk masa jabatan kedua pada bulan Januari. Namun, Inggris dan Uni Eropa tetap mempertahankan sanksi terhadap Levi.
Hathaleen, penduduk Masafer Yatta, telah membantu menciptakan film dokumenter pemenang Academy Award, No Other Land, yang menggambarkan dampak permukiman Israel, yang ilegal menurut hukum internasional, dan serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Palestina memiliki kantor perwakilan di Tokyo, yang dianggap sebagai kedutaan defacto-nya. Namun, Jepang belum mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Foto/Wikipedia
JAKARTA – Jepang dikenal sebagai negara pencinta perdamaian, pendukung pembangunan global, dan pelopor diplomasi lunak. Namun di tengah gelombang solidaritas internasional terhadap Palestina, negeri sakura ini justru belum pernah secara resmi mengakui Palestina sebagai negara berdaulat.
Sikap ini membingungkan, terlebih karena Jepang secara konsisten memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina, serta secara moral mendukung solusi dua negara dalam konflik Israel–Palestina.
Mengapa Jepang, yang terkenal moderat dan humanis dalam urusan luar negeri, justru mengambil posisi abu-abu dalam isu kemerdekaan Palestina?
Baca Juga: 5 Negara Asia yang Tidak Mengakui Palestina sebagai Negara, Salah Satunya Tetangga
5 Alasan Jepang Tidak Akui Palestina sebagai Negara
1. Loyalitas Strategis ke Amerika Serikat
Sejak kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang menjadi sekutu erat Amerika Serikat (AS), baik secara militer, ekonomi, maupun politik. Hubungan ini bukan sekadar formalitas diplomatik, melainkan fondasi utama dari keamanan nasional Jepang.
AS adalah pendukung utama Israel, dan secara historis menolak pengakuan terhadap Palestina sebagai negara di luar kerangka perjanjian damai langsung.
Maka, pengakuan resmi terhadap Negara Palestina dari Jepang berisiko merusak hubungan dengan Washington, sebuah langkah yang tidak ingin diambil Tokyo, terutama di tengah ketegangan regional di Asia Timur dengan China dan Korea Utara.
Buldoser militer Israel pabrikan CAT (Caterpillar) merobohkan sebuah rumah di kamp pengungsi Palestina Nur Shams, sebelah timur Tulkarem, di Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel.(AFP)
DI balik genosida Israel di Palestina, ada sejumlah perusahaan yang menikmatinya. Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina, Francesca Albanese, membongkar keterlibatan sejumlah perusahaan internasional dalam mendukung genosida Israel itu. Tidak hanya perusahaan asal Amerika Serikat, terdapat juga negara lain seperti Meksiko, Tiongkok, Jepang, Italia, dan Korea Selatan.
Laporan itu dipresentasikan Albanese di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss, awal Juli. “Perusahaan tidak lagi sekadar terlibat dalam pendudukan. Mereka tertanam dalam ekonomi genosida,” tulis laporan tersebut, dikutip Al-Jazeera, Rabu (23/7). Siapa saja perusahaan itu? Simak uraiannya.
Salah satu program pengadaan pertahanan terbesar Israel yaitu jet tempur F-35 yang dipimpin Lockheed Martin yang berbasis di AS bersama 1.600 perusahaan lain termasuk produsen Italia Leonardo S.p.A dan delapan negara bagian. Pasca-Oktober 2023 atau serangan Hamas ke Israel, F-35 dan F-16 menjadi bagian dalam kekuatan udara negeri Zionis itu untuk menjatuhkan sekitar 85.000 ton bom yang membunuh dan melukai lebih dari 179.411 warga Palestina serta meluluhlantakkan Gaza.
Baca juga : Biaya Genosida Gaza Terlalu Tinggi, Krisis Ekonomi Israel Memburuk
Sistem persenjataan
Drone yang sebagian besar dipasok perusahaan Israel, Elbit Systems dan IAI, telah lama mengawasi warga Palestina dan memberikan intelijen target. Dalam dua dekade terakhir, dengan dukungan dari perusahaan-perusahaan itu dan kolaborasi dengan institusi seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT), drone Israel memperoleh sistem persenjataan otomatis.
