Berfatwa dengan Bijak di Era Artificial Intelligence

Berfatwa dengan Bijak di Era Artificial Intelligence



loading…

KH Cholil Nafis, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto/Dok.SindoNews

KH Cholil Nafis
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

DUNIA saat ini tengah menyaksikan perkembangan teknologi yang luar biasa hingga mencapai kecerdasan buatan (artificial intelligence). Mesin-mesin yang dilengkapi dengan teknologi ini merambah ke setiap sisi kehidupan. Penggunaannya meluas ke berbagai bidang, termasuk industri, pendidikan, layanan kesehatan, dan kehidupan sehari-hari.

Dapat dikatakan bahwa seluruh aspek kehidupan telah dipengaruhi oleh otomatisasi, komputerisasi, dan digitalisasi, sehingga interaksi antara manusia dan mesin cerdas menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Di masa depan, tidak ada satu pun bidang pekerjaan maupun ranah kehidupan yang akan luput dari kecerdasan buatan.

Seiring perubahan zaman yang dipimpin oleh AI, banyak orang kini berusaha mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka terkait hukum Islam dengan memanfaatkannya. Masyarakat Muslim pun kini kerap bergantung pada algoritma kecerdasan buatan di ruang digital untuk memperoleh informasi keislaman. Pertanyaannya adalah: apakah lembaga fatwa keagamaan dapat digantikan oleh kecerdasan buatan? Bagaimana seharusnya para mufti menyikapi AI dalam mendukung tugas keilmuan para ulama?

Fatwa

Fatwa lahir dari ijtihad para ulama. Fatwa merupakan sesuatu yang sangat penting dan tidak dapat dihindari bagi kaum Muslimin setelah masa Nabi sepanjang kehidupan. Terlebih setelah dakwah Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia untuk memberikan tuntunan syar‘i atas persoalan-persoalan keagamaan maupun sosial yang dihadapi masyarakat.

Dengan demikian, fatwa adalah pendapat seorang sahabat, tabi‘in, atau ulama dalam rangka menyelesaikan problematika yang muncul di tengah umat. Fatwa juga merupakan produk lokal, terikat dengan kondisi zaman, serta buah dari peristiwa yang lahir pada masanya.

Fatwa pada era modern dapat dikeluarkan oleh individu yang memiliki kualifikasi ilmu dan dipercaya masyarakat. Fatwa juga dapat dikeluarkan oleh lembaga resmi negara. Di negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, atau di mana umat Islam menjadi bagian dari masyarakat, dibentuk lembaga khusus yang mengkaji persoalan-persoalan keagamaan yang diajukan oleh masyarakat, kemudian mengeluarkan fatwa sebagai pedoman bagi umat.

Mufti adalah seseorang yang mampu melakukan ijtihad, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ijtihad langsung adalah menggali hukum syar‘i dari sumber-sumber aslinya (Al-Qur’an dan Sunnah) melalui metode yang telah ditetapkan. Adapun ijtihad tidak langsung adalah ijtihad yang bertumpu pada pendapat para mujtahid dan fuqaha terdahulu.

Namun hal yang tak kalah penting bagi seorang mufti, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Haramain, adalah bahwa ia harus memahami secara tepat hakikat atau konteks persoalan (realitas) yang diajukan oleh pihak yang meminta fatwa.

Para ulama, ketika menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mufti dalam berijtihad, menetapkan ketentuan berikut: beragama Islam, mukallaf, adil, amanah, berilmu tentang Al-Qur’an dan Sunnah, memahami fikih, serta mengetahui kondisi kehidupan msyarakat

Dari uraian sebelumnya, jelaslah bahwa fatwa merupakan pekerjaan yang menuntut ilmu yang mendalam sekaligus pemahaman terhadap realitas. Seorang mufti harus benar-benar menguasai fikih Islam dan prosedur penetapan hukum syar‘i, sekaligus memahami kondisi nyata yang dihadapi penanya, termasuk latar belakang persoalan, penyebabnya, dan faktor-faktor lainnya.

Oleh karena itu, fatwa dalam Islam harus dikeluarkan oleh orang-orang yang berilmu, beragama, dan memiliki kompetensi. Mereka inilah yang oleh Allah Swt. diperintahkan untuk dijadikan rujukan ketika kita mengalami kesulitan dalam memperoleh pengetahuan, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an: “Maka bertanyalah kepada ahlul dzikr (orang yang berilmu), jika kalian tidak mengetahui” (an-Nahl: 43).

Bagaimana Mufti dalam Menghadapi Kecerdasan Buatan?

