Pendukung Jokowi, Ade Armando menuturkan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membawa 26 video ke polisi terkait pencemaran nama baik dan fitnah dalam kasus tudingan ijazah palsu. Foto: Dok Sindonews
JAKARTA – Pendukung Jokowi, Ade Armando menuturkan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membawa 26 video ke polisi terkait pencemaran nama baik dan fitnah dalam kasus tudingan ijazah palsu . Dengan bukti video itu, Jokowi tidak pernah menyebut satu nama pun yang dianggap telah mencemarkan nama baiknya.
“Pak Jokowi tidak pernah menyebut yang mencemarkan nama baik saya adalah Roy Suryo, dia cuma bilang nama baik saya tercemar, oleh apa, dia bawa 26 video kalau nggak salah, dibawa ke polisi oleh kuasa hukumnya untuk ditonton polisi,” ujar Ade dalam program Rakyat Bersuara di iNews, Selasa (19/8/2025).
Baca juga: Ijazah Jokowi Tak Ditunjukkan, Roy Suryo Anggap Pengacara Pakai Logika Srimulat
Dia menegaskan dalam kasus ini boleh saja Jokowi tak menyebut seorang yang dianggap telah mencemari nama baiknya. Menurut dia, nama-nama terlapor itu muncul setelah tim penyelidik memeriksa bukti video yang diberikan Jokowi.
“Pertanyaan besarnya kan adalah, boleh nggak itu? Kasusnya seperti itu, jadi Pak Jokowi tidak menyebut nama Roy Suryo, tapi setelah polisi mempelajari videonya, polisilah yang menentukan salah satu yang dijadikan terlapor adalah Roy Suryo,” ungkap Ade.
Selama mengikuti kasus tudingan ijazah palsu, argumentasi dirinya terkait Jokowi tidak perlu menyebut nama dalam kasus ini juga dipertegas dengan dokumen yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA).
“Saya pelajari ini bahkan ada sebuah dokumen yang ada di websitenya Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa tidak perlu disebut namanya,” tambahnya.
Pakar telematika/terlapor Roy Suryo menekankan bukti analog bisa diperiksa secara digital seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini dia sampaikan dalam Rakyat Bersuara di iNews, Selasa (19/8/2025). Foto: iNews
JAKARTA – Pakar telematika/terlapor Roy Suryo menekankan bahwa bukti analog bisa diperiksa secara digital seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini dia sampaikan dalam Rakyat Bersuara: ‘Merdeka Bersuara Vs Tuduhan Kriminalisasi’ di iNews, Selasa (19/8/2025).
“Jadi kemajuan teknologi itu bisa memeriksa, sekarang ibu-ibu kalau periksa kandungan apakah dokter harus pakai stetoskop manual? Nggak ini sudah zaman canggih bro, periksanya pakai alat USG,” ujar Roy.
Baca juga: Aktivis hingga Jurnalis Diperiksa Polda Metro Jaya di Kasus Ijazah Jokowi
Bahkan, dia mengaku sanggup memeriksa ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) apabila fisik ijazahnya diberikan.
“Soal ijazah Jokowi, oke mana ijazahnya saya, Rismon, dan dr Tifa sanggup memeriksa itu kalau dikeluarkan ijazahnya. Kenyataannya nggak pernah sampai detik ini ijazah fisiknya dikeluarkan, bahkan Bareskrim Mabes Polri tanggal 22 Mei yang ditampilkan ijazahnya foto kopi, bukan asli,” katanya.
“Ijazah gak perlu diperiksa skripnya cukup, skripsinya asli sudah saya periksa tidak ada lembar pengujian pada 15 April 2025 di ruang 109 yang menyerahkan dua wakil rektor UGM,” tambah Roy.
Advokat Razman Arif Nasution (kanan) menyebutkan, dalam kasus ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Eggi Sudjana sejatinya tak ikut terlibat bersama Roy Suryo Cs. Sebab, persoalan yang dipermasalahkan itu berbeda. Foto/Ari Sandita
JAKARTA – Advokat Razman Arif Nasution menyebutkan, dalam kasus ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo ( Jokowi ), Eggi Sudjana sejatinya tak ikut terlibat bersama Roy Suryo Cs. Sebab, persoalan yang dipermasalahkan itu berbeda.