Untuk memasok senjata, produsen bergantung pada jaringan perantara, termasuk firma hukum, audit, dan konsultan, serta pedagang senjata, agen, dan broker. Pemasok seperti FANUC Corporation dari Jepang menyediakan mesin robotik untuk lini produksi senjata. Perusahaan pelayaran seperti A.P. Moller-Maersk A/S dari Denmark mengangkut komponen, suku cadang, senjata, dan bahan baku, sehingga menjamin pasokan peralatan militer AS yang stabil pasca-Oktober 2023.
Lonjakan belanja militer Israel sebesar 65% dari 2023 hingga 2024 yang mencapai US$46,5 miliar menjadi salah satu belanja per kapita tertinggi di dunia. Ini pun menghasilkan lonjakan tajam dalam laba tahunan perusahaan tersebut.
Baca juga : Sejarawan Dunia asal Israel Simpulkan Negaranya Lakukan Genosida di Gaza
Teknologi pengawasan
Beroperasi di Israel sejak 1972, IBM melatih personel militer/intelijen untuk sektor teknologi dan perusahaan rintisan. Sejak 2019, IBM Israel mengoperasikan dan meningkatkan basis data pusat Otoritas Kependudukan, Imigrasi, dan Perbatasan (PIBA) yang memungkinkan pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data biometrik warga Palestina serta mendukung rezim perizinan diskriminatif Israel.
Sebelum IBM, Hewlett Packard Enterprises (HPE) mengelola basis data ini dan anak perusahaannya di Israel masih menyediakan server selama masa transisi. HP telah lama mendukung sistem apartheid Israel, memasok teknologi ke COGAT, layanan penjara, dan kepolisian.
Microsoft aktif di Israel sejak 1991, mengembangkan pusat terbesarnya di luar AS. Teknologinya tertanam di layanan penjara, kepolisian, universitas, dan sekolah, termasuk koloni. Sejak 2003, Microsoft mengintegrasikan sistem dan teknologi sipilnya di seluruh militer Israel sekaligus mengakuisisi perusahaan rintisan keamanan siber dan pengawasan Israel.
Pada 2021, Israel memberikan Alphabet Inc (Google) dan Amazon.com Inc. kontrak senilai US$1,2 miliar (Project Nimbus). Microsoft, Alphabet, dan Amazon memberikan akses Israel ke teknologi awan dan AI yang meningkatkan kapasitas pemrosesan data, pengambilan keputusan, dan pengawasan/analisis. Pada Oktober 2023, ketika awan militer internal Israel kelebihan beban, Microsoft Azure dan Konsorsium Project Nimbus turun tangan.
Militer Israel mengembangkan sistem AI seperti Lavender, Gospel, dan Where’s Daddy? untuk memproses data dan menghasilkan daftar target yang membentuk kembali peperangan modern dan menggambarkan sifat ganda AI. Palantir Technology Inc., yang kolaborasi teknologinya dengan Israel berlangsung jauh sebelum Oktober 2023, memperluas dukungannya kepada militer Israel pasca-Oktober 2023.
Peralatan berat
Selama beberapa dekade, Caterpillar Inc. menyediakan peralatan untuk menghancurkan rumah dan infrastruktur Palestina. Israel mengembangkan buldoser D9 Caterpillar menjadi persenjataan inti militer Israel yang otomatis dan dikendalikan dari jarak jauh. Ini digunakan dalam hampir setiap kegiatan militer sejak 2000, membersihkan garis penyerangan, menetralkan wilayah tersebut dan membunuh warga Palestina.
Sejak Oktober 2023, peralatan Caterpillar didokumentasikan digunakan untuk melakukan pembongkaran massal, termasuk rumah, masjid, dan infrastruktur pendukung kehidupan, menyerang rumah sakit, dan menghancurkan warga Palestina hingga tewas. Pada 2025, Caterpillar mendapatkan kontrak multijuta dolar AS lebih lanjut dengan Israel.