Kecerdasan buatan merupakan anugerah dan karunia agung dari Allah Swt. yang menuntut pemanfaatan secara bijak dan terarah. Kecerdasan buatan (AI) menawarkan peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, ia dapat meningkatkan berbagai kinerja berbagai aspek kehidupan, namun di sisi lain terdapat potensi risiko yang timbul dari penyalahgunaan atau kemungkinan pertentangannya dengan nilai-nilai Islam.

27 Kata-kata Bijak Pahlawan Nasional Cocok untuk Caption Twibbon Hari Kemerdekaan Indonesia

27 Kata-kata Bijak Pahlawan Nasional Cocok untuk Caption Twibbon Hari Kemerdekaan Indonesia


27 Kata-kata Bijak Pahlawan Nasional Cocok untuk Caption Twibbon Hari Kemerdekaan Indonesia
Kata-kata bijak Pahlawan Nasional.(Antara)

Setiap tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang telah berjuang mengorbankan jiwa dan raga demi kebebasan bangsa.

Untuk ikut memeriahkan momen bersejarah ini, banyak orang membuat twibbon Hari Kemerdekaan Indonesiayang dihiasi dengan kata-kata penuh semangat.

Jika kamu sedang mencari inspirasi, berikut 27 kata-kata bijak pahlawan nasional yang bisa dijadikan ide caption twibbon HUT ke-80 RI agar lebih bermakna dan membangkitkan rasa nasionalisme.

  1. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.” – Ir. Soekarno
  2. “Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” – Ir. Soekarno
  3. “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Ir. Soekarno
  4. “Indonesia merdeka bukan tujuan, tapi jembatan menuju kesejahteraan rakyat.” – Mohammad Hatta
  5. “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat diperbaiki dengan pengalaman, tapi tidak jujur itu sulit diperbaiki.” – Mohammad Hatta
  6. “Jangan sekali-kali meninggalkan perjuangan.” – Jenderal Sudirman
  7. “Kami lebih suka hancur lebur daripada dijajah kembali.” – Jenderal Sudirman
  8. “Merdeka atau mati!” – Bung Tomo
  9. “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah … maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga.” – Bung Tomo
  10. “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” – Ki Hajar Dewantara
  11. “Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” – Ki Hajar Dewantara
  12. “Habis gelap terbitlah terang.” – R.A. Kartini
  13. “Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Setelah malam gelap gulita lahirlah pagi membawa keindahan.” – R.A. Kartini
  14. “Selama matahari masih bersinar, selama itu pula aku tidak akan menyerah kepada siapa pun juga.” – Cut Nyak Dhien
  15. “Aku rela mati demi kemerdekaan bangsaku.” – Pangeran Diponegoro
  16. “Perang adalah jalan untuk menegakkan martabat bangsa.” – Teuku Umar
  17. “Pattimura-pattimura muda akan bangkit mengisi kemerdekaan Indonesia.” – Pattimura (Thomas Matulessy)
  18. “Lebih baik hancur lebur daripada dijajah.” – Sultan Hasanuddin
  19. “Kemerdekaan hanya akan bernilai jika digunakan untuk membela kepentingan rakyat.” – Sutan Sjahrir
  20. “Idealism adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.” – Tan Malaka
  21. “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.” – H.O.S. Cokroaminoto
  22. “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” – Ahmad Dahlan
  23. “Pendidikan adalah cahaya yang menuntun bangsa menuju kemerdekaan sejati.” – Dewi Sartika
  24. “Lebih baik mati berkalang tanah, daripada hidup terjajah.” – Sultan Agung
  25. “Indonesia tanah airku, engkau tetap jaya, merdeka untuk selama-lamanya.” – Wage Rudolf Supratman
  26. “Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk kemerdekaan bangsa.” – Syafruddin Prawiranegara
  27. “Kebebasan adalah hak yang harus diperjuangkan, bukan hadiah yang diberikan.” – Dr. Tjipto Mangunkusumo

Penutup

Kata-kata bijak para pahlawan nasional di atas bukan sekadar kutipan, tetapi juga sumber inspirasi untuk terus mengisi kemerdekaan dengan karya dan semangat juang.

Gunakan kutipan ini sebagai caption twibbon Hari Kemerdekaan Indonesia di media sosial agar pesan perjuangan para pahlawan tetap hidup di hati generasi muda.

Dengan begitu, semangat 17 Agustus akan semakin terasa, bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga refleksi atas perjuangan panjang bangsa Indonesia. (Z-10)