“Kasus posisi Bapak Eggi Sudjana terkait laporan polisi dugaan ijazah palsu Bapak Jokowi di Bareskrim Polri dan atau di Polda Metro Jaya, dalam hal ini ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM, saya selaku perwakilan Bapak Eggi Sudjana menyatakan Bapak Eggi Sudjana tidak pernah terlibat sama sekali,” ujar Razman kepada wartawan di Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, setelah berdiskusi dengan Eggi Sudjana, diketahui bahwa Eggi itu seolah di-framing berada dalam kubu yang sama dengan Roy Suryo Cs yang mempersoalkan ijazah S1 Jokowi yang diterbitkan UGM. Faktanya, Eggi Sudjana hanya mempersoalkan ijazah SMA Jokowi.
“Faktanya, Bang Eggi kalau istilah hukum tempus dan delik, yang dipersoalkan Bang Eggi adalah ijazah SMA Bapak Jokowi. Ini pun posisi Bang Eggi sebagai kuasa hukum dari Bapak Bambang Tri dan Gus Nur,” tuturnya.
Baca Juga: Pitra Romadoni Sentil Kubu Roy Suryo Cs: Burung Berkicau Terus Sudah Saatnya Ditempatkan di Kandang
Soal ijazah SMA Jokowi yang dipersoalkan itu juga telah berproses hukum, telah disidangkan, hingga akhirnya berujung vonis oleh PN Solo pada Bambang Tri dan Gus Nur sampai akhirnya mendapatkan amnesti.
Layar menampilkan ijazah sarjana milik mantan Presiden Joko Widodo.(Antara)
TIM Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis mengungkap jumlah terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mencapai 12 orang. Data ini tercantum dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan para terlapor.
Kuasa hukum dari Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademksi dan Aktivis, Ahmad Khozinudin menilai tidak ada satu pun nama terlapor yang diungkap langsung oleh Jokowi. Padahal, menurutnya, dalam delik aduan, kekuatan menuntut secara hukum berada di tangan korban, yaitu Jokowi.
“Memastikan kepada saudara Joko Widodo, siapa orang yang mencemarkan dirinya, karena delik aduan tidak seperti delik umum, kalau delik umum melaporkan pencuri, pencurinya siapa? silakan pak polisi cari pencurinya. Tapi, ini adalah delik aduan, harus jelas siapa yang memfitnah,” kata Khozinudin di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (13/8).
Baca juga : Pernyataan Abraham Samad setelah Dicecar 56 Pertanyaan oleh Penyidik dalam Kasus Ijazah Jokowi
Khozinudin menyebut penyidik telah menyita 24 video sebagai barang bukti. Menurutnya, seharusnya dari video itu sudah dapat diketahui nama-nama terlapor dari pelapor, bukan dari penyidik.
“Padahal, kepolisin Polda Metro Jaya tidak punya kewenangan bertindak untuk dan atas nama saudara Joko Widodo, untuk menetapkan siapa orang-orang yang merasa merendah-rendahkan saudara Jokowi dan menghina-hinakan saudara Jokowi berkaitan dengan isu ijazah palsu,” kaya Khozinudin.
Khozinudin memerinci berdasarkan surat SPDP yang diterima.
Baca juga : Eks Ketua KPK Abraham Samad Siap Diperiksa Kasus Ijazah Jokowi Hari Ini
Daftar 12 Terlapor Terbagi dalam Beberapa Klaster
Berdasarkan SPDP, 12 terlapor dibagi dalam tiga klaster: akademisi, aktivis, media dan YouTuber. Rinciannya sebagai berikut:
Klaster Media & YouTuber: Nurdiansyah Susilo, Arif Nugroho, Michael Sinaga, Aldo Rido
Klaster Akademisi: Abraham Samad (mantan Ketua KPK), Roy Suryo (Pakar Telematika), Dr. Tifauziah Tyassuma, Rismon Sianipar (Ahli Digital Forensik)
Klaster Aktivis: Eggi Sudjana (Ketua TPUA), Rizal Fadillah (Wakil Ketua TPUA), Rustam Efendi, Kurnia Tri Royani (Advokat)
Salah satu terlapor, Abraham Samad, telah diperiksa Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ia menegaskan pembahasannya mengenai ijazah Jokowi di podcast Abraham Samad Speak Up bukan tindak pidana, melainkan forum diskusi, edukasi, dan kritik konstruktif.
“Kalau misalnya saja aparat hukum ini membadi buta, ya membabi buta menangani kasus pidana ini, maka saya pasti akan melawannya. Sampai kapan pun juga, karena menurut saya, ini bukan tentang saya, tapi tentang nasib seluruh rakyat Indonesia,” kata Abraham.
