Pasokan Gas untuk Kebutuhan Industri mulai Membaik

Pasokan Gas untuk Kebutuhan Industri mulai Membaik


Pasokan Gas untuk Kebutuhan Industri mulai Membaik
Pekerja memeriksa valve dan blind flange di kawasan Onshore Processing Facility (OPF) Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL), Gresik, Jawa Timur.(Antara/Rizal Hanafi)

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menyampaikan pasokan gas sudah membaik untuk memenuhi kebutuhan industri, khususnya di wilayah Jawa bagian barat dan sebagian Sumatra.

“Tambahan pasokan gas saat ini telah membantu meningkatkan keandalan infrastruktur gas,” ucap Corporate Secretary PGN Fajriyah Usman di Jakarta, Rabu (20/8).

Saat ini, lanjut dia, tekanan gas dalam jaringan pipa telah normal dan dijaga stabilitasnya. Seiring dengan stabilisasi tersebut, industri yang terdampak dan merupakan konsumen PGN di sejumlah wilayah Jawa Bagian Barat telah kembali beroperasi.

Fajriyah menyampaikan bahwa seluruh Direksi PGN secara aktif memantau perkembangan operasional di wilayah Jawa Bagian Barat dan sebagian Sumatra secara real-time melalui Integrated Monitoring Center yang berbasis digital di Jakarta.

Pemantauan ini menjadi bagian dari upaya PGN dalam memastikan kelancaran distribusi gas. PGN, lanjut dia, juga konsisten melakukan langkah-langkah strategis untuk memastikan keandalan penyaluran energi bagi konsumen.

“Alhamdulillah, kami bersyukur atas dukungan yang telah diberikan oleh Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina, serta seluruh pemangku kepentingan. Kami sangat mengapresiasi kerja sama dan pengertian pelanggan dalam mengelola konsumsi gas, yang berperan penting dalam mendukung upaya stabilisasi sistem,” ujar Fajriyah.

Ia menambahkan bahwa pemenuhan kebutuhan energi konsumen tetap menjadi prioritas utama PGN.

Dalam tahap ini, Fajriyah menyatakan komitmen PGN agar terus memperkuat keandalan dan keamanan infrastruktur untuk memastikan penyaluran gas bumi berjalan optimal.

Seluruh langkah mitigasi, tutur dia, dilakukan sesuai dengan prosedur pengelolaan perusahaan yang baik serta memperhatikan aspek HSSE.

“PGN memahami bahwa energi adalah bagian dari fondasi utama produktivitas pelanggan. Karena itu, kami terus berkomitmen menjaga keandalan pasokan dan memperkuat infrastruktur gas, baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang,” kata Fajriyah. (Ant/E-1)

Israel Sepakat Guyur Mesir dengan Pasokan Gas Terbesar dalam Sejarah, Nilainya Rp563 Triliun

Israel Sepakat Guyur Mesir dengan Pasokan Gas Terbesar dalam Sejarah, Nilainya Rp563 Triliun



loading…

Pemerintah Israel siap menyelesaikan kesepakatan pasokan gas terbesar dengan Mesir, yang melibatkan ekspor 22% dari sumber daya dari Leviathan, ladang gas terbesar di Israel. Foto/Dok Rogtec

JAKARTA – Pemerintah Israel siap menyelesaikan kesepakatan pasokan gas terbesar dengan Mesir , yang melibatkan ekspor 22% dari sumber daya dari Leviathan, ladang gas terbesar di Israel. Dalam beberapa tahun terakhir tercatat 13% dari total gas alam Israel mengalir ke Kairo.

Kesepakatan ini datang setelah dua tahun penundaan dan diperkirakan bakal ditandatangani dalam dua minggu ke depan. New Energy, mitra kilang Leviathan menggambarkan kesepakatan tersebut sebagai yang “terbesar” dalam sejarah negara Ibrani.

Ia mencatat bahwa kesepakatan ini akan melipatgandakan ekspor Israel pada tahun 2028. Perusahaan mengumumkan bahwa Mesir akan membeli 130 miliar meter kubik gas Israel hingga 2040, nilainya mencapai USD35 miliar atau setara Rp563 triliun (dengan kurs Rp16.087 per USD).

Baca Juga: Israel Beri Izin Eksplorasi Gas di Wilayah Maritim Palestina

Proyek ini adalah amandemen dari kesepakatan 2019 yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, yang menetapkan ekspor sekitar 60 miliar meter kubik pada awal 2020-an. Proyek ini memungkinkan Israel untuk meningkatkan produksi gas alam dan mengekspornya ke pasar Asia dan Eropa.

Lalu pada saat yang sama menjamin pasokan yang stabil kepada Mesir untuk pembangkit listriknya dan mendukung sektor gas alam cair (LNG) negara tersebut. NewMed Energy (sebelumnya dikenal sebagai Delek Drilling) mengonfirmasi bahwa kesepakatan akan dilakukan secara bertahap.

Pada tahap awal, Kairo pertama-tama membeli gas melalui importir Mesir, Blue Ocean Energy, dengan jumlah 20 miliar meter kubik yang dimulai pada paruh pertama tahun 2026. Selanjutnya ditambah 110 miliar meter kubik setelah ekspansi produksi Leviathan selesai, menurut surat kabar Ibrani Globes.

