Sidang lanjutan kasus dugaan pengancaman dan TPPU yang menjerat artis Nikita Mirzani kembali memanas. Nikita bersikeras meminta rekaman diputar di ruang sidang. Foto/Instagram Nikita Mirzani
JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan pengancaman dan pencucian uang (TPPU) yang menjerat artis Nikita Mirzani kembali memanas. Bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (7/8/2025), suasana persidangan berubah tegang setelah Nikita bersikeras meminta rekaman dugaan suap diputar di ruang sidang.
Nikita Mirzani kembali mengajukan permintaan agar bukti rekaman percakapan yang diduga melibatkan pihak Reza Gladys dalam upaya menyuap hakim dan jaksa, dapat ditayangkan di ruang sidang. Permintaan tersebut langsung memicu perdebatan dengan hakim ketua.
“Mohon Yang Mulia izin sebelum saya duduk di sebelah kuasa hukum saya. Izinkan saya memutar rekaman ini Yang Mulia,” kata Nikita di ruang sidang.
Namun, permintaan itu ditolak hakim dengan tegas. Menurutnya, agenda sidang belum memasuki tahap pembuktian dari pihak terdakwa, sehingga tidak memungkinkan bagi ibu tiga anak tersebut untuk memutar bukti secara sepihak.
Baca Juga: Kronologi Nikita Mirzani Cekcok dengan Jaksa di Sidang TPPU, Ogah Dibawa ke Tahanan
Foto/Instagram Nikita Mirzani
“Sebagaimana sudah kita sampaikan oleh majelis hakim sejak awal persidangan. Manakala ada transaksional dalam perkara ini, baik itu melibatkan orang dalam maupun orang luar, silakan secepatnya dilaporkan kepada pihak yang berwajib,” ucap hakim.
Bintang film Nenek Gayung yang merasa keberatan dengan penolakan tersebut, menilai proses pelaporan justru akan memakan waktu lama. Ia bahkan menyindir bahwa laporan hanya diproses cepat jika dirinya yang menjadi terlapor.
Mahkamah Agung longgarkan syarat tahanan rmah presiden Brasil Jair Bolsonaro, mengizinkan anggota keluarga mengunjunginya.(Media Sosial X)
SEORANG hakim Mahkamah Agung (MA) Brasil melonggarkan syarat tahanan rumah bagi mantan presiden sayap kanan Jair Bolsonaro. MA mengizinkan anggota keluarga mengunjunginya, tanpa harus mendapatkan izin pengadilan terlebih dahulu.
Sejak Senin lalu, Bolsonaro menjalani tahanan rumah atas perintah Hakim Alexandre de Moraes, yang menuduhnya melanggar sejumlah perintah pengadilan. Awalnya, kunjungan hanya dibatasi untuk tim pengacara dan anggota keluarga yang tinggal bersamanya di sebuah rumah mewah di Brasília, yaitu sang istri Michelle, putrinya, serta anak tirinya.
Namun kini, pembatasan tersebut telah dicabut. Dalam putusan terbarunya, Moraes menulis: “Saya mengizinkan kunjungan dari anak-anak, menantu, serta cucu-cucu terdakwa tanpa perlu pemberitahuan sebelumnya.” Ia menegaskan para pengunjung tetap dilarang menggunakan ponsel atau mengambil foto dan video selama kunjungan.
Baca juga : Mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro Dikenai Tahanan Rumah
Meski demikian, Bolsonaro masih dilarang berkomunikasi dengan putranya, Eduardo Bolsonaro, seorang anggota parlemen yang sejak Maret berada di Amerika Serikat. Eduardo mengklaim turut berperan dalam membujuk Presiden AS Donald Trump menetapkan tarif 50% atas impor asal Brasil, yang disebut Trump sebagai respons terhadap “perburuan penyihir” terhadap Bolsonaro.
Dua pekan sebelumnya, Moraes memerintahkan Bolsonaro mengenakan alat pelacak elektronik di pergelangan kakinya, guna mencegah potensi upaya melarikan diri.
Larangan Media Sosial
Tahanan rumah ini diberlakukan setelah Bolsonaro dianggap melanggar larangan menggunakan media sosial, termasuk melalui pihak ketiga. Ia diketahui tampil dalam panggilan video pada aksi demonstrasi hari Minggu, dan rekaman tersebut kemudian diunggah oleh salah satu putranya yang juga seorang senator, Flávio Bolsonaro.
