loading…
Green Collabs dengan tema Dari Kota, Kembali ke Alam: Kolaborasi Merawat Keanekaragaman Hayati. FOTO/dok.SindoNews
Kukuh menjelaskan, sejak 1997 Freeport menjalankan studi dasar biodiversitas di wilayah operasi PTFI di Mimika, yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lorentz, salah satu kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
“Hasilnya, lebih dari 130 spesies baru berhasil terdokumentasi, dan riset itu telah melahirkan buku serta artikel ilmiah yang bisa diakses publik secara gratis. PTFI juga, membuka ruang lebih besar bagi para peneliti mengingat akses ke kawasan ini sebelumnya terbatas,” ungkap Kukuh di acara Green Collabs dengan tema “Dari Kota, Kembali ke Alam: Kolaborasi Merawat Keanekaragaman Hayati” akhir pekan lalu di Taman Literasi Martha Tiahahu, Jakarta.
Baca Juga: MERC 2025 Resmi Ditutup, Freeport Indonesia Jadi Overall Winner
Kukuh menambahkan, keberadaan Freeport di Mimika membuat penelitian biodiversitas di Papua bisa dilakukan lebih intensif. Capaian lainnya yang paling menonjol adalah mengungkap bahwa hewan yang sempat diduga punah, yaitu New Guinea Singing Dog, ditemukan kembali di area dekat operasi Freeport.
“Pada 2018, fase kedua riset membuktikan bahwa gen Singing Dog yang kami temui itu ternyata masih murni. Lalu pada 2022, kajian ekologi kami lakukan untuk memahami habitatnya. Kini fokusnya adalah bagaimana konservasinya bisa berjalan berkelanjutan,” kata Kukuh.
Ia menambahkan, transisi Freeport dari tambang terbuka menuju tambang bawah tanah juga memberi dampak positif pada konservasi habitat satwa langka tersebut. Kukuh juga menekankan bahwa semua rencana pengembangan Freeport harus melalui kajian ekologis. Misalnya, bila pembangunan fasilitas baru berpotensi mengganggu spesies tumbuhan atau satwa terancam punah, perusahaan mencari alternatif lain.