Puluhan WNA yang Memiliki Usaha di Bali Disosialisasikan agar Taat Bayar Pajak

Puluhan WNA yang Memiliki Usaha di Bali Disosialisasikan agar Taat Bayar Pajak


Puluhan WNA yang Memiliki Usaha di Bali Disosialisasikan agar Taat Bayar Pajak
(MI/Arnoldus Dhae)

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Barat melakukan edukasi dan sosialisasi kepada puluhan WNA yang memiliki usaha di Bali agar taat bayar pajak. Puluhan WNA dan juga masyarakat umum lainnya tampak antusias mendengarkan penjelasan dari stat KPP Pratama Denpasar Barat tentang bagaimana kewajiban membayar pajak. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung investasi wajib pajak, agar seluruh WNA yang memiliki usaha di Bali baik yang berskala kecil maupun besar wajib membayar pajak.

Untuk itu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Denpasar Barat menggelar edukasi kewajiban perpajakan kepada para WNA yang memiliki usaha atau memperoleh penghasilan di Provinsi Bali bertempat di Aula KPP Pratama Denpasar Barat, Sabtu (16/8/2025). 

Edukasi yang bertema ‘Dukung Investasi Wajib Pajak, KPP Pratama Denpasar Barat Dorong Kontribusi Pajak Meningkat’ bertujuan untuk meningkatkan pemahaman perpajakan bagi para WNA yang berada dan memperoleh penghasilan di Bali khususnya Kota Denpasar. Kegiatan ini dihadiri oleh empat puluh undangan yang terdiri dari WNA dan perwakilan WNA. Kepada pemilik usaha WNA yang tidak hadir, maka wajib mengirimkan perwakilannya agar mengikuti program sosialisasi tersebut. 

“Pulau Bali dikenal sebagai destinasi wisata dunia. Selain untuk berlibur, Bali juga menjadi kawasan yang menarik bagi investor seperti Bapak/Ibu Wajib Pajak untuk berinvestasi dalam bentuk penyediaan akomodasi seperti vila, restoran, hiburan, dan transportasi. Dari manfaat ekonomi yang diperoleh, Saya harap wajib pajak memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Melalui edukasi ini, semoga Bapak/Ibu yang hadir dapat memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan baik dan benar,” ujar Kepala KPP Pratama Denpasar Barat, Aris Riantori Faisal mengawali sosialisasi. 

Penyuluh Pajak KPP Pratama Denpasar Barat, Ni Putu Desriana Dewi dan Edi Prasetyo memberikan penjelasan bahwa WNA wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.

Orang pribadi baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun WNA, dapat berstatus sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) apabila memenuhi syarat yakni, bertempat tinggal di Indonesia,  berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

“Untuk Subjek Pajak Badan dapat dikategorikan sebagai SPDN apabila telah didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Akan tetapi, ketentuan ini dikecualikan bagi unit-unit tertentu dari badan pemerintah yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan atau sumber pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” tambah Desriana.  

Selanjutnya, Edi Prasetyo menjelaskan tentang hak dan kewajiban wajib pajak.  Edy menyampaikan bahwa wajib pajak berkewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Wajib pajak juga diminta untuk bersikap jujur dan transparan dalam setiap pemenuhan kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diterimanya.

“Bagi wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP, terdapat beberapa syarat pengukuhan PKP yang harus dipenuhi saat mengajukan permohonan. Selain itu wajib pajak harus memenuhi prosedur yang benar dalam proses pengukuhan PKP, seperti telah melewati proses survei oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar dan kelengkapan dokumen yang disyaratkan,” jelas Edy.

Edy turut menegaskan bahwa tidak semua wajib pajak dapat menjadi PKP. Apabila tidak memenuhi ketentuan, maka permohonan tidak akan diterima DJP. (H-1)

Hukum Memungut Pajak dari Rakyat dan Kriterianya dalam Islam, Simak di Sini!

Hukum Memungut Pajak dari Rakyat dan Kriterianya dalam Islam, Simak di Sini!



loading…

Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut Syariat yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis Non-Islam. Foto ilustrasi/ist

Hukum memungut pajak dari rakyat dan kriterianya dalam pandangan Islam, penting diketahui kaum Muslim. Berikut ulasan dan penjelasannya dalam pandangan syariat.

