Jenderal TNI Purnawirawan Sesalkan Perwira Jadi Tersangka Kematian Prada Lucky: Harusnya Mengawasi

Jenderal TNI Purnawirawan Sesalkan Perwira Jadi Tersangka Kematian Prada Lucky: Harusnya Mengawasi



loading…

Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyesalkan ada perwira yang terlibat sebagai pelaku kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Foto: Sindonews TV

JAKARTA – Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menyesalkan ada perwira yang terlibat sebagai pelaku kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo. Menurut dia, seharusnya sebagai komandan bertugas mengawasi anak buahnya.

“Seorang perwira berpangkat Letnan Dua, lulusan Akademi Militer. Masih muda sekali, mungkin umur sekitar 24-25 tahun dan sebagainya, tetapi ikut terlibat. Ini yang saya sesalkan,” ujar Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Baca juga: Terungkap, Penganiayaan terhadap Prada Lucky Ternyata Tak Hanya Dilakukan Sehari

“Karena apa? Komandan itu justru ada di tengah-tengah prajurit untuk mengawasi, mengendalikan, dan memberikan arahan,” tambahnya.

Anggota Komisi I DPR ini mengatakan, sebagai komandan peleton seharusnya mengawasi anak buahnya di barak, bukan justru terlibat dalam kejahatan.

Mbak Ita Semua Camat di Semarang Harusnya Juga Jadi Tersangka

Mbak Ita Semua Camat di Semarang Harusnya Juga Jadi Tersangka


Mbak Ita: Semua Camat di Semarang Harusnya Juga Jadi Tersangka
Mantan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita.(MI/SUSANTO)

MANTAN Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, menyampaikan pembelaannya dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjeratnya. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8), Mbak Ita menyebut bahwa seluruh camat yang menjabat di Kota Semarang pada tahun 2023 seharusnya ikut diproses hukum dalam perkara yang sama.

“Camat-camat ini juga memeras, seharusnya juga diproses,” kata Ita dikutip Antara, Rabu (6/8). 

Menurut Mbak Ita, para camat di 16 kecamatan telah diperintahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengembalikan dana sebesar Rp13 miliar ke kas daerah. Pengembalian itu terkait temuan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek penunjukan langsung yang dikerjakan oleh para rekanan dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (Gapensi) Semarang.

“Tiap camat rata-rata mengembalikan Rp800 juta,” kata dia dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi itu.

Meskipun dana yang diminta BPK telah dikembalikan seluruhnya, Mbak Ita mempertanyakan mengapa hanya dirinya yang dijadikan tersangka, sedangkan tidak ada satu pun aparatur sipil negara (ASN) lain yang ikut diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Apa yang jadi pertimbangan, mengapa ASN tidak ada satupun yang diproses KPK,” kata dia.

Ia berharap KPK tidak tebang pilih dalam menangani perkara yang sedang menjeratnya. Atas pembelaan tersebut, jaksa penuntut umum akan memberikan tanggapan pada sidang selanjutnya.

Diketahui, Mbak Ita sebelumnya dituntut enam tahun penjara oleh jaksa dalam kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Jaksa juga menuntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama dua tahun setelah masa pidana berakhir.

Menurut jaksa, terdakwa bersama suaminya, Alwin Basri, terbukti bersalah melanggar pasal kombinasi yang didakwakan.

Alwin Basri sendiri dituntut dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp500 juta yang jika tidak dibayarkan diganti dengan kurungan selama 6 bulan.

Pada dakwaan pertama, kata dia, mantan orang nomor satu di Kota Semarang bersama Alwin Basri dinilai terbukti menerima suap dari Ketua Gapensi Kota Semarang Martono dan Direktur PT Deka Sari Perkasa Rachmat P. Jangkar, masing-masing Rp2 miliar dan Rp1,75 miliar.

Total dugaan suap dan gratifikasi yang diterima Mbak Ita disebut mencapai Rp1,88 miliar. (Ant/P-4)