Untuk diketahui, kasus ini telah naik ke tahap penyidikan. Artinya, penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengantongi unsur pidana. Saat ini, penyidik tengah mencari alat bukti yang cukup untuk penetapan tersangka.
Jokowi melaporkan sejumlah orang ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik dan penghinaan serta fitnah atas tudingan memilki ijazah palsu. Selain Jokowi, Peradi Bersatu dan relawan Jokowi lainnya juga melaporkan kasus serupa di Polres Metro Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Para terlapor dipersangkakan Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan atau Pasal 28 ayat 3 Jo Pasal 45A ayat 3 UU ITE. (P-4)
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dipastikan menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2025. Foto/Dok SindoNews/Aldhi Chandra
JAKARTA – Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dipastikan menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2025. Sementara, Megawati Soekarnoputri dan Joko Widodo (Jokowi) belum memberikan konfirmasi.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ( MPR RI ) Siti Fauziah, pihaknya sudah menyampaikan undangan kepada mantan presiden dan mantan wakil presiden untuk menghadiri Sidang Tahunan MPR, Jumat (15/8/2025).
“Undangan resmi sudah diantarkan kepada presiden dan wakil presiden terdahulu dan konfirmasi kehadiran masih berlanjut,” kata Siti saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Baca Juga: Prabowo Kerap Bersama SBY dan Jokowi, Demokrat Singgung Megawati
Siti menyampaikan bahwa MPR telah mendapat konfirmasi bahwa Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan memenuhi undangan. Demikian juga Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, serta Wakil Presiden ke-11 Boediono.
“Tapi yang sudah confirm hadir adalah Pak SBY, lalu ada Pak Try Sutrisno, Pak Jusuf Kalla, dan Pak Boediono,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dipastikan sudah menerima undangan. Hanya saja, hingga saat ini MPR belum menerima konfirmasi kehadiran kedua tokoh tersebut. “Kalau Pak Jokowi dan Bu Mega masih dalam konfirmasi,” tuturnya.
Pakar telematika Roy Suryo akan menerbitkan buku yang bakal menguliti ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Buku itu akan diluncurkan tepat pada HUT ke-80 RI yang jatuh pada 17 Agustus 2025. Foto/Tangkapan layar iNews
JAKARTA – Pakar telematika Roy Suryo akan menerbitkan buku yang bakal menguliti ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo ( Jokowi ). Buku itu akan diluncurkan tepat pada HUT ke-80 RI yang jatuh pada 17 Agustus 2025.
“Insyaallah untuk kado 80 tahun kemerdekaan Indonesia kami bertiga RRT (Rismon, Roy, Tifa) itu akan menerbitkan buku ini. Judulnya, Jokowi’s White Paper,” kata Roy dalam program Rakyat Bersuara bertajuk “Terpidana Ijazah Jokowi Diampuni Prabowo, Bagaimana Nasib Roy Suryo Cs?” yang ditayangkan iNews, Selasa (12/8/2025) malam.
Roy Suryo mengatakan, pihaknya akan mengulas detail analisis ijazah sarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi. Menurutnya, tebal buku ini hampir 600 halaman.
Baca Juga: Pitra Romadoni Sentil Kubu Roy Suryo Cs: Burung Berkicau Terus Sudah Saatnya Ditempatkan di Kandang
“Kita akan ulas detail. Ini buku 580-an sampai 600 halaman. Itu Insyaallah akan di-launching nanti, soft launching-nya pada 17 Agustus besok untuk kado 80 tahun kemerdekaan Indonesia,” tutur Roy.
Ilustrasi: Presiden ke-7 RI Joko Widodo saat bersama Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di sela penyelenggaraan KTT APEC di Queen Sirikit National Convention Center, Bangkok, Jumat pagi 18 November 2022( BPMI Setpres/Laily Rachev)
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 menyimpang dari tujuan awal Joko Widodo selaku Presiden RI saat itu yang meminta kuota ekstra kepada Pemerintah Arab Saudi.
“Kalau berdasarkan niat awal dari Presiden datang ke sana (Arab Saudi) meminta kuota, niat awal dan alasannya itu untuk memperpendek waktu tunggu para jemaah haji yang reguler,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dikutip Antara, Selasa (12/8).
Asep menjelaskan Jokowi pada saat kepemimpinannya meminta tambahan kuota haji agar memangkas waktu tunggu jemaah haji reguler yang sudah mencapai 15 tahun lebih.
Baca juga : KPK Buru Dalang Korupsi Kuota Haji di Kemenag
“Akan tetapi, yang terjadi tidak demikian gitu ya. Akhirnya dibagi menjadi 50%, 50%, gitu. Itu sudah jauh menyimpang dari niatan awal,” katanya.
Selain itu, Asep mengatakan kuota tambahan 20.000 orang dibagi rata, 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019. Aturan tersebut menetapkan komposisi 92% untuk haji reguler dan hanya 8% untuk haji khusus.
“Jadi, kira-kira 8% itu, 8 per seratus kali 20.000, ya 1.600 kuota (haji khusus), dan yang kuota regulernya berarti 18.400. Harusnya seperti itu,” jelasnya.
Baca juga : KPK Telusuri Aliran Dana dan Perintah Pejabat soal Kuota Haji
KPK resmi memulai penyidikan perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024 pada 9 Agustus 2025. Langkah ini diambil setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya.
KPK juga menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara, yang sementara ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Selain itu, KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri yaitu mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Sementara itu, Panitia Khusus Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan serupa. Mereka menyoroti kebijakan pembagian kuota tambahan 50:50 oleh Kementerian Agama yang dinilai bertentangan dengan undang-undang.
Sejumlah pejabat Kemenag dan pelaku usaha travel umrah telah dimintai keterangan, termasuk Yaqut Cholil Qoumas pada Kamis (7/8).
“Alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut usai pemeriksaan. (P-4)
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mewakili Fraksi NasDem dan Eddy Soeparno mewakili Fraksi PAN memberikan penjelasan seusai mengantarkan udangan sidang tahunan MPR/DPR RI kepada Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Solo, Jawa Tengah, Selasa (12/8/2025).(MI/Widjajadi)
POLITIKUS senior Partai NasDem Lestari Moerdijat yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI bersama pimpinan MPR RI Eddy Suparno berkunjung ke kediaman Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Kedatangan kedua sosok itu bertujuan untuk menyampaikan undangan sidang tahunan MPR/DPR RI yang bakal diselenggarakan pada Jumat (15/8).
“Saya bersama Pak Eddy (Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN) Eddy Suparno mewakili unsur pimpinan lain, datang ke Solo untuk menyampaikan undangan sidang tahunan MPR/DPR,” ungkap Rerie, panggilan akrab Lestari Moerdijat usai bersama Eddy Suparno diterima selama satu jam oleh Jokowi di kediamannya, Selasa (12/8).
Dia mengaku hanya berdua ke rumah Jokowi karena jadwal kerja yang padat. Para pimpinan MPR RI lain pun berbagi tugas untukmenyampaikan undangan kepada para mantan presiden lainnya.
Baca juga : 2 Menteri Era Jokowi Dipanggil KPK Hari Ini, Kamis 7 Agustus 2025
“Jadi berbagi tugas. Saya sama Pak Eddy mengantar undangan kepada Pak Jokowi,” imbuh satu-satunya politikus perempuan yang duduk sebagai unsur pimpinan MPR RI itu dengan senyumnya yang lembut.
Eddy Suparno menambahkan, pembagian tugas pengantaran surat undangan untuk para mantan presiden itu, antara lain Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto mengantar undangan kepada Megawati Soekarnoputri.
“Lalu Mas Ibas (Edhie Baskoro Yudhoyono) kepada Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dan Ketua (Ketua MPR RI) Pak Muzani kepada Presiden Prabowo dan Wapres Gibran,” terang politisi PAN ini menggenapi penjelasan Rerie.
Baca juga : Beri Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Prabowo Disebut Makin Berjarak dengan Jokowi
Terkait bagaimana tanggapan Jokowi ketika menerima pengantaran undangan sidang tahunan MPR/DPR RI, Eddy menjelaskan, bahwa presiden ke-7 RI itu mengucapkan terima kasih dan akan mengonfirmasikan kehadiran kepada mereka selaku pengantar
“Pak Jokowi menyatakan terima kasih, dan akan memberitahukan ke kita, untuk konfirmasi kehadirannya. Yang penting kami sudah menyampaikan,” lugas politikus PAN ini dengan mimik senyum tipis.
Baik Lestari Moerdijat maupun Eddy Suparno menggambarkan pertemuan mereka dengan Jokowi sebagai momen temu kangen, dan tidak membahas politik atau isu tertentu secara spesifik.
Majelis Hakim PN Sleman memutus perkara dugaan ijazah palsu Jokowi dengan putusan sela gugur. Hakim berpandangan gugatan yang ada bukan kewenangan PN, namun sengketa informasi atau gugatan ke PTUN. Foto: Dok Sindonews
SLEMAN – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman memutus perkara dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan putusan sela gugur. Majelis hakim berpandangan gugatan yang ada bukan kewenangan pengadilan negeri, namun sengketa informasi atau gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Perkara ini teregister di PN Sleman dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/PN Smn tertanggal 5 Mei 2025 dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum. Pihak penggugat Komardin dan tergugat Rektor UGM, 4 Warek, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, dan pembimbing akademik Jokowi.
Baca juga: PN Solo Putuskan Gugatan Ijazah Jokowi Gugur, Alasannya Tak Punya Wewenang
“Dalam putusan sela kami bermusyawarah dan menjatuhkan putusan sela menerima eksepsi kompetensi absolut. Intinya PN Sleman tidak berwenang menangani perkara itu,” kata Wakil Ketua PN Sleman Agung Nugroho , Selasa (5/8/2025).
Menurut dia, ada beberapa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini. Salah satunya merujuk dalil gugatan dikaitkan dengan petitum yang lebih tepat diajukan di Komisi Informasi Publik (KIP) atau PTUN.
Roy Suryo menjawab pertanyaan wartawan saat jeda pemeriksaan di Polda Metro Jaya(ANTARA FOTO/Fauzan)
SIDANG perdana gugatan perdata terkait dugaan fitnah pemalsuan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (29/7). Gugatan tersebut diajukan oleh mantan Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT), Paiman Raharjo.
Namun, dari tujuh pihak tergugat yang dipanggil, hanya dua kuasa hukum yang hadir dalam persidangan, yakni dari tergugat Hermanto (tergugat VII) dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) selaku turut tergugat III. Sementara itu, Roy Suryo yang tercatat sebagai tergugat II, tidak hadir dan juga tidak mengirim kuasa hukum.
Ketua Majelis Hakim, Sunoto, mengungkapkan bahwa enam tergugat lainnya, termasuk Roy Suryo, tidak hadir karena surat panggilan yang dikirimkan sebelumnya dikembalikan. Penyebabnya, dalam berkas gugatan yang diajukan kuasa hukum Paiman, Farhat Abbas, tidak dicantumkan alamat pribadi para tergugat secara lengkap.
Baca juga : Diperiksa di Polres Solo Hari Ini, Jokowi Dipastikan Bawa Ijazah
“Alamat yang tertulis hanya satu, dan ketika dikirim, semua surat dikembalikan,” ujar Hakim Sunoto.
Majelis Hakim pun meminta Farhat Abbas segera memperbaiki berkas gugatan dengan mencantumkan alamat lengkap para tergugat. Revisi tersebut harus dilakukan melalui sistem e-court agar pemanggilan dapat dikirim ulang dan sidang lanjutan bisa dijadwalkan.
“Ya, kami ubah,” kata Farhat saat menanggapi permintaan hakim.
Baca juga : Roy Suryo Cs Datangi Polda Metro Jaya, Ajukan Gelar Perkara Khusus Soal Ijazah Jokowi
Hakim juga mengimbau para pihak tergugat yang telah hadir untuk segera mendaftar melalui PTSP e-court sebagai bagian dari kelengkapan administrasi perkara.
Dalam perkara ini, terdapat tujuh tergugat yang terdiri atas:
Eggi Sudjana (Tergugat I)
Roy Suryo (Tergugat II)
dr. Tifauzia Tyassuma (Tergugat III)
Kurnia Tri Royani (Tergugat IV)
Rismon Hasiholan Sianipar (Tergugat V)
Bambang Suryadi Bitor (Tergugat VI)
Hermanto (Tergugat VII)
Sementara itu, turut tergugat dalam perkara ini adalah:
Kepolisian Republik Indonesia cq. Bareskrim (Turut Tergugat I)
Presiden Joko Widodo (Turut Tergugat II)
Rektor Universitas Gadjah Mada (Turut Tergugat III)
Dalam salinan gugatan, Farhat Abbas menyebut kliennya, Paiman Raharjo, difitnah sebagai dalang pemalsuan dan pencetak ijazah palsu Presiden Jokowi. Tuduhan itu, menurutnya, disebarkan oleh para tergugat melalui media sosial pada periode Mei hingga Juli 2025.
Farhat menegaskan bahwa gugatan ini bertujuan memberikan perlindungan hukum serta memulihkan nama baik Paiman atas tudingan yang dianggap tidak berdasar tersebut. (Metrotv/P-4)