Perbaikan Diperlukan untuk Memastikan MBG Tepat Sasaran dan Mendorong Roda Ekonomi Nasional


Perbaikan Diperlukan untuk Memastikan MBG Tepat Sasaran dan Mendorong Roda Ekonomi Nasional
Ketua Umum PII Abdul Qohar Ruslan.(dok.istimewa)

SEJUMLAH organisasi pelajar dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Pelajar Islam Indonesia (PII) yang tergabung dalam Poros Pelajar mendorong perbaikan implementasi program makan bergizi gratis (MBG). Mereka berharap evaluasi bisa menjadi masukan berharga bagi pemerintah agar program MBG tidak hanya meningkatkan kesehatan dan kecerdasan pelajar, tetapi juga menggerakkan industri dalam negeri dan benar-benar memberi manfaat jangka panjang bagi bangsa.

Mereka menyampaikan tiga poin utama: mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mendukung produksi dalam negeri, mendukung program MBG dengan berbagai perbaikan ke depan, dan mendesak agar program MBG segera merata demi keadilan bagi seluruh siswa di Indonesia.

Ketua Umum PII Abdul Qohar Ruslan menegaskan bahwa para pelajar mendukung keberlanjutan MBG yang telah berjalan selama enam bulan. Namun, ia menekankan pentingnya evaluasi, khususnya agar program ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga mendorong produksi dalam negeri.

“Kita ingin mengevaluasi walaupun di satu sisi kita juga mendukung agar program MBG terus dilanjutkan. Harapannya, evaluasi ini bisa menjadi masukan untuk mendukung produksi dalam negeri,” ungkap Qohar pada dialog bertajuk Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: Peran Pelajar untuk Generasi Sehat dan Cerdas di Barocks Cafe, Jakarta, Minggu (24/8).

Perwakilan dari organisasi tersebut, Agus Suherman Tanjung, menambahkan bahwa dialog ini dilakukan sebagai bentuk kritik konstruktif terhadap program prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, setelah berjalan satu semester, ada sejumlah catatan penting, termasuk kasus keracunan MBG yang sempat mencoreng niat baik pemerintah.

“Kasus seperti itu bisa menimbulkan trauma bagi siswa lain. Karena itu, semua pihak yang terlibat harus benar-benar serius menjalankan kebijakan ini,” tegas Agus.

Ia juga menyoroti kebijakan impor wadah makanan pasca terbitnya Permendag Nomor 22 Tahun 2025, yang membuat food tray tidak lagi masuk kategori larangan dan pembatasan impor.

“Masak ompreng kita harus impor? Kalau aturan ini tidak ditinjau ulang, maka kebijakan pro-produksi dalam negeri yang menjadi garis besar presiden tidak diterjemahkan dengan baik oleh para pembantunya,” ujarnya.

Sekjen Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia (APMAKI) Ardy Susanto menyoroti permasalahan pada peralatan makan yang digunakan dalam program MBG. Menurutnya, ada kasus penggunaan bahan yang tidak sesuai standar. “Bukan stainless 304 seperti yang tertera, melainkan stainless 201. Padahal 201 berbahaya karena dalam jangka panjang bisa berdampak pada saraf, hati, dan ginjal,” jelas Ardy.

Sementara, Sekjen Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dapur Makan Bergizi Indonesia (DPP ADAMBI) Hasan Basri menekankan pentingnya aspek gizi dan daya tarik menu untuk anak-anak. “Secara gizi sebenarnya sudah sesuai dengan lima unsur utama—karbohidrat, protein nabati, protein hewani, mineral, dan vitamin. Namun, masalahnya ada pada penyajian. Menu yang disajikan sering tidak menarik secara visual bagi anak-anak,” ujar Hasan. (Cah/P-3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *