Ibas Ingin Kakao Pacitan Tembus Pasar Internasional, Hilirisasi, dan Produktivitasnya Naik

Ibas Ingin Kakao Pacitan Tembus Pasar Internasional, Hilirisasi, dan Produktivitasnya Naik


Ibas Ingin Kakao Pacitan Tembus Pasar Internasional, Hilirisasi, dan Produktivitasnya Naik
Edhie Baskoro Yudhoyono (tengah).(dok.istimewa)

PENGEMBANGAN kakao Pacitan sebagai bagian dari upaya kemandirian dan ketahanan pangan nasional harus menjadi perhatian. Lebih lagi, mutu biji kakao lokal Pacitan telah menjuarai berbagai kompetisi serta mendorong peningkatan produktivitas, hilirisasi, dan ekspor agar komoditas itu mampu menembus pasar internasional. 

Menurut legislator dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) penguatan sektor kakao akan meningkatkan kesejahteraan petani dengan produk berkualitas yang mampu bersaing secara global. Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI itu juga menyampaikan rasa bangganya atas capaian Desa Gawang yang berhasil menghasilkan biji kakao berkualitas tinggi. 

“Kualitas biji kakao di Desa Gawang yang menjadi juara berbagai kompetisi adalah hasil kerja keras dan jerih payah Bapak-Ibu semua di sini. Itu adalah kebanggaan kita bersama. Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi,” ujar Ibas saat meninjau perkebunan kakao di Desa Gawang, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu, dikutip Senin (11/8).

Rasa Kakao?

Ibas kemudian duduk santai di kebun sambil berdialog di depan tumpukan buah kakao yang sudah dipanen bersama para petani Desa Gawang. Ia bahkan sempat mencicipi buah kakao yang baru dikupas.

“Kalau yang dikirim ke kota-kota itu bijinya, ya? Yang selalu diemut-emut ini? Ternyata asam ya?” tanyanya, yang mengundang tawa warga. 

“Iya, Mas,” jawab warga. “Tapi kalau sudah dikeringkan dan jadi bakal cokelat, rasanya bisa berbeda, ya,” lanjut Ibas. “Jadi kalau satu pohon bisa berapa kilo?” tanyanya. 

“Panen umur 4-5 bulan bisa menghasilkan satu sampai satu setengah kilo biji kering, Mas,” jawab Gapoktan Tani Cokelat Setyo, Istiyanto. “Kami juga menggunakan pupuk organik dari hewan ternak dan NPK untuk memperkuat nutrisi tanaman,” tambahnya.

Sejak Lama?

Perkebunan Kakao Desa Gawang sudah dikembangkan sejak 2007. “Wah, sudah hampir 20 tahun berarti ya jatuh bangun pelestarian dan pengembangan kebun Kakao ini. Proses asam-manisnya sudah dirasakan dan akan terus kami dukung supaya semakin subur, berlimpah panen dan produksinya,” kata Ibas sambil meminum es kelapa muda dari warga. 

Setelah melihat kebun kakao, Ibas melanjutkan perjalanan ke fasilitas Solar Dryer, alat pengering yang memanfaatkan energi matahari untuk mengeringkan biji kakao setelah proses fermentasi. Ia mengamati hamparan biji kakao yang sedang dikeringkan dan mencicipi hasilnya.

Nilai Ekonomi?

Legislator asal Dapil Jawa Timur VII itu turut menceritakan manfaat kakao yang tidak hanya memberikan nilai ekonomi, tetapi juga kesehatan. Ia menggambarkan bagaimana cokelat menjadi sumber energi bagi para pendaki gunung, sembari mengaitkannya dengan potensi besar kakao Desa Gawang.

“Biasanya, Bapak-Ibu, bagi para pendaki gunung, satu atau dua gigitan cokelat bisa memberikan energi untuk mencapai puncak tertinggi. Dengan iklim yang sejuk, tanah subur, dan tanaman kakao yang kuat, Desa Gawang punya peluang besar untuk terus menjadi andalan produksi kakao di Indonesia,” tuturnya.

Peningkatan Produktivitas?

Lebih lanjut, Ibas menekankan pentingnya peningkatan produktivitas dan diversifikasi produk kakao. Ia mendorong pengembangan bibit unggul, pemanfaatan solar dome untuk pengeringan, pelatihan berkelanjutan bagi petani, serta peluang pembenihan bibit tanaman kakao.

“Harga kakao berkualitas bisa mencapai Rp40 ribu hingga Rp180 ribu per kilogram, tergantung kualitasnya. Ke depan, kita harus berani bermimpi agar Pacitan juga memproduksi cokelat olahan yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Kita dorong agar pelatihan kakao terus berkelanjutan sehingga dapat menemukan cara yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih menguntungkan,” jelasnya.

