Sambut HUT ke-80 RI, Imigrasi Cilegon Gelar Donor Darah dan Salurkan Paket Sembako

Sambut HUT ke-80 RI, Imigrasi Cilegon Gelar Donor Darah dan Salurkan Paket Sembako



loading…

Kantor Imigrasi Kelas II TPI Cilegon sukses menyelenggarakan kegiatan donor darah dan bakti sosial. Foto/SindoNews

CILEGON – Kantor Imigrasi Kelas II TPI Cilegon sukses menyelenggarakan kegiatan donor darah dan bakti sosial. Kegiatan tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Cilegon Aditya Triputranto, menyatakan, kegiatan bertajuk “Merdeka Peduli Sesama” ini merupakan wujud nyata kepedulian sosial dan kemanusiaan dari jajaran Imigrasi Cilegon terhadap masyarakat setempat.

Kegiatan diawali dengan donor darah yang dilaksanakan di Aula Kantor Imigrasi Kelas II TPI Cilegon. Bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Cilegon, acara ini menarik partisipasi aktif dari pegawai Kantor Imigrasi Kelas II TPI Cilegon, yang terdiri para Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun CPNS Keimigrasian, serta Masyarakat pemohon layanan keimigrasian pada Kamis, 14 Agustus 2025.

Baca juga: Menuju HUT ke-80 RI, Kemenimipas Gelar Donor Darah, Bansos, dan Khitanan Massal

“Kegiatan ini tidak hanya sekadar rangkaian perayaan, tetapi juga momentum untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama. Setiap tetes darah yang disumbangkan sangat berarti bagi masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya, Jumat (15/8/2025).

Digitalisasi Layanan Imigrasi Perkokoh Kedaulatan Negara

Digitalisasi Layanan Imigrasi Perkokoh Kedaulatan Negara


Digitalisasi Layanan Imigrasi Perkokoh Kedaulatan Negara
Ilustrasi.(MI)

DIREKTORAT Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, berupaya memaksimalkan pelayanan dengan sejumlah terobosan. Penjaga pintu gerbang negara itu telah mentransformasikan sejumlah layanan berbasis digital, misalnya mobile paspor (M-Paspor), aplikasi visa, serta permohonan izin tinggal secara daring.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman mengatakan bahwa pihaknya juga berupaya memperkuat ketahanan nasional dalam pelaksanaan pengawasan orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia. Caranya, kata dia, Ditjen Imigrasi telah memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan mutu pelayanan. 

“Misalnya aplikasi pengenalan wajah, aplikasi pelaporan orang asing, aplikasi subject of interest, dan aplikasi penegakan hukum keimigrasian,” terangnya kepada Media Indonesia, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Dalam pelayanan paspor, menurut dia, Ditjen Imigrasi menyediakan ruang tunggu khusus atau immigration lounge, layanan akhir pekan atau weekend service, serta eazy passport atau layanan jemput bola pelayanan paspor.

PERCEPAT LAYANAN

Di sejumlah tempat pemeriksaan imigrasi (TPI), tersedia pula sistem auto gate yang bertujuan untuk mempercepat pelayanan. Adapun dalam pengurusan visa dan izin tinggal, menurutnya, kemudahan yang diberikan berupa izin tinggal terbatas bisa langsung diurus di TPI tanpa harus melapor ke kantor imigrasi.

 

Guna memantau pelanggaran tindak pidana keimigrasian, Yuldi mengatakan Ditjen Imigrasi menggandeng aparatur penegak hukum lain dengan membentuk tim pengawasan orang asing atau timpora. Tim tersebut bertugas memantau warga negara asing (WNA), khususnya wisatawan yang menyalahgunakan visa maupun tinggal lebih lama dari ketentuan atau overstay.

 

“Kemudian, dilaksanakan operasi pengawasan keimigrasian secara berkala, patroli keimigrasian secara rutin dan insidentil untuk memastikan keberadaan orang asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelas Yuldi.

KEKUATAN SDM

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, berpendapat bahwa Ditjen Imigrasi harus memiliki tata kelola yang lebih baik. Penangkalan tindak kejahatan dari luar negeri perlu menjadi fokus utama kerja direktorat tersebut.