Dalam istilah Bahasa Arab , pajak dikenal dengan Adh-Dharibah atau bisa juga disebut dengan Al-Maks, yang artinya pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak .

Selain itu, ada istilah-istilah lain yang mirip dengan pajak atau adh-Dharibah di antaranya adalah:
a. Al-jizyah: upeti yang harus dibayarkan ahli kitab kepada pemerintahan Islam
b. Al-Kharaj: pajak bumi yang dimiliki oleh Negara Islam.
c. Al-Usyur: bea cukai bagi para pedagang non-muslim yang masuk ke Negara Islam.

Imam Syafi’i dalam kitabnya “Al-Umm” menyebutkan, jizyah diterjemahkan dengan pajak. Imam Al-Ghazali dan Imam Al-Juwaini berpendapat, pajak adalah apa yang diwajibkan oleh penguasa (pemerintahan muslim) kepada orang-orang kaya dengan menarik dari mereka apa yang dipandang dapat mencukupi (kebutuhan Negara dan masyarakat secara umum) ketika tidak ada kas di dalam Baitul Mal.

Menurut Ustaz Farid Nu’man Hasan dalam satu kajiannya, pada masa dulu uang belanja negara diperoleh dari beberapa sumber, di antaranya:

1. Ghanimah (harta rampasan perang).
2. Fa’i (harta rampasan perang tanpa peperangan, musuh meninggalkan hartanya karena kabur/takut, seperti perang tabuk).
3. Jizyah dari ahludz Dzimmah.
4. Kharaj (pajak tanah).
5. Zakat.
6. Hadiah dari negara sahabat.

“Tapi saat ini ada beberapa sumber yang belum bisa dilaksanakan (seperti ghanimah, fa’i, dan jizyah), maka banyak negeri-negeri muslim menambahkan melalui sumber lain, seperti eksport impor, utang dan pajak,” terang Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia itu.

Karakteristik Pajak Menurut Syariat

Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut Syariat yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis Non-Islam.

Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinu hanya boleh dipungut ketika baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan.

Baca juga: Ini Pesan Khusus Ali bin Abu Thalib Kepada Petugas Pemungut Pajak dan Zakat

“Berbeda dengan zakat yang tetap dipungut sekalipun tidak ada lagi pihak yang membutuhkan,” tulis Gazali dalam artikelnya berjudul “Pajak dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” yang dilansir Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Muamalat (Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram). “Sedangkan pajak menurut Non-Islam adalah abadi.”

1. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk pembiayaan wajib tersebut tidak boleh lebih.

Sedangkan pajak menurut non-Islam ditujukan untuk seluruh warga tanpa membedakan agama.

2. Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim dan tidak dipungut dari non-muslim. Sebab dharibah dipungut untuk membiayai keperluan yang menjadi kewajiban bagi kaum muslim, yang tidak menjadi kewajiban non-muslim.

Inilah Bupati Pati yang Diprotes Warganya karena Naikkan Pajak hingga 250%

Inilah Bupati Pati yang Diprotes Warganya karena Naikkan Pajak hingga 250%



loading…

Nama Bupati Pati Sudewo menjadi perbincangan karena menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Foto/Instagram Pemkab Pati

PATI – Profil Bupati Pati Sudewo menarik untuk diketahui. Nama Sudewo menjadi perbincangan karena menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen dan viral di media sosial.

Warga marah karena Sudewo mengaku tak gentar dengan demo masyarakat terkait kebijakan kenaikan pajak tersebut. Bahkan, Sudewo menantang warga.

“Jangan hanya 5.000 orang, 50.000 orang saja suruh ngerahkan, saya tidak akan gentar, terus maju,” kata Sudewo dalam video viral.

Baca juga: Ricuh! Warga Pati dan Satpol PP Bersitegang saat Posko Tolak Kenaikan PBB 250% Dibubarkan

Kericuhan pun terjadi ketika Satpol PP berupaya membubarkan posko donasi untuk persiapan demo akbar pada 13 Agustus 2025 oleh warga secara sukarela. Satpol PP juga berusaha membubarkan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu.