Menanti Klarifikasi AS Soal Tarif Impor Emas Batangan, Pasar Logam Mulia Was-was

Menanti Klarifikasi AS Soal Tarif Impor Emas Batangan, Pasar Logam Mulia Was-was



loading…

Para trader atau pelaku pasar menanti penjelasan dari Gedung Putih mengenai kebijakan tarif terbarunya terhadap impor emas batangan. Foto/Dok

JAKARTA – Para trader atau pelaku pasar menanti penjelasan dari Gedung Putih mengenai kebijakan tarif terbarunya terhadap impor emas batangan . Sebelumnya sebuah lembaga pemerintah Amerika Serikat (AS) mengejutkan pasar dengan mengumumkan bahwa emas batangan seberat 100 ons dan satu kilogram akan dikenakan tarif.

Harga emas berjangka AS mencatat rekor tertinggi pada Jumat (8/8) kemarin setelah laporan bahwa pemerintah AS mengenakan tarif impor untuk emas batangan berukuran 1 kilogram. Harga emas spot stabil di level USD3.396,92 per ons, setelah sempat menyentuh titik tertinggi sejak 23 Juli pada awal sesi.

Secara mingguan, harga emas batangan telah naik sekitar 1%. Sedangkan pada hari ini, harga emas diperdagangkan sekitar USD62 per ons di atas patokan spot global. Selisih harga antara pusat perdagangan di AS dan London turun di bawah USD60 per ons sebagai reaksi terhadap berita tersebut, setelah sebelumnya melonjak di atas USD100 sebagai respons terhadap kejutan tarif awal.

Baca Juga: AS Terapkan Tarif Impor Emas Batangan, Analis: Pasar Logam Mulia Global Bakal Terguncang

Kebijakan Washington memiliki implikasi luas terhadap aliran bullion di seluruh dunia, dan berpotensi menganggu kelancaran kontrak berjangka AS. Pemerintahan telah membebaskan logam mulia dari bea cukai pada bulan April lalu, dan hingga ada kejelasan jangka panjang, para pelaku pasar mengatakan, pasar logam mulia akan tetap waspada.

“Kami melihat berbagai segmen pasar emas berperilaku dengan tertib saat industri menunggu klarifikasi potensial ini,” tulis Joseph Cavatoni, kepala strategi pasar untuk Amerika Utara di Dewan Emas Dunia, dalam sebuah postingan di LinkedIn seperti dilansir Bloomberg.

“Kami akan terus memantau situasi ini dan memperbarui penelitian serta wawasan kami seiring informasi yang semakin jelas,” paparnya.

Tak Ingin Hubungan dengan Rusia Retak, India Pertahankan Impor Minyak 1,75 Juta Barel per Hari

Tak Ingin Hubungan dengan Rusia Retak, India Pertahankan Impor Minyak 1,75 Juta Barel per Hari



loading…

Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan penghargaan Order of St. Andrew the Apostle yang pertama kepada Perdana Menteri India Narendra Modi di Kremlin di Moskwa, Rusia, Selasa, 9 Juli 2024. FOTO/Sputnik/AP

JAKARTA – India tetap teguh mempertahankan impor minyak mentah dari Rusia sebesar 1,75 juta barel per hari, meski mendapat tekanan dan ancaman sanksi sekunder dari Amerika Serikat (AS). Pemerintah New Delhi menegaskan komitmennya untuk tidak mengorbankan hubungan strategis dengan Moskow yang telah terbangun puluhan tahun.

Kementerian Luar Negeri India menyatakan, kerja sama energi dengan Rusia bersifat “stabil dan telah teruji waktu”. Hubungan ini, menurut mereka, tidak seharusnya dipengaruhi oleh kepentingan negara ketiga, termasuk tekanan politik dari Washington.

Baca Juga: India Tak Gentar Hadapi Tarif Trump, Modi Pilih Lindungi Nasib Petani

Ancaman sanksi AS muncul menyusul pembelian besar-besaran minyak Rusia oleh India sejak konflik Ukraina meletus. AS berargumen bahwa transaksi tersebut mendanai upaya perang Rusia, sekaligus berupaya membatasi pendapatan energi Moskow. Namun, India menolak tunduk, menyebut pembelian minyak sebagai kepentingan nasional untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Ketegangan ini terjadi dalam konteks dinamika kelompok BRICS, yang semakin menunjukkan resistensi terhadap dominasi ekonomi Barat. Aliansi ini, yang awalnya digagas sebagai konsep ekonomi oleh Jim O’Neill dari Goldman Sachs pada 2001, kini menjadi wadah kerja sama alternatif di luar sistem keuangan global yang didominasi AS.

Brasil, misalnya, tetap bertahan meski tarif impor AS terhadap produknya naik hingga 50%. Pemerintah Presiden Lula da Silva menolak intervensi Washington, termasuk dalam kasus mantan Presiden Jair Bolsonaro yang kini berada dalam tahanan rumah.

Sementara, Afrika Selatan juga menunjukkan ketahanan ekonomi dengan mengendalikan inflasi dan menarik investasi asing, meski terkena tarif AS sebesar 30%. Dilansir dari Watcher Guru, Bank Sentral India (RBI) disebut-sebut mempertahankan level stabil USD/INR di kisaran 88 dengan fleksibilitas rupee yang meningkat seiring inflasi yang terkendali. Langkah ini memperkuat posisi India dalam menghadapi fluktuasi pasar global.