Ruang Rapat Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.(MI/Susanto)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sudah tidak mengkhawatirkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebab, Lembaga Antirasuah mendapatkan sejumlah pengecualian dalam proses penindakan.
“Ya, kami sudah mendapatkan informasi, ada pengecualian (dalam Revisi KUHAP). Dalam setiap pasal yang mengatur tentang upaya paksa, itu ada pasal-pasal yang dikecualikan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Kompleks DPR-MPR RI, Jakarta Selatan, hari ini.
Setyo mengatakan, pengecualian ini mengartikan pemerintah masih mengategorikan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sehingga, penanganannya harus lex specialis.
Baca juga : DPR: Pembahasan Pengganti Firli Dipastikan Alot
“Artinya dikecualikan, pastinya mengacu kepada lex specialis yang ada dalam Undang-Undang KPK,” ucap Setyo.
Setyo berharap keputusan pemerintah ini tidak diubah sampai Revisi KUHAP disahkan. Dia tidak mau pemberantasan korupsi dilemahkan.
“Harapannya sampai dengan nanti undang-undang tersebut diundangkan, itu tidak ada satu pasal pun yang melemahkan, merugikan, atau bahkan menghilangkan kewenangan KPK,” tutur Setyo. (Can/P-1)
MANTAN Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) resmi mendapatkan kebebasan bersyarat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kasus rasuah pengadaan KTP-e yang menjerat Setnov merupakan kejahatan serius.
“Bicara perkara itu, kita kembali diingatkan sebuah kejahatan korupsi yang serius, dengan dampak yang benar-benar langsung dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Senin (18/8).
Rugikan Negara?
Budi mengatakan kasus Setnov bukan cuma merugikan negara. Tapi, kata dia, perkara itu secara langsung membuat masyarakat rugi karena kualitas KTP-e yang dikurangi.
Baca juga : Setnov Bebas Bersyarat Jadi Kado Terburuk di HUT ke-80 RI
“Karena tidak hanya besarnya nilai kerugian negara, tapi juga secara masif mendegradasi kualitas pelayanan publik,” ujar Budi.
Kasus Setnov diharap jadi peringatan untuk semua pihak. Efek jera diharap timbul agar kasus mega korupsi serupa tak terulang.
“Namun, kejahatan korupsi selalu menjadi pengingat sekaligus pembelajaran untuk generasi berikutnya, agar sejarah buruk itu tidak kembali terulang,” ucap Budi.
Baca juga : Dijerat KPK dan Hukumannya Disunat MA, Johanis Tanak Tanggapi Bebas Bersyaratnya Setnov
Momentum Kemerdekaan?
Momen kemerdekaan Republik Indonesia diharap jadi pemicu korupsi tak terulang lagi di Indonesia. Terbilang, tema hari ulang tahun ke-80 RI kali ini adalah ‘Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’.
“Sebagaimana tagline HUT RI ke-80, ‘Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’, demikian halnya dalam upaya pemberantasan korupsi, baik melalui upaya Pendidikan, pencegahan, maupun penindakan. Butuh persatuan dan kedaulatan seluruh elemen masyarakat, untuk melawan korupsi, demi perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa,” tegas Budi.
Sunat Hukuman?
Sebelumnya MA sempat mengabulkan upaya hukum luar biasa atau PK yang diajukan terpidana kasus KTP-e yanh juga mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto ini. Hukuman Setnov menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara dari sebelumnya 15 tahun. Dia terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junctoPasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Setnov juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah USD7.300.000 dikompensasi sebesar Rp5 miliar yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan terpidana.
“Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan,” kata hakim MA dalam putusannya. (Can/P-3)
PEMBERIAN pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto memberikan preseden buruk pada pemberantasan korupsi di Indonesia. Itu sekaligus dinilai mengonfirmasi bahwa pemangku kepentingan tak pernah serius untuk memberantas korupsi.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia menilai pembebasan bersyarat Setya Novanto merupakan kemunduran dari agenda pemberantasan korupsi. Setya Novanto, seperti diketahui, membuat negara merugi hingga Rp2,3 triliun dari kasus pengadaan KTP elektronik.
Setidaknya, kata dia, terdapat dua alasan penanganan perkara korupsi yang melibatkan eks Ketua DPR Setya Novanto itu menjadi preseden buruk. Pertama, penegak hukum gagal dalam menerapkan pasal pencucian uang untuk menelusuri aliran uang hasil tindak pidana korupsi.
Baca juga : Setnov Bebas Bersyarat, Pukat UGM : Harusnya jadi Kewenangan Pengadilan, bukan Pemerintah
“Penanganan dugaan TPPU korupsi pengadaan KTP elektronik oleh Bareskrim Polri terhadap Setya Novanto disinyalir mangkrak,” kata Yassar melalui keterangan tertulisnya.
Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki fungsi supervisi penanganan perkara penegak hukum lain gagal dalam menangani kasus tersebut. Dampaknya, kata Yassar, saat Setya Novanto menjadi terpidana patut diduga kabur dan plesiran.
Itu karena upaya penegakkan hukum terhadap Setya Novanto tak dilakukan dengan tuntas, utamanya dalam hal perampasan aset milik eks Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Baca juga : ICW: Bebasnya Setya Novanto, Kemunduran Pemberantasan Korupsi
Kedua, kata Yassar, ialah putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) Setya Novanto dengan memotong masa hukuman badan dan pengurangan masa pencabutan hak politik.
“Menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Pemberian efek jera melalui pidana badan dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik masih sangat diperlukan di saat RUU Perampasan Aset juga masih mangkrak oleh pemerintah dan DPR,” kata Yassar.
“Menjadi krusial juga bagi KPK untuk mengungkapkan ke publik apakah pidana tambahan berupa pembebanan uang pengganti sudah sepenuhnya dilunaskan. Jangan sampai yang bersangkutan melenggang bebas tanpa sebelumnya membayar beban pidana tambahan berupa uang pengganti senilai US$7,3 juta sebagaimana diputus oleh pengadilan,” pungkasnya. (Mir/I-1)
Zhao Weiguo divonis hukuman mati korupsi di perusahaan cip. Foto/LinkedIn
BEIJING – Badan pengawas anti-penipuan China menuduh taipan cip Zhao Weiguo melakukan korupsi, sebuah indikasi terbaru dari masalah yang dihadapi industri semikonduktor negara tersebut. Zhao adalah mantan ketua produsen cip komputer, Tsinghua Unigroup.
Para pelaku kunci di sektor ini diselidiki atas kasus korupsi tahun lalu setelah pemerintah menggelontorkan miliaran dolar ke dalam proyek-proyek yang mandek atau gagal.
Zhao dan Tsinghua Unigroup tidak menanggapi permintaan komentar dari BBC.
Dalam sebuah pernyataan, Komisi Inspeksi Disiplin Pusat menuduh bahwa Zhao “mengambil alih perusahaan milik negara yang dikelolanya sebagai wilayah kekuasaan pribadinya.”
Profil Zhao Weiguo, Mantan Komisaris Tsinghua Group yang Dihukum Mati Pemerintah China karena Korupsi
1. Menguntungkan Kerabat dan Koleganya
Regulator mengatakan ia mewariskan bisnis yang menguntungkan kepada kerabat dan teman-temannya, dan membeli barang dan jasa dari perusahaan yang dikelola oleh rekan-rekannya dengan “harga yang jauh lebih tinggi daripada harga pasar”.
Kasus Zhao, tambahnya, telah diserahkan kepada jaksa penuntut yang akan mengajukan tuntutan terhadapnya.
Sekretaris PCNU Bangkalan, Jawa Timur Lora Dimyathi Muhammad prihatin dengan kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Foto: Dok Sindonews
JAKARTA – Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan, Jawa Timur Lora Dimyathi Muhammad prihatin dengan kasus dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag).
“Saya prihatin. Indikasi penyelewengan penyelenggaraan haji 2024 yang dulu didalami oleh Pansus DPR hingga akhir Pansus Menag tidak hadir memberikan keterangan. Akhirnya harus ditangani KPK. Pansus haji oleh DPR saat itu memicu ketegangan terbuka melibatkan PBNU,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).
Menurut Ra Dim panggilan akrabnya, kasus penyelewengan haji yang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini terkait kuota tambahan sebanyak 20.000 pada 2024 dari Kerajaan Arab Saudi.
Sesuai ketentuan, tambahan kuota itu semestinya dikelola berdasarkan Undang-Undang (UU) yakni 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua lokasi pada Rabu (13/8) untuk mendalami kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan dan pembagian kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag). Dari penggeledahan ini, penyidik menyita sebuah mobil dari sebuah rumah yang digeledah.
“Diamankan satu unit kendaraan roda empat serta beberapa aset,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Rabu (13/8).
Budi tidak merinci siapa pemilik rumah tersebut. Lokasi hunian itu ada di Depok, Jawa Barat.
Baca juga : Kasus Korupsi Kuota Haji, KPK Geledah Kantor Ditjen PHU Kemenag
Sementara untuk penggeledahan kedua dilakukan di Kantor Kemenag. Dari kantor tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. “Tim mengamankan barang bukti berupa dokumen dan barang bukti elektronik,” ujar Budi.
Dugaan korupsi ini muncul karena pembagian kuota tambahan haji tidak sesuai aturan. Indonesia sebelumnya mendapat tambahan 20 ribu kuota untuk mempercepat antrean.
Tambahan kuota sebanyak 20 ribu anggota jemaah, sesuai dengan undang-undang, seharusnya dibagi 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, sejumlah pihak justru membaginya sama rata yaitu 10 ribu untuk reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Sejumlah pejabat Kemenag dan pelaku usaha travel umrah telah dimintai keterangan, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Kamis (7/8). (P-4)
Pangdam XV/Pattimura Mayjen TNI Putranto Gatot Sri Handoyo menegaskan komitmennya mengawal upaya Korem 151/Binaiya meraih predikat WBK dan WBBM. Foto/istimewa
AMBON – Pangdam XV/Pattimura Mayjen TNI Putranto Gatot Sri Handoyo menegaskan komitmennya mengawal upaya Korem 151/Binaiya meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Menurutnya, predikat tersebut bukan hanya sebuah simbol penghargaan, melainkan wujud nyata integritas dan profesionalisme prajurit TNI dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Hal itu dikatakan Mayjen TNI Putranto dalam kunjungan kerjanya ke Markas Korem 151/Binaiya di Kota Ambon, Selasa, 12 Agustus 2025.
Menurut Mayjen TNI Putranto menekankan bahwa, seluruh satuan kerja di jajaran Kodam XV/Pattimura harus memiliki kesiapan penuh memenuhi standar transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan prima. Ia menggarisbawahi pentingnya pembinaan yang konsisten, bimbingan terarah, dan kelengkapan dokumen yang akurat sebagai fondasi menuju keberhasilan WBK/WBBM.
Baca juga: Danrem 151 Brigjen TNI Antoninho Sebut Peran Penting Komsos untuk Mencegah Konflik
Mayjen TNI Putranto juga mengingatkan pencapaian serupa telah ia buktikan di Korem 073/Makutarama dan Korem 052/Wijayakrama, yang kini menjadi contoh keberhasilan penerapan reformasi birokrasi di lingkungan TNI.
KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkap adanya sejumlah pihak yang diduga meraup keuntungan dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Ia menyebut, pihak-pihak tersebut seperti agen travel, mulai dari skala kecil hingga besar.
Temuan ini terkuak setelah penyidikan kasus dugaan korupsi dana dan kuota haji resmi dimulai. Menurut Setyo, keterlibatan perusahaan tidak hanya dari kelompok usaha besar, tetapi juga menengah dan kecil. Namun, ia enggan membeberkan detail identitas perusahaan yang dimaksud.
“Karena terkait masalah keuntungan apa semuanya. Memang ada beberapa travel,” kata Setyo Budiyanto di FakultasHukum Universitas Gadjah Mada di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (12/8).
Baca juga : KPK Sebut Biro Perjalanan Haji Patok Harga Berbeda untuk Dapatkan Tambahan Kuota
Setyo menyebut setidaknya ada sekitar 10 agen travel yang terlibat. “Iya, lebih kurang. Lebih kurang sekitar segitu lah (10 agen travel),” katanya.
KPK sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri terkait dugaan korupsi kuota haji.
Mereka ialah mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, mantan stafsus Menag Ishfah Abidal Aziz dan bos travel Maktour Fuad Hasan Masyhur.
Baca juga : Telusuri Aliran Dana Korupsi, KPK Usut Pembagian Kuota Haji ke Biro Perjalanan
Tambahan kuota sebanyak 20 ribu anggota jemaah, sesuai dengan undang-undang, seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun, sejumlah pihak justru membaginya sama rata: 10 ribu untuk reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Sejumlah pejabat Kemenag dan pelaku usaha travel umrah telah dimintai keterangan, termasuk Ustaz Khalid Basalamah. Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pun telah diperiksa pada Kamis (7/8).
“Alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut usai pemeriksaan. (P-4)
Indonesian Corruption Watch (ICW) telah membuat laporan dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025 ke KPK. Foto/Dok ICW
JAKARTA – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar merespons laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025. Kata dia, persoalan tersebut telah dilakukan klarifikasi.
“Sudah diklarifikasi, sudah diklarifikasi,” ujarnya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Minggu (10/8/2025).
Meski demikian, dia tak merincikan lebih lanjut. Dia hanya menyampaikan, tak ada masalah tentang pengelolaan dana haji tahun 2025. “Sudah, sudah, enggak ada masalah,” katanya.
Indonesian Corruption Watch (ICW) membuat laporan dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2025 ke KPK. Dalam laporannya, mereka menduga adanya praktik korupsi dalam layanan masyair dan katering bagi jemaah haji.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu bakal menelusuri dugaan aliran dana dugaan korupsi CSR BI, termasuk ke partai politik. Foto: Dok Sindonews
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 2 anggota DPR sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia (BI) . Selanjutnya, KPK bakal menelusuri dugaan aliran dana, termasuk ke partai politik.
“Apakah diperintahkan oleh partai politiknya? Kemudian apakah juga ini disetor dan lain-lain? Ini kan baru titik awal, titik awal kita akan memperdalam dalam penanganan perkara,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, Jumat (8/8/2025).
“Ini nanti akan kita sampaikan, akan kita gali juga ke arah sana,” sambungnya.
Baca juga: KPK Periksa Deputi Direktur Hukum BI terkait Dana CSR
Dalam perkara tersebut dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sehingga ditelusuri aliran uang tersebut. “Ke mana aliran uang itu bergerak, kita akan selusuri ke tempat-tempat misalkan pribadi, private, dibelikan untuk aset pribadi, kita akan cari dan sita,” kata Asep.