Potensi Kakao?

Ibas, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Kadin dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, menyoroti potensi kakao Pacitan untuk menembus pasar internasional.

“Seperti halnya kopi, Indonesia adalah negara keempat terbesar penghasil kakao di dunia, namun kebutuhan dunia masih sangat tinggi. Eropa, Amerika, Jepang, semuanya menyukai cokelat dan memiliki daya beli besar. Jika kita serius mengembangkan kakao di Pacitan secara masif, saya yakin dapat mencapai tahap ekspor dan memberikan kontribusi besar pada pendapatan daerah dan negara,” tegasnya.

Perlu Hilirisasi?

Tidak hanya itu, Edhie Baskoro menegaskan pentingnya hilirisasi agar biji kakao dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah. “Jika biji kakao hanya dijual mentah, nilai jualnya terbatas. Namun jika diolah menjadi produk seperti cokelat batangan, minuman cokelat, atau oleh-oleh khas Pacitan, harganya bisa meningkat 10 sampai 20 kali lipat. 

Apalagi Pacitan kaya akan tempat wisata seperti pantai, gua, dan panorama alam yang bisa menjadi pasar tersendiri bagi produk-produk tersebut. Menurut Ibas, pengembangan perkebunan kakao di Pacitan ini sejalan dengan program ketahanan pangan Presiden Prabowo.

“Jika hal ini memang menguntungkan untuk usaha, petani, dan pekebun kakao, maka harus kita dukung terus. Ini adalah bagian dari pengembangan produksi dalam negeri, komoditas, dan ekspor. Dengan demikian, program ketahanan pangan Presiden Prabowo bisa terus didukung dan dijalankan,” ujarnya.

Komitmen Kuat?

Dalam dialog dengan warga dan kelompok tani, Ibas menegaskan komitmennya untuk mendukung kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertanian, perkebunan, dan pendidikan.

“Saya ingin Desa Gawang tidak hanya dikenal sebagai penghasil kakao terbaik, tetapi juga sebagai desa yang mandiri, sejahtera, dan terus berinovasi,” ujarnya.

Beri Pupuk?

Sebelum meninggalkan lokasi, Ibas menyerahkan bantuan pupuk NPK kepada petani kakao dan ribuan sembako kepada warga sebagai bentuk kepedulian. Ia menutup kunjungan dengan pantun yang memantik semangat kebersamaan.

“Kakao tumbuh subur di Pacitan, menyuburkan tanah, menyuburkan harapan. Mari kita jaga bersama agar hasilnya memberi kebahagiaan,” pungkasnya, yang langsung mendapat tepuk tangan meriah dan “Aamiin” dari warga.

Samsuri, anggota kelompok tani Setyo Maju Dua yang kebunnya dikunjungi Ibas, menyampaikan rasa syukur dan harapannya atas kunjungan tersebut. “Kepada Pak Edhie Baskoro, kami mengucapkan sehat dan sukses selalu, serta terima kasih banyak atas kedatangannya, bahkan mencicipi langsung biji kakao kami. Semoga kedatangan beliau membawa berkah, manfaat, dan kemajuan untuk kita semua,” katanya. (Cah/P-3)

Kemendiktisaintek Percepat Hilirisasi Riset, Gandeng Kampus, Industri, dan Pemda

Kemendiktisaintek Percepat Hilirisasi Riset, Gandeng Kampus, Industri, dan Pemda



loading…

Mendiktisaintek Brian Yuliarto (kiri) dalam taklimat media Penguatan Riset untuk Percepatan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi. Foto/Diktisaintek.

JAKARTA – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi ( Kemendiktisaintek ) berkomitmen menguatkan riset yang berdampak dan menjawab permasalahan masyarakat melalui program-programnya.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto dalam taklimat media “Penguatan Riset untuk Percepatan Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi” di kantor Kemdiktisaintek, Kamis (31/7/2025).

“Kami dorong riset-riset agar mampu menjawab tantangan riil masyarakat, dan hasilnya dapat dihilirisasi menjadi produk yang siap dimanfaatkan atau dikomersialisasikan,” tegasnya, melalui siaran pers, dikutip Jumat (1/8/2025).

Baca juga: Jawa Terlalu Padat Dokter, Pemerintah Gerak Cepat Sebar Ribuan Spesialis ke Daerah

Hal ini senada dengan arahan Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya terobosan di bidang sains dan teknologi untuk menjawab kebutuhan bangsa dan menjaga daya saing Indonesia di tengah perkembangan global.

