Israel Setujui Proyek Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Ancam Hancurkan Solusi Dua Negara

Israel Setujui Proyek Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Ancam Hancurkan Solusi Dua Negara


Israel Setujui Proyek Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Ancam Hancurkan Solusi Dua Negara
Israel menyetujui pembangunan permukiman besar di kawasan E1, wilayah strategis yang menghubungkan Yerusalem Timur dengan Tepi Barat.(Media Sosial X)

ISRAEL telah memberikan persetujuan akhir untuk pembangunan permukiman besar di kawasan E1, wilayah strategis yang menghubungkan Yerusalem Timur dengan Tepi Barat. Proyek ini dipandang berpotensi memutus wilayah Palestina menjadi dua dan meruntuhkan harapan solusi dua negara.

Rencana pembangunan 3.400 unit rumah di E1 disetujui Komite Perencanaan Tinggi Kementerian Pertahanan Israel, Rabu (21/8). Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, tokoh sayap kanan pro-pemukim, menyatakan proyek ini adalah langkah nyata untuk “menghapus gagasan negara Palestina.” Ia bahkan mendesak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk segera meresmikan aneksasi Tepi Barat.

Kecaman

Palestinian Authority (PA) mengecam keras keputusan tersebut, menyebutnya ilegal dan akan “menghancurkan prospek solusi dua negara.” Menurut PA, proyek E1 akan memisahkan Yerusalem dari lingkungan Palestina, memecah Tepi Barat menjadi kantong-kantong terisolasi, serta memperdalam penderitaan rakyat Palestina.

Sejumlah negara juga menentang rencana ini. Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyebutnya “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional” dan mendesak Israel untuk membatalkannya. Raja Yordania Abdullah II menegaskan hanya solusi dua negara yang dapat membawa perdamaian. Jerman juga menilai pembangunan permukiman melanggar hukum internasional dan menghambat proses perdamaian.

Kelompok pemantau Peace Now menuduh Smotrich menggunakan momentum perang Gaza untuk mempercepat agenda perluasan permukiman yang justru akan “menggiring Israel menuju negara apartheid binasional.”

Pemukiman Ilegal

Sejak 1967, Israel telah membangun sekitar 160 permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang kini menampung lebih dari 700.000 warga Yahudi. Sementara itu, sekitar 3,3 juta warga Palestina hidup berdampingan di wilayah yang sama. Permukiman ini dianggap ilegal menurut hukum internasional, termasuk dalam pendapat penasihat Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024, meski Israel menolak anggapan itu.

Pemerintahan Netanyahu, yang kembali berkuasa sejak akhir 2022, diketahui mempercepat ekspansi permukiman, terutama setelah pecahnya perang Gaza pada Oktober 2023. (BBC/Z-2)

Benjamin Netanyahu Ungkap Israel Siap Hancurkan 2 Benteng Hamas di Jalur Gaza

Benjamin Netanyahu Ungkap Israel Siap Hancurkan 2 Benteng Hamas di Jalur Gaza


Benjamin Netanyahu Ungkap Israel Siap Hancurkan 2 Benteng Hamas di Jalur Gaza
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyanhu.(AFP/OHAD ZWIGENBERG)

PERDANA Menteri Israel Benjamin Netanyahu memaparkan rencana militernya untuk menuntaskan perang di Jalur Gaza, di tengah meningkatnya kritik dari dalam negeri maupun komunitas internasional. 

Rencana Netanyahu tersebut mencakup langkah memperluas operasi militer ke dua wilayah terakhir yang disebut sebagai benteng Hamas.

Dalam konferensi pers di Jerusalem, Netanyahu mengatakan militer Israel telah mendapat perintah untuk menghancurkan dua wilayah yang dianggap masih dikuasai Hamas, yakni Kota Gaza di bagian utara dan Al Mawasi di selatan.

“Kami memiliki sekitar 70% hingga 75% wilayah Gaza di bawah kendali Israel, kendali militer. Tapi kami masih memiliki dua benteng yang tersisa, itu adalah Kota Gaza dan kamp-kamp pusat di Al Mawasi,” kata Netanyahu seperti dikutip AFP, Selasa (12/8).

Dia menyebut bahwa kabinet keamanan Israel telah menginstruksikan IDF untuk menghancurkan dua benteng Hamas yang tersisa di Kota Gaza dan kamp-kamp pusat.

“Langkah ini merupakan cara terbaik untuk mengakhiri konflik secara cepat,” sebutnya.

Netanyahu menambahkan, operasi tersebut direncanakan berlangsung dalam waktu singkat, meski dia enggan memberikan jadwal pasti. 

“Saya tidak ingin membahas jadwal pastinya, tetapi kita berbicara dalam jangka waktu yang cukup singkat karena kita ingin mengakhiri perang,” tambahnya.

Menanggapi kritik dari sejumlah negara, termasuk Jerman yang berencana menangguhkan pengiriman senjata, Netanyahu menegaskan Israel siap melanjutkan operasi meski tanpa dukungan penuh sekutu. 

“Israel siap untuk melakukannya sendiri, jika diperlukan,” pungkasnya. (Z-1)