Baca juga : Jaksa Minta Mahkamah Agung Brasil Vonis Jair Bolsonaro Bersalah dalam Dugaan Kudeta
Meski para ahli hukum menilai dakwaan terhadap Bolsonaro dalam dugaan upaya kudeta tahun 2022 cukup kuat, keputusan tahanan rumah ini menuai perdebatan. Sebagian mendukung langkah hakim karena dianggap sudah terlalu lama bersabar terhadap pelanggaran demi pelanggaran Bolsonaro terhadap putusan pengadilan. Namun, sebagian pakar hukum lain mempertanyakan kejelasan dasar hukum keputusan ini, sebab Bolsonaro secara eksplisit tidak dilarang berbicara di hadapan publik.
Sebagai bentuk protes, sejumlah politisi pendukung Bolsonaro memblokir jalannya sidang parlemen dan menuntut pemakzulan terhadap Hakim Moraes, serta meminta amnesti bagi ratusan orang yang didakwa terlibat dalam percobaan kudeta, termasuk penyerbuan gedung pemerintahan di Brasília pada 8 Januari 2023.
Kasus yang menjerat Bolsonaro, kini berusia 70 tahun, telah memasuki tahap akhir. Putusan diperkirakan akan keluar secepatnya bulan depan. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman penjara lebih dari 40 tahun. (BBC/Z-2)
Majelis Hakim PN Sleman memutus perkara dugaan ijazah palsu Jokowi dengan putusan sela gugur. Hakim berpandangan gugatan yang ada bukan kewenangan PN, namun sengketa informasi atau gugatan ke PTUN. Foto: Dok Sindonews
SLEMAN – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman memutus perkara dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan putusan sela gugur. Majelis hakim berpandangan gugatan yang ada bukan kewenangan pengadilan negeri, namun sengketa informasi atau gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Perkara ini teregister di PN Sleman dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/PN Smn tertanggal 5 Mei 2025 dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum. Pihak penggugat Komardin dan tergugat Rektor UGM, 4 Warek, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, dan pembimbing akademik Jokowi.
Baca juga: PN Solo Putuskan Gugatan Ijazah Jokowi Gugur, Alasannya Tak Punya Wewenang
“Dalam putusan sela kami bermusyawarah dan menjatuhkan putusan sela menerima eksepsi kompetensi absolut. Intinya PN Sleman tidak berwenang menangani perkara itu,” kata Wakil Ketua PN Sleman Agung Nugroho , Selasa (5/8/2025).
Menurut dia, ada beberapa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini. Salah satunya merujuk dalil gugatan dikaitkan dengan petitum yang lebih tepat diajukan di Komisi Informasi Publik (KIP) atau PTUN.
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong(MI/Usman Iskandar)
KOMISI Yudisial (KY) menyatakan akan melakukan pemantauan dan peninjauan terkait jalannya sidang kasus impor gula dan vonis 4,5 tahun yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Anggota sekaligus juru bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pihaknya terbuka dalam menerima saran dan masukan serta pelaporan terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim pada kasus Tom Lembong.
“KY terus melakukan pemantauan kasus Tom Lembong lembong, namun untuk hasil masih dianalisis,” jelasnya kepada Media Indonesia pada Minggu (27/7).
Baca juga : Divonis 4,5 Tahun Penjara, Ini Perjalanan Kasus Tom Lembong dalam Korupsi Impor Gula
Akan tetapi, Mukti belum bisa membeberkan lebih rinci terkait jenis laporan mengenai dugaan pelanggaran kode etik pada kasus persidangan Tom Lembong.
Sementara itu, Anggota tim hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menjelaskan pihaknya akan melaporkan beberapa hakim yang diduga melanggar kode etik dalam memutus perkara kliennya.
“Kami akan laporkan ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial,” ujar Ari.
Laporan itu dilakukan menyusul pernyataan hakim yang menjadikan alasan ekonomi kapitalis dalam memutus vonis Tom Lembong. Menurutnya, pertimbangan itu sangat subjektif.
“Bilang ekonomi kapitalis itu dasarnya apa? Dalam persidangan tidak ada, ahli tidak pernah menjelaskan, bukti-bukti tidak ada, logika umum juga tidak masuk,” kata Ari. (Dev/M-3)
...
►
Necessary cookies enable essential site features like secure log-ins and consent preference adjustments. They do not store personal data.
None
►
Functional cookies support features like content sharing on social media, collecting feedback, and enabling third-party tools.
None
►
Analytical cookies track visitor interactions, providing insights on metrics like visitor count, bounce rate, and traffic sources.
None
►
Advertisement cookies deliver personalized ads based on your previous visits and analyze the effectiveness of ad campaigns.
None
►
Unclassified cookies are cookies that we are in the process of classifying, together with the providers of individual cookies.