HD Hyundai dari Korea dan anak perusahaannya yang sebagian dimiliki, Doosan, bersama dengan Volvo Group dari Swedia dan produsen mesin berat besar lain juga dikaitkan dengan penghancuran properti Palestina. Heidelberg Materials AG Jerman, melalui anak perusahaannya Hanson Israel, berkontribusi dalam penjarahan jutaan ton batu dolomit dari tambang Nahal Raba di tanah yang disita dari desa-desa Palestina di Tepi Barat.
Pemasok energi
Grup real estat global, Keller Williams, melalui, Home in Israel, menggelar pameran real estat di AS dan Kanada. Ia menawarkan ribuan apartemen di koloni pemukim Israel. Booking Holdings Inc. dan Airbnb, Inc. turut mengantongi laba dengan menyewakan properti dan kamar hotel di koloni Israel.
Drummond Company Inc. dan Glencore plc dari Swiss merupakan pemasok utama batu bara untuk listrik ke Israel yang sebagian besar berasal dari Kolombia. Chevron Corporation AS, dalam konsorsium dengan NewMedEnergy Israel mengekstraksi gas alam dari ladang Leviathan dan Tamar dan membayar pemerintah Israel sebesar US$453 juta dalam bentuk royalti dan pajak pada 2023.
Perusahaan minyak Inggris, BP p.l.c., memperluas keterlibatannya dengan mengeksplorasi wilayah laut Palestina yang dieksploitasi secara ilegal oleh Israel. BP dan Chevron juga merupakan kontributor terbesar impor minyak mentah Israel.
Pangan dan keuangan
Tnuva, konglomerat susu terbesar di Israel, yang kini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bright Dairy & Food Co. Ltd, perusahaan asal Tiongkok, meraup keuntungan dari perampasan tanah. Ketergantungan Palestina pada industri susu Israel meningkat 160% dalam satu dekade setelah Israel diperkirakan menghancurkan industri susu Gaza senilai US$43 juta pada 2014.
Netafim, pemimpin global dalam teknologi irigasi, yang sekarang 80% sahamnya dimiliki oleh Orbia Advance Corporation Meksiko, merancang teknologi pertaniannya sesuai dengan keharusan ekspansi Israel.
BNP Paribas dan Barclays memungkinkan Israel menahan premi suku bunga obligasi pemerintah, meskipun terjadi penurunan peringkat kredit.
Perusahaan manajemen aset, termasuk Blackrock (US$68 juta), Vanguard (US$546 juta) dan anak perusahaan manajemen aset Allianz, PIMCO (US$960 juta), termasuk di antara 400 investor dari 36 negara yang membelinya. Development Corporation for Israel (DCI) melipatgandakan penjualan obligasi tahunannya untuk menyalurkan hampir US$5 miliar ke Israel sejak Oktober 2023.
Perusahaan asuransi global, termasuk Allianz dan AXA, juga berinvestasi dalam jumlah besar pada saham dan obligasi yang terlibat dalam pendudukan dan genosida. Dana Pensiun Pemerintah Norwegia Global (GPFG), setelah Oktober 2023, meningkatkan investasinya di perusahaan-perusahaan Israel sebesar 32% menjadi US$1,9 miliar. (I-2)
...
►
Necessary cookies enable essential site features like secure log-ins and consent preference adjustments. They do not store personal data.
None
►
Functional cookies support features like content sharing on social media, collecting feedback, and enabling third-party tools.
None
►
Analytical cookies track visitor interactions, providing insights on metrics like visitor count, bounce rate, and traffic sources.
None
►
Advertisement cookies deliver personalized ads based on your previous visits and analyze the effectiveness of ad campaigns.
None
►
Unclassified cookies are cookies that we are in the process of classifying, together with the providers of individual cookies.