Ia juga mengatakan pemanfaatan teknologi harus dimaksimalkan untuk peningkatan layanan. Trubus pun menggarisbawahi pentingnya penguatan mutu sumber daya manusia (SDM) pada direktorat itu untuk memastikan setiap warga negara asing (WNA) yang masuk ke wilayah Indonesia tidak akan melakukan tindak kejahatan.

  

Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara mengatakan pengawasan keimigrasian di wilayah perbatasan harus terus diperkuat, khususnya terkait ancaman kejahatan transnasional seperti tindak pidana perdagangan orang (TPPO), penyelundupan manusia, peredaran narkotika, dan barang ilegal lainnya.

“Pengawasan keimigrasian membutuhkan sinergi lintas sektor serta penguatan kapasitas kelembagaan yang antisipatif dan korektif terhadap kebijakan tanpa menghambat iklim investasi dan pariwisata,” katanya.

PERAN KRUSIAL

Dewi menjelaskan imigrasi memiliki peran krusial dalam menjaga kedaulatan negara. Untuk itu, pihaknya mendorong optimalisasi kebijakan keimigrasian berbasis teknologi dan sinergi lintas lembaga. Tujuannya untuk memastikan pengelolaan mobilitas lintas negara yang lebih efisien dan aman.

Pakar hukum perdata dan pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa terdapat beberapa tantangan dalam menjaga kedaulatan negara di bidang keimigrasian. Salah satunya mengatasi pelanggaran keimigrasian oleh WNA kerap berujung pada tindak pidana.

Ia juga mendorong imigrasi untuk dapat melakukan pengumpulan dan pengolahan data keberadaan orang asing di Indonesia secara rinci. “Sehingga diharapkan, tingkat pelanggaran hukum keimigrasian akan jauh berkurang. Pelanggaran orang asing di bidang keimigrasian yang rendah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan kantor imigrasi dalam menjaga iklim investasi dan ini akan berpengaruh bagi kemajuan ekonomi dan sosial,” katanya.

TANTANGAN TERSENDIRI

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan setiap wilayah kerja imigrasi memiliki tantangannya masing-masing. Ia mencontohkan Kepulauan Riau 96% wilayah kerja imigrasi didominasi laut, berbeda dengan wilayah perbatasan darat wilayah Indonesia Tengah dan Timur yang sering menjadi target TPPO.

“Memang pihak imigrasi akan lebih sulit untuk mendeteksi orang asing yang masuk lewat jalur laut dan darat daripada lewat jalur udara. Maka dari itu, banyak kasus-kasus pelanggaran hukum pidana jaringan internasional seperti TPPO dan narkoba umumnya terjadi lewat jalur laut dan darat,” jelasnya. 

Selain itu, dia menyebut konsentrasi tinggi WNA di Bali, resistensi masyarakat terhadap tenaga kerja asing di proyek strategis nasional di Sulawesi dan Maluku Utara, serta keberadaan pengungsi jangka panjang di Sulawesi Selatan juga kerap menjadi isu yang mengemuka.

“Termasuk tenaga kerja asing dari Tiongkok di proyek kawasan strategis, lalu wisatawan asing yang ada di Bali awalnya sebagai turis namun ternyata bekerja ilegal dan membangun bisnis ilegal dengan menyalahi aturan, apalagi sekarang ini mereka bisa kerja di mana saja untuk mendapatkan uang. Biasanya Bali dijadikan tempat sasaran untuk mereka,” imbuhnya.

KERJA EFEKTIF

Oleh karena itu, Hikmahanto menekankan bahwa pengawasan orang asing yang masuk ke Indonesia lewat jalur laut dan darat lebih sulit untuk dideteksi, sehingga dibutuhkan kerja sama lintas lembaga khususnya TNI untuk menjaga kedaulatan di wilayah perbatasan.

