Penuhi Zat Besi, Kunci Cegah Anemia dan Dukung Kecerdasan Anak

Penuhi Zat Besi, Kunci Cegah Anemia dan Dukung Kecerdasan Anak


Penuhi Zat Besi, Kunci Cegah Anemia dan Dukung Kecerdasan Anak  
Ilustrasi(Freepik)

ASUPAN zat besi yang cukup merupakan langkah efektif untuk mencegah Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada balita sekaligus menjaga perkembangan otak tetap optimal. 

Kekurangan zat besi pada balita bukan hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga berdampak pada kecerdasan anak. 

Dalam talkshow membahas pentingnya zat besi untuk anak yang digelar RSU Andhika di Jakarta Selatan, Sabtu (16/8), Dokter Spesialis Anak RSU Andhika, Efrianty, menjelaskan balita termasuk kelompok yang rentan mengalami ADB. Sebab, di masa pertumbuhan itu, balita sangat membutuhkan asupan gizi yang mencukupi. 

“Prevalensi anemia terjadi pada masa membutuhkan zat besi lebih banyak seperti pada waktu masa balita dan ketika masa remaja. Di situlah mereka membutuhkan zat besi lebih banyak,” kata Efrianty. 

Dampak ADB anak meliputi pucat, mudah lelah, nafsu makan menurun, kesulitan konsentrasi, hingga keterlambatan perkembangan. Dalam sejumlah penelitian, ADB bahkan dapat menurunkan IQ anak. 

Jika muncul tanda-tanda seperti pucat, lemas berlebihan, sesak napas, pusing, perubahan perilaku drastis, ia mengingatkan orangtua untuk segera berkonsultasi kepada dokter. Deteksi dan penanganan dini sangat penting untuk mencegah dampak jangka panjang pada tumbuh kembang anak. 

“Jadi jika menemukan tanda-tanda ini, segera di bawah ya, untuk berkonsultasi dengan dokter,” tutur Efrianty.

Oleh karena itu, dia mengingatkan agar orangtua untuk selalu memperhatikan asupan untuk anak. Makanan tinggi zat besi seperti daging merah, hati ayam, susu pertumbuhan dapat menjadi pilihan orangtua untuk diberikan kepada anak. 

“Jadi cara memberikan susu pun tetap harus diperhatikan. Pilih susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi,” ucap Efrianty. 

Senada, Ahli Gizi RSU Andhika, Nur Reeza Rizkyana mengatakan susu pertumbuhan dapat menjadi tambahan asupan zat besi yang diberikan saat anak sudah memasuki fase Makanan Pendamping ASI (MPASI). 

Menurutnya, susu pertumbuhan tidak untuk menggantikan, melainkan membantu pemenuhan gizi yang cukup termasuk zat besi. 

“Jadi memang untuk peran susu pertumbuhan sendiri dalam fase MPASI adalah sebagai pelengkap nutrisi yang tidak didapatkan dari makanan sehari-hari,” tutur Rizkyana. 

Selain itu, Vitamin C juga berperan penting dalam meningkatkan penyerapan zat besi dari sumber nabati. Hal itu tidak terlepas dari kandungan vitamin C yang mengandung asam Askorbat untuk memudahkan tubuh menyerap zat besi.  (Z-1)

Anemia Hambat Tumbuh Kembang Anak, Menteri PPPA Dorong Deteksi Dini dan Gizi Seimbang

Anemia Hambat Tumbuh Kembang Anak, Menteri PPPA Dorong Deteksi Dini dan Gizi Seimbang


Anemia Hambat Tumbuh Kembang Anak, Menteri PPPA Dorong Deteksi Dini dan Gizi Seimbang
Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi(MI/INDRASTUTI)

MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi menekankan pentingnya penanganan anemia sebagai bagian dari upaya nasional menciptakan generasi sehat dan berkualitas. Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 dijadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap bahaya anemia pada anak, terutama di usia pertumbuhan.

“Ketika usia anak mengalami anemia, ini akan mempengaruhi perkembangan, tumbuh-kembang anak. Tidak hanya secara fisik, tetapi dalam pengetahuan juga itu berdampak luar biasa,” ujar Arifatul, Rabu (6/8). 

Anemia, yang kerap tidak terdeteksi sejak dini, menjadi salah satu penyebab utama gangguan tumbuh kembang. Menurut dia, kondisi ini berkontribusi terhadap rendahnya daya tahan tubuh, keterlambatan belajar, hingga penurunan prestasi akademik anak.

Sebagai bentuk konkret, Kementerian PPPA menggelar pemeriksaan kesehatan gratis, termasuk skrining anemia, bagi seluruh keluarga besar kementerian dalam rangkaian peringatan HAN 2025.

“Kita bukan hanya mengajak, tetapi kita juga harus melakukan dulu baru kita bisa mengajak yang lainnya,” tegasnya.

Arifatul juga menyampaikan pentingnya keterlibatan lintas sektor dalam mengatasi persoalan ini. Kementerian PPPA terus mendorong kolaborasi dengan kementerian teknis lainnya, termasuk sektor kesehatan dan pendidikan, agar program pencegahan dan penanganan anemia tidak berjalan sendiri-sendiri.

Selain edukasi kesehatan, kegiatan HAN 2025 juga dirancang untuk memperkuat fondasi fisik dan mental anak melalui pendekatan menyeluruh. Salah satunya dengan mengurangi waktu penggunaan gawai dan memperkenalkan kembali aktivitas fisik dan sosial seperti senam anak hebat, permainan tradisional, serta dongeng tentang pahlawan daerah.

Namun, menurut dia, masalah kesehatan anak seperti anemia juga tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial ekonomi keluarga. “Pelonjakan kekerasan cukup tinggi untuk anak-anak, dan salah satu faktor penyebabnya adalah ekonomi, pola asuh dalam keluarga, gadget, dan lingkungan,” jelasnya.

Dalam jangka panjang, Kementerian PPPA juga mendorong penguatan regulasi digital untuk melindungi anak dari konten negatif, sekaligus mengatur batasan usia penggunaan media sosial. Ini sejalan dengan misi membentuk anak yang sehat jasmani, rohani, dan digital. (H-2)