Untuk dapat mencapai hal tersebut, riset dasar atau fundamental perlu dikuasai bersama dengan riset terapan yang akan memiliki hasil yang dibutuhkan masyarakat. Penguasaan ini dimulai dari pengembangan ekosistem riset yang diawali di perguruan tinggi, yang bersifat multidisipliner dan kolaboratif.

Ekspor Produk Hilirisasi di IMIP Terus Meningkat

Ekspor Produk Hilirisasi di IMIP Terus Meningkat


Ekspor Produk Hilirisasi di IMIP Terus Meningkat
Produk-produk hilirisasi berupa aluminium, nikel, dan besi baja dari kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, terus membanjiri pasar global. Produksi pabrik-pabrik yang berada di kawasan tersebut terus meningkat setia(MI/Heryadi)

PRODUK-PRODUK hilirisasi berupa aluminium, nikel, dan besi baja dari kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, terus membanjiri pasar global. Produksi pabrik-pabrik yang berada di kawasan tersebut terus meningkat setiap tahun seiring dengan meningkatnya permintaan global.

Dalam kunjungan ke kawasan tersebut pada 20-23 Juli lalu, bertajuk Melihat dari Dekat Jantung Hilirisasi Industri Nikel Nasional, Media Indonesia menyaksikan ribuan ton produk hilirisasi yang siap diekspor ke berbagai negara. Begitu juga dengan proses produksi yang terus berlangsung.

Produk-roduk hilirisasi dari IMIP tersebut mencakup baja tahan karat seperti stainless steel dan ferrochrome, aluminium, baja karbon, serta bahan baku baterai kendaraan listrik.

Salah satu pabrik hilirisasi di IMIP adalah PT PT Hua Chin Aluminum Indonesia (HCAI). Perusahaan patungan dua perusahaan Tiongkok, Huafon Group Co., Ltd., dan Tsingshan Holding Group Co., Ltd. itu mampu memproduksi 3,7 juta ton aluminium per tahun. Jika dirupiahkan dengan asumsi harga aluminium Rp30 juta per ton, jumlahnya mencapai Rp3,33 triliun per tahun.

Wakil Manajer Umum Eksekutif PT HCAI Xiang Jin Yao mengatakan sebagian besar produksi dari pabrik HCAI adalah untuk ekspor.

“Kami mengekspor ke Eropa dan Asia. Untuk pasar Indonesia sendiri, masih sedikit jumlahnya. Kami juga terus meningkatkan produksi,” ujarnya.

Jin Yao mengatakan, jumlah karyawan yang dipekerjakan di HCAI mencapai 1.446 pekerja yang sebagian besar adalah warga Sulawesi Tengah.

Pabrik hilirisasi lainnya di kawasan IMIP adalah PT CNGR Dung Xing New Energi. Pabrik itu adalah perusahaan patungan antara CNGR Advanced Material Co., Ltd., dan Rigqueza International PTE., Ltd.

General Affair Manager PT CNGR Yusnita mengatakan CNGR merupakan produsen nikel pertama di Asia Tenggara yang memproduksi nikel dengan kadar hingga 80%. Produk nikel itu terutama digunakan untuk bahan baku interior pesawat dan kereta cepat.

Selain itu, CNGR juga memproduksi nikel katoda dengan kapasitas produksi 60 ribu ton per tahun. Dia menambahkan, sebagian besar produksinya adalah untuk ekspor.

Direktur Komunikasi PT IMIP Emilia Bassar mengatakan, kawasan IMIP menempati lahan 2.000 hektare dan akan diperluas menjadi 5.000 hektare. Saat ini ada 50 tenant yang menempati kawasan IMIP, baik yang sudah tahapan produksi, kontruksi, dan perencanaan. 

Tenant tersebut antara lain berasal dari Tiongkok, Jepang, Korea, Australia, dan Indonesia,” ujarnya.

Beberapa tenant utama dalam Kawasan IMIP adalah Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), Dexin Steel Indonesia (DSI), QMB New

Energy Materials, Huayue Nickel Cobalt Indonesia (HYNC), CNGR Ding Xing New Energy (CDNE), dan Merdeka Tsinghan Indonesia (MTI).

Berdasarkan data PT IMIP, nilai investasi di kawasan industri tersebut dari 2015 hingga 2024 sudah mencapai US$34,3 miliar. Sementara itu, devisa yang diperoleh negara dari ekspor mencapai US$15,44 miliar pada 2024. Sementara itu, tenaga kerja yang dipekerjakan di kawasan itu mencapai 90 ribu orang. (Hde/E-1)