“Catatan penting bagi imigrasi sebagai penjaga kedaulatan negara adalah memastikan efektivitas kerja. Sebenarnya, pengawasan tidak bisa semata-mata dikerjakan oleh imigrasi terutama yang lewat laut dan darat ini harus ada kerja sama dengan institusi lain khususnya TNI-Polri yang menjaga perbatasan,” imbuhnya. (Tri/Dev/P-3)

 

Imigrasi Kukuhkan Satgas Patroli di Bali untuk Jaga Stabilitas dan Keamanan Wilayah

Imigrasi Kukuhkan Satgas Patroli di Bali untuk Jaga Stabilitas dan Keamanan Wilayah



loading…

Foto: Doc. Istimewa

BALI – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia, Agus Andrianto mengukuhkan Satuan Tugas (Satgas) Patroli Imigrasi di wilayah Bali pada Selasa (05/08) yang menegaskan Imigrasi sebagai Leading Sector dalam Pengawasan Orang Asing. Upacara pengukuhan yang berlangsung di Pelabuhan Benoa, Denpasar ini dihadiri oleh sekitar 500 peserta yang terdiri dari unsur Imigrasi, Pemasyarakatan, TNI, Polri, Satuan Polisi Pamong Praja (PP) dan Pecalang. Selain jajaran Ditjen Imigrasi, pengukuhan disaksikan langsung oleh Gubernur Bali, Ketua DPRD Provinsi Bali, Kapolda Bali, Pangdam IX/Udayana, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, dan sejumlah kepala instansi vertikal serta dinas tingkat provinsi di Bali.

“Pembentukan Satgas Patroli Keimigrasian ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden untuk memastikan stabilitas dan keamanan di Bali sebagai salah satu destinasi wisata utama Indonesia,” jelas Agus. Dasar hukum Satgas Patroli Keimigrasian di antaranya adalah Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 66 ayat 2 huruf b, Peraturan Pemerintah RI No. 31 Tahun 2013 Pasal 181.

Lebih lanjut Agus menjelaskan bahwa Satgas Patroli dibentuk agar bisa memberikan quick response apabila terjadi pelanggaran; menekan pelanggaran peraturan oleh orang asing di Bali; serta untuk menghadirkan rasa aman kepada masyarakat.

Untuk memastikan patroli berjalan efektif, Satgas akan melibatkan 100 orang petugas imigrasi, setiap personil akan dilengkapi dengan rompi pengaman dan body camera (bodycam). Petugas akan berpatroli dengan menggunakan motor atau mobil patroli imigrasi, di 10 titik lokasi strategis yang berada di wilayah kerja Kantor Imigrasi Ngurah Rai dan Denpasar, di antaranya: Kuta Utara (Canggu); Seminyak, Kerobokan; Pelabuhan Matahari Terbit dan Benoa; Pecatu (Uluwatu, Bingin); Pantai Mertasari; Kecamatan Kuta dan Gianyar (Ubud); serta Nusa Dua, Jimbaran.

Terkait hal ini, Pelaksana tugas Direktur Jenderal (Plt. Dirjen) Imigrasi, Yuldi Yusman menjelaskan “Dantim dan Petugas Patroli akan berpatroli pada rute yang telah ditentukan, terutama di area rawan pelanggaran keimigrasian atau daerah di mana kegiatan WNA terkonsentrasi. Jadwal pergerakan patroli dilakukan secara berkala dan acak untuk menghindari pola yang mudah ditebak,” jelas Yuldi.

Pengukuhan satgas ini memperkuat komitmen Imigrasi yang telah menunjukkan capaian kinerja signifikan. Berdasarkan data statistik, Ditjen Imigrasi telah melakukan tindakan administratif keimigrasian (TAK) berupa deportasi sebanyak 607 kasus dan pendetensian 303 kasus pada periode November s.d. Desember 2024. Angka ini meningkat pesat pada periode Januari s.d. Juli 2025 dengan 2.669 deportasi dan 2.009 pendetensian. Sementara itu jumlah orang asing yang diproses hukum selama periode November 2024 s.d. Juli 2025 mencapai 62 orang.

“Ke depannya kami akan terus menggiatkan operasi serupa, baik dalam skala lokal seperti Patroli rutin Satgas maupun skala nasional seperti Wira Waspada. Ini untuk membantu menjaga stabilitas keamanan nasional, memberikan efek cegah agar tidak terjadi pelanggaran, serta menjaga kepercayaan publik terhadap imigrasi”, tutup Yuldi.

(aik)