Putin Minta Seluruh Wilayah Oblast Donetsk sebagai Syarat Akhiri Perang Ukraina

Putin Minta Seluruh Wilayah Oblast Donetsk sebagai Syarat Akhiri Perang Ukraina


Putin Minta Seluruh Wilayah Oblast Donetsk sebagai Syarat Akhiri Perang Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin.(Contributor/Getty Images)

PARA pejabat Amerika Serikat dan Rusia sedang mengupayakan kesepakatan potensial untuk mengakhiri perang di Ukraina yang akan meresmikan kendali Rusia atas wilayah yang direbut selama invasi militernya, menurut sumber-sumber yang mengetahui perundingan tersebut.

Rencana yang sedang dibahas dikaitkan dengan kemungkinan pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Rusia Vladimir Putin yang direncanakan paling cepat minggu depan, kata sumber tersebut.

Putin menawarkan Washington untuk mengakhiri permusuhan di Ukraina dengan imbalan Kyiv menyerahkan seluruh Oblast Donetsk, The Wall Street Journal melaporkan, Jumat (8/8), mengutip sumber-sumber diplomatik.

Laporan tersebut mengatakan proposal tersebut disampaikan kepada Utusan Khusus AS Steve Witkoff selama kunjungannya ke Moskow pada 6 Agustus.

Para pejabat Eropa telah menyuarakan keberatan serius, dengan mencatat bahwa rencana tersebut tidak akan memaksakan kewajiban apa pun kepada Rusia selain gencatan senjata yang sejati, sementara Ukraina harus menyerahkan sebagian besar wilayahnya.

Trump tampaknya telah mengonfirmasi hal itu, dengan mengatakan bahwa Ukraina harus menyerahkan sebagian wilayahnya berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang saat ini sedang disusun oleh Moskow dan Washington.

“Kami akan mendapatkan kembali sebagian wilayahnya, dan kami akan mendapatkan sebagian wilayah yang ditukar,” kata Trump.

“Akan ada pertukaran wilayah untuk kebaikan keduanya (Ukraina dan Rusia).”

Kiev belum mengeluarkan tanggapan resmi, tetapi otoritas Ukraina telah berulang kali mengatakan mereka tidak akan setuju untuk angkat kaki dari perbatasan mereka yang diakui secara internasional.

Sebelumnya pada hari yang sama, media AS melaporkan Trump dan Putin kemungkinan akan bertemu akhir pekan depan untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut, tanpa keterlibatan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. (Kyiv Post/NV/B-3)

Siapa Putri Reema? Cucu Mendiang Raja Faisal Saudi yang Menyatakan Solusi 2 Negara untuk Akhiri Perang Gaza

Siapa Putri Reema? Cucu Mendiang Raja Faisal Saudi yang Menyatakan Solusi 2 Negara untuk Akhiri Perang Gaza



loading…

Putri Reema menyerukan solusi dua negara untuk akhiri perang Gaza. Foto/IG/Arab News

RIYADH – Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat, Putri Reema binti Bandar, mengatakan bahwa solusi dua negara yang mengakui Palestina dan Israel adalah “satu-satunya kerangka kerja yang dapat mengakhiri pertumpahan darah, membangun kembali Gaza, dan menciptakan masa depan yang berkelanjutan.” Itu sebagai penegasan sikap Kerajaan Arab Saudi.

Pernyataannya muncul bersamaan dengan konferensi internasional tingkat tinggi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Prancis, yang berupaya memetakan jalan menuju kenegaraan Palestina.

Ia menekankan bahwa “Kerajaan Arab Saudi telah lama memperjuangkan solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan yang layak menuju perdamaian abadi, yang menjamin martabat dan hak menentukan nasib sendiri bagi Palestina sekaligus membangun fondasi keamanan dan stabilitas bagi Israel dan kawasan.”

Ia menekankan bahwa “Ini bukan sekadar posisi diplomatik; ini adalah kebutuhan moral, strategis, dan praktis yang didasarkan pada keadilan dan upaya mencapai masa depan bersama.”

Putri Reema menambahkan bahwa komitmen Arab Saudi terhadap perdamaian tertanam dalam visi nasionalnya: “Upaya kita untuk mencapai perdamaian dan keamanan bagi kawasan ini merupakan bagian dari sejarah kita dan merupakan inti dari tujuan modernisasi dan pertumbuhan dalam Visi 2030.”

Siapa Putri Reema? Cucu Mendiang Raja Faisal Saudi yang Menyatakan Solusi 2 Negarauntuk Akhiri Perang Gaza

1. Akan Menormalisasi Hubungan dengan Israel jika Palestina Jadi Negara Merdeka

Merujuk pada Inisiatif Perdamaian Arab 2002, ia mengatakan, “Kerajaan Arab Saudi telah memperjuangkan resolusi damai selama beberapa dekade… berdasarkan keyakinan bahwa perdamaian di kawasan ini tidak dapat dipisahkan dari keadilan bagi Palestina.”