Pengetatan Pasokan Gas Murah Ancam Utilisasi Industri Manufaktur

Pengetatan Pasokan Gas Murah Ancam Utilisasi Industri Manufaktur


Pengetatan Pasokan Gas Murah Ancam Utilisasi Industri Manufaktur
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief(Dok. Kementerian Perindustrian)

KEMENTERIAN Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan keprihatinan atas pengetatan penerapan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang kembali menjadi keluhan serius pelaku industri. Menurut Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, pihaknya menerima banyak surat dan laporan dari industri pengguna HGBT yang merasakan dampak langsung kebijakan tersebut.

 

“Seolah-olah ini menjadi masalah klasik yang berulang. Padahal, HGBT adalah keputusan Presiden, yang sudah menetapkan baik harga US$6,5 per MMBtu dan keberlanjutan pasokannya. Tidak seharusnya ada pihak atau lembaga yang mencoba melakukan subordinasi terhadap perintah Presiden tersebut dalam bentuk menaikkan harga di atas US$6,5 dan membatasi pasokannya,” tegasnya dikutip dari siaran pers yang diterima, Jumat (15/8).

 

Febri menjelaskan, pengetatan pasokan gas dengan harga murah itu akan berimbas luas terhadap keberlangsungan industri manufaktur. 

Gangguan suplai dan tingginya surcharge gas, seperti tarif yang dikenakan PT PGN sebesar US$16,77 per MMBTU, memberatkan pelaku usaha, terutama di sektor padat energi seperti industri keramik, kaca, baja, pupuk, petrokimia, dan oleokimia.

 

“Biaya energi merupakan komponen signifikan dalam struktur biaya produksi pada industri-industri tersebut. Kenaikan harga atau berkurangnya pasokan HGBT akan langsung menggerus margin keuntungan, menurunkan utilisasi pabrik, dan dalam jangka panjang menekan minat investor untuk menanamkan modal di sektor manufaktur, terutama pada industri di sektor pengguna padat energi,” ujarnya.

 

Berdasarkan data Kemenperin, lanjut Febri, beberapa sektor industri saat ini mulai menunjukkan penurunan utilisasi akibat kendala pasokan gas. Misalnya, industri keramik nasional yang pada semester I 2025 baru mampu mencapai tingkat utilisasi sekitar 70%-71%, meski telah membaik dibandingkan tahun sebelumnya.

“Jika pasokan gas terus terganggu, capaian ini bisa tergerus lagi, terutama industri pupuk yang akan memasok kebutuhan pupuk dalam program swasembada pangan Presiden Prabowo,” tambahnya.

 

Febri menekankan bahwa penerima manfaat terbesar dari program HGBT selama ini justru berasal dari sektor BUMN, seperti PLN dan Pupuk Indonesia. 

“Di sisi lain, perusahaan industri swasta yang menjadi tulang punggung manufaktur nasional kerap mendapat perlakuan berbeda. Ini menciptakan ketimpangan yang tidak sehat dan berpotensi mengganggu iklim usaha,” ungkapnya.

 

Kebutuhan gas industri secara keseluruhan diperkirakan mencapai sekitar 2.700 MMSCFD, sementara volume HGBT yang tersedia hanya sekitar 1.600 MMSCFD. Dari jumlah tersebut, sekitar 900 MMSCFD atau 50 persennya dialokasikan untuk BUMN.

“Jika porsi untuk industri swasta semakin kecil, dampaknya akan langsung terasa pada penurunan kapasitas produksi, efisiensi usaha, dan bahkan potensi PHK massal,” beber dia.

 

Berdasarkan data Kemenperin, total pekerja yang saat ini menggantungkan nasib pada keberlanjutan pasokan HGBT di sektor industri mencapai 134.794 orang. Apabila pasokan HGBT diketatkan menjadi hanya 48% dari kebutuhan, sebagian besar pekerja ini berpotensi terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

Dirinya pun memerinci jumlah tenaga kerja yang terancam PHK tersebut, yakni industri pupuk (10.420 pekerja), industri petrokimia (23.006 pekerja), industri oleokimia (12.288 pekerja), industri baja (31.434 pekerja), industri keramik (43.058 pekerja), industri kaca (12.928 pekerja), dan industri sarung tangan karet (1.660 pekerja).

 

“Angka ini adalah alarm serius. Setiap kebijakan yang menyangkut pasokan gas industri harus mempertimbangkan implikasinya terhadap keberlangsungan usaha dan kesejahteraan ratusan ribu keluarga yang menggantungkan hidup dari sektor ini,” tegas Febri.

 

Oleh karena itu, Kemenperin berharap koordinasi lintas kementerian dan lembaga dapat segera dilakukan untuk memastikan ketersediaan HGBT yang adil dan merata.

“Gas bumi adalah sumber energi strategis. Kebijakan terkait HGBT harus menjaga keseimbangan antara kebutuhan BUMN dan industri swasta, sehingga daya saing industri nasional tetap terjaga,” pungkas Febri. (Fal/E-1)