
PEMERINTAH Tokyo merilis video simulasi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk memperingatkan warga tentang potensi bahaya jika Gunung Fuji meletus. Gunung berapi ikonik Jepang itu terakhir kali meletus pada 1707, lebih dari tiga abad lalu, namun masih dikategorikan aktif.
Dalam video yang dirilis Minggu (25/8), digambarkan awan pekat dan abu vulkanik mengepul dari puncak Fuji sebelum akhirnya mencapai Tokyo dalam waktu dua jam. Narasi dalam video menegaskan, “Momen itu bisa datang tanpa peringatan.” Abu diperkirakan dapat menimbulkan risiko kesehatan sekaligus melumpuhkan listrik, transportasi, serta distribusi pangan di ibu kota berpenduduk 20 juta jiwa.
Dua hari setelahnya, bertepatan dengan Hari Pencegahan Bencana Gunung Berapi, pemerintah pusat juga merilis simulasi tambahan. Warga diimbau untuk membayangkan skenario nyata agar lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk.
Jepang, yang berada di Cincin Api Pasifik, kerap dilanda gempa dan aktivitas vulkanik. Pemerintah semakin gencar meningkatkan kewaspadaan publik, terlebih setelah peringatan awal tahun ini soal potensi gempa besar di Palung Nankai dalam 30 tahun ke depan.
Simulasi letusan Fuji memperkirakan akan ada 1,7 miliar meter kubik abu vulkanik, dengan hampir 500 juta meter kubik menumpuk di jalan dan bangunan. Tumpukan abu dapat merobohkan rumah kayu, memutus jaringan listrik, membuat jalan tak bisa dilalui, hingga menghentikan layanan kereta. Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 2,5 triliun yen (Rp 270 triliun).
Sebagian warga menyambut baik upaya pemerintah, meski ada juga yang menilai pendekatan ini terlalu menakut-nakuti. “Hanya membayangkan abu vulkanik melumpuhkan transportasi Tokyo saja sudah mengerikan,” tulis seorang pengguna media sosial. (CNN/Z-2)