Solusi dua negara akan menawarkan Israel kesempatan untuk normalisasi dengan negara-negara Arab dengan imbalan pembentukan negara Palestina, kata duta besar tersebut.

“Visi ini… menawarkan normalisasi penuh bagi Israel dengan dunia Arab sebagai imbalan atas status kenegaraan Palestina. Solusi dua negara sangat penting karena mengatasi akar penyebab konflik: pengingkaran terhadap hak penentuan nasib sendiri Palestina dan ketidakamanan yang memicu ekstremisme di kedua belah pihak,” kata Putri Reema, dilansir Al Arabiya.

Negara-Negara Arab Desak Hamas Serahkan Senjata dan Akhiri Kekuasaan di Gaza

Negara-Negara Arab Desak Hamas Serahkan Senjata dan Akhiri Kekuasaan di Gaza


Negara-Negara Arab Desak Hamas Serahkan Senjata dan Akhiri Kekuasaan di Gaza
Gaza(AFP)

SEJUMLAH negara Arab termasuk Qatar, Arab Saudi, dan Mesir  bergabung menyerukan agar Hamas menyerahkan senjata dan mengakhiri kekuasaannya di Jalur Gaza. Seruan ini disampaikan dalam upaya mengakhiri perang yang menghancurkan wilayah tersebut dan menghidupkan kembali solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

Deklarasi tersebut merupakan bagian dari dokumen tujuh halaman yang disepakati dalam konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York. Deklarasi itu difokuskan pada penghidupan kembali solusi dua negara. Sebanyak 17 negara bersama Uni Eropa dan Liga Arab mendukung pernyataan tersebut.

“Dalam konteks penghentian perang di Gaza, Hamas harus mengakhiri pemerintahannya dan menyerahkan senjata kepada Otoritas Palestina, dengan dukungan dan keterlibatan internasional, sesuai tujuan pembentukan negara Palestina yang berdaulat dan merdeka,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Seruan ini muncul sehari setelah delegasi Palestina di PBB meminta agar baik Israel maupun Hamas meninggalkan Gaza. Selain itu, menyerahkan pengelolaan wilayah itu kepada Otoritas Palestina.

Prancis yang menjadi tuan rumah konferensi bersama Arab Saudi menyebut deklarasi ini sebagai “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya.”

“Untuk pertama kalinya, negara-negara Arab dan Timur Tengah mengecam Hamas, mengecam serangan 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menolak keikutsertaannya dalam pemerintahan Palestina, serta menyatakan niat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di masa depan,” ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot.

Deklarasi itu juga ditandatangani negara-negara Barat seperti Prancis, Inggris, dan Kanada. Deklarasi itu membuka opsi pengiriman pasukan asing untuk menstabilkan Gaza setelah konflik berakhir.

Namun, baik Israel maupun sekutunya, Amerika Serikat, tidak menghadiri pertemuan tersebut.

Rencana Pengakuan Negara Palestina

Dokumen ini dirilis pada hari kedua konferensi di New York, di mana Inggris mengumumkan kemungkinan mengakui negara Palestina pada  September. Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyatakan pengakuan tersebut akan diberikan jika Israel gagal memenuhi beberapa syarat, termasuk gencatan senjata dan akses bantuan kemanusiaan yang memadai ke Gaza.

Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan akan secara resmi mengumumkan pengakuan negara Palestina pada Sidang Umum PBB, September mendatang.

Perang Masih Berlanjut

Meskipun sebagian besar negara anggota PBB selama beberapa dekade telah mendukung solusi dua negara, kenyataan di lapangan membuat skenario tersebut kian sulit terwujud. Perang di Gaza yang telah berlangsung lebih dari 21 bulan, perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, serta pernyataan para pejabat Israel soal aneksasi wilayah pendudukan, memunculkan kekhawatiran bahwa negara Palestina secara geografis mungkin tak lagi memungkinkan untuk dibentuk.

Konflik Gaza saat ini dipicu serangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023, yang kemudian dibalas dengan operasi militer besar-besaran oleh Israel. Aksi balasan itu menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam pertemuan pada Senin mengatakan “solusi dua negara kini tampak lebih jauh dari sebelumnya.”

Dalam pernyataan terpisah, sebanyak 15 negara Barat termasuk Prancis dan Spanyol menegaskan dukungan penuh terhadap visi solusi dua negara. Dari jumlah tersebut, sembilan negara yang belum mengakui Palestina menyatakan “kesediaan atau pertimbangan positif” untuk melakukan pengakuan, yakni: Andorra, Australia, Kanada, Finlandia, Luksemburg, Malta, Selandia Baru, Portugal, dan San Marino. (AFP/Z-2)