Ironi Pemberantasan Korupsi Tercermin dari Bebasnya Setnov

Ironi Pemberantasan Korupsi Tercermin dari Bebasnya Setnov


Ironi Pemberantasan Korupsi Tercermin dari Bebasnya Setnov
grafis.(MI)

MANTAN Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) resmi mendapatkan kebebasan bersyarat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kasus rasuah pengadaan KTP-e yang menjerat Setnov merupakan kejahatan serius.

“Bicara perkara itu, kita kembali diingatkan sebuah kejahatan korupsi yang serius, dengan dampak yang benar-benar langsung dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Senin (18/8).

Rugikan Negara?

Budi mengatakan kasus Setnov bukan cuma merugikan negara. Tapi, kata dia, perkara itu secara langsung membuat masyarakat rugi karena kualitas KTP-e yang dikurangi.

“Karena tidak hanya besarnya nilai kerugian negara, tapi juga secara masif mendegradasi kualitas pelayanan publik,” ujar Budi.

Kasus Setnov diharap jadi peringatan untuk semua pihak. Efek jera diharap timbul agar kasus mega korupsi serupa tak terulang.

“Namun, kejahatan korupsi selalu menjadi pengingat sekaligus pembelajaran untuk generasi berikutnya, agar sejarah buruk itu tidak kembali terulang,” ucap Budi.

Momentum Kemerdekaan?

Momen kemerdekaan Republik Indonesia diharap jadi pemicu korupsi tak terulang lagi di Indonesia. Terbilang, tema hari ulang tahun ke-80 RI kali ini adalah ‘Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’.

“Sebagaimana tagline HUT RI ke-80, ‘Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’, demikian halnya dalam upaya pemberantasan korupsi, baik melalui upaya Pendidikan, pencegahan, maupun penindakan. Butuh persatuan dan kedaulatan seluruh elemen masyarakat, untuk melawan korupsi, demi perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa,” tegas Budi.

Sunat Hukuman?

Sebelumnya MA sempat mengabulkan upaya hukum luar biasa atau PK yang diajukan terpidana kasus KTP-e yanh juga mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto ini. Hukuman Setnov menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara dari sebelumnya 15 tahun. Dia terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) junctoPasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Setnov juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah USD7.300.000 dikompensasi sebesar Rp5 miliar yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan terpidana.

“Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan,” kata hakim MA dalam putusannya. (Can/P-3)

Ironi Manggala Agni, Bertaruh Nyawa di Hutan dengan Peralatan Minim

Ironi Manggala Agni, Bertaruh Nyawa di Hutan dengan Peralatan Minim


Ironi Manggala Agni, Bertaruh Nyawa di Hutan dengan Peralatan Minim
Petugas Manggala Agni wilayah Sumatra.(Dok. Istimewa)

Saban tahun setiap bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) terjadi di Riau, nama Manggala Agni, yang merupakan petugas pemadam kebakaran hutan di bawah Kementerian Kehutanan ini selalu disebut-sebut. Bahkan, tokoh lingkungan nasional Prof. Emil Salim pernah menyebut Manggala Agni adalah ujung tombak dalam perang melawan Karhutla.

 

Pujian terhadap Manggala Agni memang tidak berlebihan, baik karena kemampuan maupun tugas berat yang disandang mereka. Saat bertugas, tidak jarang para petugas Manggala Agni harus berhari-hari tidak pulang karena berjibaku dengan api. Mereka harus terus menyisir lahan ratusan bahkan ribuan hektar untuk mencari titik api dan memastikannya padam.

 

Nyawa jelas menjadi taruhan. Bahkan sebelum itu pun, para petugas Manggala Agni sudah harus menghadapi berbagai risiko kesehatan, baik pernafasan hingga pengelihatan. Di sisi lain, meski status kepegawaian Manggala Agni sudah membaik, kondisi kerja masih cukup memprihatinkan.

 

Kepala Balai Pengendalian Kebakaran Hutan (Kabalai Dalkarhut) Sumatra, Ferdian Krisnanto kepada Media Indonesia bahwa status Manggala Agni sebelumnya pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) atau honorer dan tenaga lepas. Saat ini, sebagian mereka sudah berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

 

“Sudah lumayan bagus. Dulu kan kawan-kawan (Manggala Agni) ini PPNPN, saat ini sudah PPPK. Cuman memang ke depan perlu ditambah personel untuk regenerasi dan revitalisasi sarprasnya (sarana prasarana). Karena ancaman Karhutla itu kan tiap tahun pasti ada dan makin dinamis juga,” kata Ferdian yang bertugas di tengah Karhutla di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau, Rabu (30/7).

 

Untuk wilayah Sumatra yang sangat luas, jumlah total personel Manggala Agni yang menjaga Sumatra hanya sebanyak 956 orang. “Personel saya saat ini 956 orang, untuk melaksanakan kegiatan di 10 Provinsi di Sumatra. Agar berat juga kalau sedang musim kebakaran berbarengan Riau, Sumut (Sumatra Utara), Jambi, dan Sumsel (Sumatra Selatan),” jelas Ferdian.

 

Menumpang Motor dan Sampan Warga

Mirisnya lagi, setiap kali masuk ke dalam pelosok hutan dan lokasi ekstrem, tim pemadam Manggala Agni harus menumpang sampan atau motor masyarakat. Bahkan, harus berjalan kaki hingga berkilo-kilo meter mengangkut perlengkapan dan peralatan pemadam mulai dari mesin pompa air, selang, dan sebagainya yang sangat berat. Sangat disayangkan, pasukan elit ujung tombak Karhutla ini tidak didukung helikopter pengangkut orang dan barang dalam bertugas di dalam hutan.

 

“Tadi pagi kami masih dibantu warga dengan sampai mencapai lokasi. Kami sudah ada peralatan lengkap, namun memang karena operasi kami sebagian besar di lokasi yang ekstrem, peralatan kami perlu rutin direvitalisasi. Misalnya selang dan pompa, pada operasi panjang selalu butuh back-up supaya operasi tidak berhenti kalau ada yang rusak, langsung ganti tidak boleh jeda,” tuturnya.

 

 

Penegakan Hukum Lemah, Kebakaran Berulang

Komandan Manggala Agni Daops Pekanbaru, Chaerul Parsaulian Ginting, kepada Media Indonesia mengaku banyak curahan hati teman-teman Manggala Agni yang cukup jengah dengan terulangnya terus kasus Karhutla setiap tahun namun penegakan hukum yang kurang jelas.

 

“Makanya kami juga yang di bawah banyak ngelus dada, kasus berulang, kami terus madam, tapi tak ada penyelesaian masalah tanahnya dan penegakan hukumnya,” jelasnya.

 

Hal serupa dikatakan pakar lingkungan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau Elviriadi. Ia mengatakan belum ada kesungguhan dari pemerintah untuk pencegahan Karhutla sejak dari bagian hulu.

 

“Yang saban tahun terjadi itu hanya pemadaman api lahan terbakar. Seharusnya pencegahan dari hulu. Rehabilitasi lahan, pembasahan gambut, kemudian mitigas bencana Karhutla. Dan lakukan penanaman tanaman khas gambut seperti nanas, atau kopi ya. Contoh kopi liberika di Kabupaten Meranti. Jadi Riau bukan cuma sawit saja, kopi juga ramah lingkungan dan secara ekonomis juga baik bagi masyarakat Riau,” ungkapnya. (M-1)